Bandar Lampung – Para tenaga kerja sukarela (TKS) Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) menilai pihak manajemen rumah sakit tidak memperhatikan nasib mereka karena hanya digaji Rp300 ribu per bulan, meski sudah beberapa tahun bekerja.
Ketua Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) Provinsi Lampung, Vera Astuti, mengatakan, puluhan pegawai TKS di RSUDAM diberi beban tugas yang sama dengan para pegawai PNS dan tenaga kontrak. Namun gajinya jauh di bawah standar.
“Tugas pekerjaan kami sama seperti PNS dan tenaga kontrak serta peraturannya pun sama. Tapi kami hanya menerima gaji sebesar Rp300 ribu,” ujarnya kepada jejamo.com, saat jumpa pers di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Selasa malam, 10/10/2017.
Permasalahan tersebut kata Vera, telah diketahui managemen RSUDAM dan sudah menerima audiensi puluhan pekerja. Namun, hasilnya pihak RSUDAM menjanjikan untuk mengakomodir tuntutan TKS.
“Hingga saat ini janji tersebut belum terealisasi dan upah yang diterima pun masih di bawah standar. Kami meminta manajemen dapat memperhatikan kami, tidak hanya janji saja, tetapi harus dipenuhi,” ungkapnya.
Vera mengatakan, banyak pekerja di RSUDAM statusnya tidak jelas. Bahkan banyak yang sudah bekerja bertahun-tahun namun masih menyandang status TKS. “Pekerja yang berstatus TKS dalam praktik kerjanya tidak berbeda jauh dengan pekerja yang berstatus honorer atau PNS. Bahkan bisa dikatakan pekerjaannya lebih berat atau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dikerjakan bukan oleh TKS,” jelasnya.
Aturan kerja yang berlaku untuk TKS pun tidak berbeda dengan pekerja lainnya yang diharuskan masuk sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, absen dengan cara fingerprint, bekerja selama 8 jam sehari dan aturan profesional lainnya yang ditentukan manajemen rumah sakit.
“Itu artinya mereka bekerja bukan secara sukarela melainkan secara profesional hanya upahnya saja yang diberikan manajemen RSUDAM secara sukarela, yang suka tidak suka ya harus rela dengan intensif Rp250 ribu per bulan,” ujarnya.
Ia mengatakan, uang Rp250 ribu tersebut tentunya jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan para TKS. Bahkan untuk makan saja uang tersebut hanya cukup untuk makan sehari sekali selama sebulan.
“Padahal rata-rata dari TKS bukan pekerja l, melainkan sudah berkeluarga. Kalau dulu budak hanya diberi makan untuk dapat tetap bekerja kalau saat ini TKS diupah yang hanya cukup untuk makan agar mereka tetap bekerja. Secara prinsip tidak ada bedanya dengan budak, inilah yang kita sebut perbudakan modern di RSUDAM,” ujarnya.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com
Sumber: jejamo.com