Jakarta, Sejak merebaknya Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS CoV), beberapa RS di berbagai daerah di Indonesia dijadikan rumah sakit rujukan. Salah satunya RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso yang menjadi pusat rujukan nasional.
“Kami sudah siap menerima rujukan jika ada pasien yang dicurigai terkena MERS mulai dari tenaga kesehatan sampai fasilitasnya,” kata direktur utama RSPI Sulianti Saroso, Dr dr Hj Fatmawati MPH.
Dikatakan Dr Fatmawati, RS memiliki ruang isolasi khusus yang sesuai dengan standar WHO. Kapasitas ruang isolasi yakni 12 orang. Salah satu standar yang digunakan oleh RS ini yaitu menggunakan tekanan udara negatif.
Tekanan udara negatif di mana untuk mencegah kuman, pernapasan pasien disalurkan dengan alat khusus, yang diibaratkan Dr Fatmawati ‘dibuang’ keluar ruangan, demikian ditambahkan wanita berambut panjang ini saat ditemui di RSPI Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Rabu (14/5/2014).
Selain itu, kepada seluruh petugas RS yang berjumlah 625 orang, kewaspadaan akan penularan MERS juga ditingkatkan. Bahkan, khusus tim yang menangani MERS CoV adalah tenaga medis yang sudah mendapat sertifikasi termasuk untuk emergency disease.
“Dari supir sampai petugas kesehatan siap menerima rujukan kasus atau saat menangani kejadian luar biasa. Kami juga memiliki kompetensi melindungi diri dengan alat pelindung diri,” kata Dr Fatmawati.
Selain menggunakan masker dan pakaian khusus saat menangani pasien, para tenaga medis harus menghindari kontak jika pasien mengalami lecet pada kulit karena kondisi itu bisa menyebarkan virus. Jika ada gejala gangguan pernapasan, mereka pun diharuskan memakai pelindung mata.
“Tujuan kita yaitu memutus mata rantai virus ini. Suapaya hanya terjadi pada pasien saja, tidak pada keluarga atau petugas kesehatan. Karena di Arab justru yang banyak kena petugas kesehatannya kan,” ucap Dr Fatmwati.
Dalam kurun waktu Januari-Mei 2014, ada tujuh pasien laki-laki dan tiga pasien wanita yang ditangani RSPI Sulianti Saroso. Semua pasien negatif MERS tetapi hanya satu orang yang masih dalam perawatan. Mereka berusia 39-77 tahun dan sebelumnya pergi ke wilayah timur tengah. Kebanyakan penyakit penyerta pada pasien yaitu diabetes melitus dan penyakit paru kronis.
“Untuk Case Fertility Rate MERS dibanding flu burung tidak terlalu tinggi yaitu 55 persen, sedangkan flu burung 80 persen. Ini karena beda sifat virusnya di mana pada virus MERS tidak terjadi mutasi,” tutup Dr Fatmawati.(rdn/up)
Sumber: health.detik.com