PURWOKERTO – Kemelut dan polemik di Rumah Sakit Islam Purwokerto (RSIP) belum menemukan titik temu. Ratusan karyawan RSIP mulai Kamis (16/6/16) menggelar aksi mogok kerja sebagai bentuk protes terhadap penggantian delapan pejabat RSIP yang dinilai mereka tidak sesuai dengan prosedur. Mogok ini akan dilakukan selama satu minggu. Selama aksi mogok semua aktifitas dihentikan, hanya cuci darah dan instalasi gawat darurat yang tetap memberikan layanan.
Pantauan BanyumasNews.com pada Minggu (19/6/16) spanduk aksi demo terpasang di jalan masuk ke arah RSIP dan di depan gedung RSIP. Pintu gerbang tertutup dan dijaga oleh beberapa orang. Tampak di halaman parkir mobil dari kepolisian.
Ketua Serikat Pekerja (SP) RSIP Agus Riyanto dilansir Antara mengatakan aksi mogok kerja dilatarbelakangi oleh penggantian delapan pejabat RSIP dengan cara yang tidak sesuai pola ketenagakerjaan. Kendati demikian, dia mengatakan alasan yang paling mendasari aksi mogok kerja yang dilakukan 250 karyawan RSI adalah pengambilalihan RSIP oleh golongan atau kelompok tertentu (Muhammadiyah). Menurutnya RSIP bukan milik Muhammadiyah dan ia bersama SP menolak pengakuan dari pimpinan Muhammadiyah dan UMP (Universitas Muhammadiyah Purwokerto) menyatakan bahwa RSIP adalah amal usaha mereka.
Dasar yang ditunjukkan Agus Riyanto adalah Surat Rekomendasi Nomor 445.04.XII.51.86 yang ditandatangani Bupati Banyumas (alm) Roedjito pada tanggal 31 Desember 1986. Dalam surat rekomendasi itu disebutkan “Rumah Sakit Islam Purwokerto adalah milik Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto yang didirikan secara swasembada murni yang dibiayai oleh kaum muslimin Indonesia khususnya kaum muslimin Banyumas”.
Agus berharap polemik yang terjadi di RSIP dapat segera ditangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yakni Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi), UMP, dan Pengurus Daerah (PDM) Muhammadiyah Banyumas.
Yarsi: Kerja Kerja Saja, Tidak Berwenang Mengatur Status
Menanggapi aksi mogok kerja karyawan RSIP itu, Ketua Pengurus Yarsi, Arif Syarifudin, dalam konferensi pres di gedung Rektorat UMP, Jumat (17/6/16) mengatakan untuk melakukan aksi mogok kerja ada ketentuannya sendiri. Berdasarkan kordinasi yang dilakukan Yarsi bersama Dinsosnakertrans, mogok kerja bisa disahkan jika sudah terjadi perundingan perindustrian. Konten mogok kerja juga dinilainya melenceng. “Konten mogok kerja ini melenceng, sesuai koordinasi dengan Dinsos. Itu tidak sah, ” kata Arif.
Disampaikan oleh Arif, setelah dilakukan audiensi pada Rabu (15/6/16) telah disepakati bahwa sampai H+10 Ramadan, baik Yarsi maupun Serikat Karyawan tidak akan melakukan aksi atau sikap apapun, termasuk untuk aksi mogok kerja.
Menurut Arif seharusnya para karyawan tidak perlu melakukan aksi semacam itu. Karyawan harus bekerja sesuai peraturan perundang-undangaan ketenangakerjaan. “Tidak berwenang atau mengatur urusan status. Kerja, kerja saja, yang penting kesejahteraan diperhatikan,” tegasnya.
PDM Banyumas : Tidak Ada Pencaplokan RSIP
Sementaa itu Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengatakan tidak ada pencaplokan terhadap Rumah Sakit Islam (RSI) Purwokerto, kata Ketua PDM Banyumas Ibnu Hasan kepada Antara.
