Reporter: Widarti, SIP
Sesi 2 dibuka oleh Johannes Kleinschmidt (Giz), memaparkan International Leadership Training (ILT), Looking Back on Human Capacity Development in Hospital Management. Target dari ILT ialah staf RS yang bertanggung jawab pada manajemen. Tujuannya untuk mencapai pengetahuan dan kompetensi yang efektif, efisien dan sesuai yang dibutuhkan manajemen. Tahapannya: peserta melakukan persiapan di negaranya, berangkat ke Jerman, pelatihan di Jerman dan melakukan diseminasi di negara asalnya. ILT diselenggarakan di Berlin School of Economic and Law. Tema yang dipelajari yaitu Hospital management issues yang mencakup, disaster management, hospital hygiene, information system, quality management, faculty management, financial, HR, management basic and principles
Jumlah pesertanya memperhatikan gender sehingga ini cukup adil, yaitu sebanding antara laki-laki dan perempuan. Pesertanya merupakan dokter, perawat, manajer, administrator, spesialis dari daerah urban-kota, privat dan umum, serta ddari kota besar dan kota kecil. Dampaknya, untuk individual, organisasi dan system yaitu meningkatkan kemampuan manajemen dan kepemimpinan, lalu further qualification and career, serta positive changes in care for patients.
Berikut merupakan beberapa paparan apa yang sudah dilakukan alumni di daerahnya masing-masing.
Pertama, Ketut Suarjana (Puri Bunda Maternal and Child Hospital. Denpasar, Bali). Performance Standar As The Basis of performance Based payment System.
Kedua, Darmasemaya (RS Sanglah). Empowering Hospital Training Unit for Staff Development.
Ketiga, Diah Irmawati (Eka Hospital), Hospital Information System Implementation. ada dua hal yang dibahas Irmawati, yaitu Electronic Medical Records (EMR) dan Hospital Information System. Electronic medical records =: shared and used inter health unit (elektronik) dan berlaku internal. Ssementara, Hospital Information System: a whole system, manage and integrated work atau mengintegrasikan banyak tugas di RS.
Keempat, Fachriah Syamsudin (Kemenkes), Manajemen Ketersediaan Obat Melalui e-catalog. Harapannya, e-catalog ini bisa berfungsi sebagai e-purchasing sehingga alur penyediaan obat bisa akuntabel dan efisien.
Kelima, Syarif Hidayatullah (Director Partners Consultant), Quality Management System in Puskesmas, East Kalimantan. Ada sekitar 9500 Puskesmas di Indonesia, dengan rasio 1:150 atau 1 Puskesmas melayani 150 orang. Quality yang baik berasal dari dalam atau dalam Puskesmas atau dari dalam tenaga kesehatan.
Diskusi;
Prof. Johanness menyampaikan paparan Syamsudin, terlalu komplit. Kemudian Hidayatullah, ada 9500 Puskesmas yang harus dikerjakan.
Aprianto (RSUD Purbalingga) mengajukan pertanyaan untuk Irma: apakah Electronic Medical Record (EMR) dapat meningkatkan jam kerja atau overtime? Kemudian, apakah ada subsistem untuk. Untuk Fachriyah, e-catalog procurement Kemkes masih bermasalah, stok obatnya banyak yang menipis/kurang. Lalu, terlalu banyak UU tentang obat di Indonesia, siapa yang bertanggung jawab atas UU ini? Formularium Nasional -> ada generic dan tidak generic. Siapa yang bertanggung jawab atas formularium ini?
Ni Luh Putu Eka, MPH menanyakan untuk master training plan di Sanglah, bagaimana cara meningkatkan kualitas mutu?. Pertanyaan ini diajukan untuk Darmasemaya.
Ketut Suarjana mempertanyakan kualitis proporsi skoring pembayaran melalui skema Formularium Nasional seperti apa? Siapa yang bertanggung jawab? Untuk Darmasemaya, mungkin perlu dilakukan training yang terkoneksi satu sama lain. Pertanyaan untuk Irma, apa inovasi yang dilakukan atau digagas untuk sistem EMR?
dr. Tiara Marthias, MPH menanyakan pada Irma, e-catalog, ini barudiberlakukan 2013, saat mencoba request obat melalui e-procurement terlambat. Lalu bagaimana? Apa evidence based e-catalog ini?
Darmasemaya memaparkan, pusat pelatihan RS Sanglah merupakan mitra dari Kemenkes standar yang digunakan ialah kualitas training harus disiapkan, dengan dokumen lengkap dan akan dimintakan akreditasi. Hal-hal yang harus dipenuhi antara lain, pelatih harus teruji kemampuan dan kualitasnya, ada manajemen training yang jelas dan materi training di- upgrade secara berkala.
Irma EMR ini memudahkan alur pemeriksaan dan kebutuhan periksa antara dokter dan pasien, lalu didukung data yang up to date, jadi bisa digunakan. Selain itu, EMR: based on patient requirement-lebih mudah digunakan.
Fachriyah menjelaskan tentang e-catalog, jika akan megirim request obat, tinggal kontak supplier. Jadi, diharapkan sistem ini akan memudahkan banyak pihak, karena alur pengadaan obat dapat dipantau, akuntabel dan efisien. E-catalog ini diharapkan akan selesai disempurnakan dan siap digunakan pada Juli 2014. E-catalog mengacu pada Surat Edaran Kemenkes No167 Tahun 2014, terkait pengadaan dalam hal obat yang dibutuhkan jika tidak terdapat dalam e-catalog, maka penyedia layanan dapat mengusahakannya secara manual. Hal ini didukung dengan regulasi, yaitu Perpres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan obat secara manual. Kemudian untuk Fornas, sudah disusun oleh expert, core team, review team, standing committee, serta selalu dievaluasi tiap 3 bulan.
Aprianto menambahkan saran untuk Kemenkes, jika ingin mengubah peraturan, mohon lebih dipersiapkan, agar tidak membuat terkejut pihak-pihak terkait. Prof. Johannes menutup acara dengan kesimpulan, pertemuan ini sangat bermanfaat, semoga menambah pengetahuan dan networking para peserta.