Bandung – Anggota DPRD Jawa Barat menilai kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) oleh pemerintah pusat harus dikaji ulang. Mereka menilai kenaikan tersebut masih belum tepat. Masyarakat masih tidak mendapatkan layanan kesehatan dengan baik.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Yomanius Untung menuturkan, selama ini masyarakat banyak yang mengeluhkan layanan BPJS. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah yang akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan dinilai kurang tepat.
“Ini harus ditunda dan dikaji ulang,” jelas Untung kepada wartawan di Kantor DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (28/3/2016).
Pemerintah pusat berencana menaikan iuran BPJS mulai 1 April 2016 dengan acuan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016.
Iuran peserta kelas I naik menjadi Rp80 ribu dari Rp59.500 per orang, sedangkan untuk kelas II menjadi Rp51.000 dari Rp42.500 per orang, dan kelas III menjadi Rp30.000 dari Rp25.500 per orang.
“Sekarang banyak rumah sakit yang mengeluhkan proses pencairan dari BPJS Kesehatan. Saya mengusulkan penundaan sampai waktu yang sangat tepat,” tutupnya.
Disinggung mengenai komentar masalah defisit keuangan BPJS yang mencapai triliunan rupiah, Untung menyebut hal tersebut bisa diatasi dengan optimalisasi kepesertaan. Apalagi saat ini sekitar 60 persen karyawan BUMN belum menjadi peserta BPJS.
“Itu bisa di-back up dengan APBN. Kalau tidak bisa, pakai saja dana talangan,” katanya.
Selain banyak keluhan dari masyarakat, Untung juga menyebut kurangnya fasilitas rumah sakit menjadi persoalan yag serius.
“Ini bisa membuat para peserta BPJS Kesehatan sulit mendapatkan pelayanan yang optimal,” jelasnya.
Menurutnya, tidak semua rumah sakit bisa menampung peserta BPJS. Seharusnya, BPJS menyediakan pembayaran bagi pasiennya. Akan tetapi, rumah sakit juga menyiapkan fasilitasnya.
“Kalau fasilitasnya terbatas ya susah juga,” katanya.
Politikus Partai Golkar ini pun mendesak Pemprov Jawa Barat dan pemerintah kabupaten/kota untuk membantu pengembangan rumah sakit rujukan. Dia mengatakan, di Jabar ada rumah sakit rujukan yang harus dikembangkan.
“Tinggal dioptimalkan fasilitasnya. Peserta BPJS yang mengalami penyakit tertentu tidak harus terfokus di RSHS, cukup di rumah sakit rujukan,” katanya.
Dia menilai rumah sakit rujukan saat ini masih belum memadai. Sehingga para pasien lebih memilih datang ke RSHS dan ujung-ujungnya mereka tidak terlayani dengan baik.
“Makanya fasilitas di rumah sakit rujukan harus ditingkatkan, baik dari sisi ruang inap, maupun dari sisi teknologinya,” jelasnya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah pusat dapat mengkaji ulang mengenai kebijakan kenaikan BPJS ini. Jangan sampai kebijakan ini menjadi gejolak di masyarakat.
“Kalau pelayanannya baik, iuran naik juga tidak apa-apa,” tutupnya. [hus]
Sumber: inilahkoran.com