Semarang – Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan di Kota Semarang menuntut Pemkot Semarang terus berupaya keras untuk mengatasinya.
Setelah menerjunkan satu petugas kesehatan untuk masing-masing kelurahan, Pemkot Semarang mengklaim akan menindak tegas sejumlah rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang tidak memberikan pelayanan sesuai prosedur.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Widoyono, menuturkan, pihaknya akan segera melakukan AuditMaternal dan Perinatal (AMP). Jika diketahui ada sejumlah rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang tidak memberikan pelayanan.
Sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan, maka pihaknya tidak segan-segan untuk menindak tegas.
“Mungkin karena ruang operasinya kurang atau karena obatnya kurang sehingga mengakibatkan meninggal dunia, akan kami tegur keras. Bila perlu akan kami panggil pengelola rumah sakitnya,” ujarnya.
Widoyono menegaskan, penurunan AKI merupakan satu dari tiga program prioritas utama yang dilakukan Dinas Kesehatan setelah pencegahan demam berdarah dan HTV/AIDS. Menurutnya, salah satu faktor tingginya AIQ adalah karena saat ini masyarakat sudah mulai terbuka. “Berbeda jika dibandingkan dulu yang kebanyakan justru disembunyikan. Sehingga saat ini laporan terus meningkat,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, tingginya risiko kematian ibu saat melahirkan juga disebabkan karakteristik seperti hamil terlalu tua, terlalu muda, terlalu rapat jaraknya, dan terlalu banyak anak Melahirkan risiko tinggi juga dapat disebabkan non-karakteristik seperti adanya penyakitpenyertaanmeliputi darah tinggi dan anemia. “Banyaknya kematian ibu saat melahirkan juga karena banyaknya ibu hamil Padahal sebenarnya mereka tidak ingin punya anak namun tidak mau KB,” ujarnya.
Kendati demikian, Widoyono membantah jika dikatakan Kota Semarang menempati perinkat kedua di Jawa Tengah dalam hal tingginya angka kematian ibu sebagaimana diberitakan di berbagai media massa. Menurutnya, jika dibandingkan dengan jumlah kelahiran serta jumlah penduduk, Kota Semarang justru menempati ranking 13. “Sebenarnya angka ini tidak terlalu parah,” klaimnya.
Sebelumnya, Ketua Forum Masyarakat Madani Kesehatan Ibu dan Anak (FMM-KIA) Ahmad Jawahir meminta kepada Pem-kot Semarang, khususnya Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang sebagai pemegang regulasi (regulator) kesehatan di Kota Semarang untuk memberikan sanksi kepada pihak rumah sakit, puskesmas, klinik dan bidan praktik mandiri atau dokter dan bidan yang melayani pasien ibu melahirkan yang tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Prosedur (SOP) yang berakibat pada kematian ibu.
“Banyak hal yang bisa dilihat, di antaranya penerimaan rujukan, respons IGD d alam penanganan kegawatdaruratan, penanganan perawatan, sampai kepada pelaksanaan SOP. Hal ini penting untuk mendapatkan perhatian,” ujarnya di Balaikota Semarang. (Bj)
Sumber: beritajateng.net