BANYAK hal yang harus dibenahi agar sistem pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi lebih baik. Termasuk, penambahan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang masih kurang, perlu ditambahnya jumlah puskesmas yang juga belum ideal dibanding warga yang dilayani. Juga pemerataan lokasi pendirian rumah sakit di seluruh wilayah Indonesia.
“Dengan jumlah penduduk yang besar, sekitar 260 juta jiwa, wilayah yang sangat luas, maka sistem kesehatan di Indonesia dihadapkan pada tantangan yang luar biasa. Tantangan besar bagi pemerintah,” kata Dr Fuad Amsyari MPH PhD dalam Seminar Nasional ‘Menggagas Sistem Kesehatan Islam’ di Gedung Amec Fak Kedokteran (FK) Unair, Surabaya, , Senin (12/12) siang.
Dr Fuad yang menyajikan materi ‘Problematika Kesehatan di Indonesia dan Solusi’ mencontohkan, perbandingan jumlah dokter dengan warga, maka di Indonesia satu dokter harus melayani sekitar 2.250 orang.
“Bandingkan dengan di Malaysia yang satu dokter melayani sekitar 850 orang, atau di Singapura, rata-rata satu dokter melayani 500 orang. Artinya, kita membutuhkan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang jauh lebih banyak,” katanya.
Belum lagi, lanjut Fuad, jumlah puskesmas juga masih kurang. Baru sekitar satu puskesmas per kecamatan. “Jumlah puskesmas sekitar 10 ribu unit. Padahal, masyarakat kita tersebar di 80 ribu desa dan kelurahan. Kalau mau sederhana, mestinya sistem kesehatan juga fokus di 80 ribu desa dan kelurahan tersebut,” katanya.
Sedangkan jumlah rumah sakit pemerintah sekitar 1.400 unit dan rumah sakit swasta 800 unit. “Jumlah rumah sakit dan penyebaran lokasinya juga masih belum merata. Tatanan Ini harus dibenahi,” katanya.
Di sisi lain jika dirata-rata, kata Fuad, anggaran kesehatan per orang di Indonesia hanya 50 dollar AS. Padahal di Amerika, anggaran kesehatan tiap orang mencapai 4.000 dollar AS. Di Jepang 1.250 dollar AS per orang. Jauh sekali bedanya,” katanya.
“Tak heran jika ukuran harapan hidup, kematian dan kesakitan, Indonesia menduduki posisi 120 dari 190 negara di dunia. Masih di bawah. Padahal sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakan seluruh layanan kesehatan bagi warganya,” kata Fuad.
Lalu bagaimana solusinya? Fuad menekankan, pemerintah harus mengambil alih dan membenahi seluruh sistem kesehatan masyarakat. “Pemerintah itu diangkat untuk melayani masyarakat. Termasuk membenahi sistem pelayanan kesehatan. National Healthcare, itu menjadi tanggung jawab pemerintah,” katanya.
Bagaimana dengan anggaran yang begitu besar, karena harus melayani ratusan juta rakyat Indonesia? “Anggaran kesehatan diambilkan dari APBN dan APBD. Tidak di luar itu. Bagi masyarakat, semuanya gratis,” katanya.
Kebutuhan Pokok
Sementara pembicara kedua, Puguh Saneko SKM MKes menyoroti tentang ‘Peran Negara dalam Sistem Kesehatan’, Ditegaskannya, dalam Islam, kesehatan merupakan kebutuhan pokok masyarakat, dan negara bertanggung jawab untuk memenuhinya.
“Negara bertanggung jawab untuk tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu dan gratis. Karena ini bagian dari amanah yang harus ditunaikan. Maka strateginya, ada jaminan pelayanan kesehatan oleh negara, kata Puguh.
Di sisi lain, masyarakat juga harus diajak agar melakukan cara-cara hidup sehat. Misalnya, mengonsumsi makanan yang halal dan bergizi, rajin menggosok gigi, cuci tangan maupun membersihkan rumah dan pekarangan serta menutup tempat air. “Ini termasuk upaya preventif. Pencegahan terhadap penyakit,” katanya.
Sedangkan Dr Arim Nasim menyajikan materi ‘Mengembalikan Kejayaan Sistem Kesehatan Islam’. Ia menyoroti banyaknya ilmuwan Islam yang memberikan inspirasi bagi dunia kesehatan. “Ada Ibnu Sina yang di Barat dikenal sebagai Avicenna, seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter kelahiran Persia. Juga Ar-Razi, ilmuwan yang pertama meneliti dan menulis tentang penyakit cacar dan campak, dan masih banyak lainnya,” katanya. (*)
Sumber: beritametro.news