“Saya hanya sampaikan singkat saja, semua dokumen berbunyi (menyatakan, red.) punya Muhammadiyah. Sejak awal berdiri sampai sekarang, semua berbunyi punya Muhammadiyah. Jadi tidak ada klaim, tidak ada caplok,” katanya beberapa waktu lalu.
Menurut dia, kepemilikan RSI Purwokerto tersebut berdasarkan surat perintah dari Pengurus Pusat Muhammadiyah kepada sejumlah dewan pendiri untuk membuat Rumah Sakit Islam di Purwokerto pada tahun 1983.
Terkait dengan hal itu, Ibnu Hasan menduga orang-orang yang protes terhadap kepemilikan RSI Purwokerto oleh PDM Banyumas karena tidak tahu sejarah pendirian rumah sakit tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti autentik yang dimiliki PDM Banyumas, Yarsi Purwokerto didirikan oleh badan pendiri yayasan yang terdiri atas lima orang, yakni H.A.K. Anshori, H. Djarwoto Aminoto, K.H. Syamsuhi Ridwan, Mochamad Soekardi, dan Mochamad Muflich. Badan pendiri tersebut berafiliasi dan mensuborganisasikan dengan Muhammadiyah.
Penunjukan Badan Pendiri itu dituangkan dalam SK PDM Banyumas Nomor A-1/002/1983 yang di dalamnya menyebutkan bahwa Yayasan dan Rumah Sakit Islam yang didirikan bermaksud diselenggarakan dengan segala aturan dan ketentuan Islam serta loyal kepada Muhammadiyah.
Sebagai informasi, polemik RSI Purwokerto berawal dari gugatan terhadap pengurus Yarsi yang diajukan oleh mantan Direktur RSI Purwokerto yang juga pemilik lahan rumah sakit tersebut, yakni Suwarti Djojosubroto Amongpradja pada akhir tahun 2015. Saat ini penggugat mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang telah memutuskan Muhammadiyah berhak atas RSIP.
Selain digugat oleh Suwarti, RSI Purwokerto juga harus menghadapi gugatan yang diajukan dua pengurus Yarsi Purwokerto, yakni dr. Daliman dan Edy Purnomo.
Keduanya (dr. Daliman dan Edy Purnomo) menggugat karena PP Muhammadiyah, PDM Banyumas, dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) telah membuat surat keputusan pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa RSI Purwokerto adalah miliknya dan akan digunakan sebagai Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran UMP.
Penasihat hukum penggugat, Sugeng Riyadi mengatakan bahwa afiliasi antara PDM Banyumas dan Yarsi Purwokerto seperti yang disebutkan dalam surat Nomor A-1/002/1983 bukan berarti memiliki RSI Purwokerto.
“Afiliasi merupakan kerja sama tetapi masing-masing berdiri sendiri, bukan untuk memiliki. Kalau sekadar afiliasi, sebenarnya karyawan RSI tidak mempermasalahkan. Namun, yang jadi masalah adalah klaim kepemilikan RSI oleh Muhammadiyah,” tegasnya.
Pengurus Daerah Muhamadiyah (PDM) Kabupaten Banyumas, menyatakan, tetap berpegang pada dokumen, pendirian Yayasan RSI dan rumah sakit tersebut merupakan bagian dari amal usaha organisasi tersebut.
Pendiriannya juga berdasarkan mandat dan amanat dari pengurus pusat Muhammadiyah. ”Negara kita negara hukum, mengatakan bahwa RSI Purwokerto bukan milik Muhammadiyah, menggelar aksi unjuk rasa, silahkan saja. Namun demikian Muhamamdiyah memiliki dokumen terkait pendirian RSI Purwokerto,” jelasnya Ibnu Hasan, dikutip Suara Merdeka awal Juni lalu.
”RSIP dan yayasan didirikan sebagai salah satu kegiatan amal usaha Muhammadiyah. Bukti-bukti ada dan tidak hanya dari pengurus daerah saja, tapi juga diperkuat dengan SK dari pengurus pusat,” katanya. (BNC/ist/ant/sm)
Sumber: banyumasnews.com