manajemenrumahsakit.net :: Penanganan pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) masih memprihatinkan. Faktanya, di rumah sakit milik pemerintah itu, banyak pasien telantar di pelataran RS dan belum bisa mendapatkan pengobatan intensif.
Dalam kunjungannya Komisi IX DPR pada Rabu lalu, anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago menemukan Budiantoro (35), pasien penderita tumor ganas di leher yang sedang tiduran di pelataran Rumah Sakit. Parahnya lagi, Budi sudah menunggu satu bulan untuk mendapatkan pengobatan intensif.
Dengan suara gemetar, Budi yang sudah mengantongi surat rujukan dari salah satu RSUD di Sumatera Selatan itu mengatakan, RSCM hanya memintanya untuk berobat jalan. “Sekarang saya masih menunggu hasil rontgen dari Rumah Sakit,” kata dengan suara terbata-bata.
Melihat kondisi Budi, Irma langsung membawa pasien ke ruang bedah tumor untuk menjalani proses pengobatan intensif. Irma yang juga Politikus NasDem itu meminta, RSCM segera menangani pasien secara serius.
“Soal teknis, tentu dokter lebih memahami apa penyakitnya. Kami hanya melihat penyakit Budi sudah mengkhawatirkan dan kami meminta pihak RS merawat pasien secara layak,” kata Irma dalam keterangan tertulis yang diterima merdeka.com, Sabtu (16/5).
Sebab, lanjut Irma, bila merujuk pada aturan RS, ada beberapa penyakit yang harus langsung mendapat penanganan intensif atau gawat darurat. Dan kalau melihat kondisi tumor yang sudah hampir melebihi kepala, bukan lagi berstatus rawat jalan.
“Tapi sudah wajib dirawat intensif oleh Rumah Sakit,” tegas dia.
Irma juga berjanji akan memantau proses pengobatan yang dilakukan RSCM kepada Budi. Jangan sampai, Budi kembali terbengkalai. “Tentu kami akan mengawasi pasien agar dapat terlayani dengan baik,” katanya.
Menurutnya, kasus Budi itu menggambarkan buruknya pelayanan di Rumah Sakit Indonesia. Sebab, RCSM merupakan Rumah Sakit induk. “Ini menggambarkan bahwa seharusnya pelayanan kesehatan pasien mendapat perhatian lebih serius dari pemerintah tanpa diskriminatif, dan ini juga harus jadi bahan evaluasi oleh Menteri Kesehatan,” tutupnya.
Sumber: merdeka.com