Telah diselenggarakan Seminar Nasional Ikatan Keluarga Alumni dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia Makassar dengan tema “Mempertegas Peranan Farmasis dalam JKN”. Acara tersebut diselenggarakan di Hotel Boulevard, pada Sabtu (4/1/2014) di Makassar. Seminar ini merupakan salah satu rangkaian acara yang diadakan Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Sebelumnya, pada 3 Januari 2014 telah dilaksanakan musyawarah nasional (MUNAS) untuk mendengarkan laporan pertanggungjawaban ketua Ikatan Alumni (IKA) Farmasi UMI yang telah berakhir masa jabatannya. Acara dilanjutkan dengan pembentukkan panitia IKA yang baru. Pemilihan ketua berlangsung secara demokratis dan sdr. Abdul Malik S. Farm, Apt, M. Sc, kembali terpilih menjadi ketua IKA Farmasi UMI periode 2014-2019.
Seminar kali ini membahas beberapa faktor penting yang berhubungan dengan peranan farmasis dalam JKN yang telah berjalan sejak 1 Januari 2014. Berikut adalah pembicara dan materi yang disampaikan dalam seminar ini, sebagai berikut:
- Kementrian Kesehatan RI: Kebijakan Pemerintah terhadap Farmasis dalam Penyelenggaraan JKN.
- Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Pusat: Mengawal Peranan Farmasis dalam penyelenggaraan JKN oleh Drs.M.Dani Pratomo, MM.,Apt (Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Pusat).
- Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia: Kompetensi Farmasis dalam Penyelenggaraan JKN” oleh Prof. Dr.Elly Wahyuddin, DEA.,Apt (Ketua APT-FI).
- Peran Apoteker dimasa mendatang oleh Drs. Harry Bagyo,Apt.,CPM (Alumni Farmasi UNAIR)
Peserta seminar adalah alumni dan mahasiswa Fakultas Farmasi UMI Makassar dari angkatan 2001 hingga angkatan 2013. Pembukaan acara seminar sekitar pukul 09:00 pagi WITA, dengan rangkaian acara sebagai berikut: pertama, diawali dengan tarian Padupa yaitu salah satu tarian selamat datang dari Sulawesi Selatan. Kedua, pembacaan ayat suci Al’Quran oleh sdr. Wahyu (mahasiswa Farmasi UMI Makassar). Ketiga, menyanyikan lagu Indonesia Raya. Keempat, laporan Ketua Panitia oleh sdr. Muammar Fawwaz S. Farm, Apt, M.Si. kelima, sambutan ketua BEM Farmasi UMI Makassar. Keenam, sambutan yang mewakili Dekan Farmasi UMI Makassar, Bpk. Rachmat Kostman S.Si, M.Kes, Apt. ketujuh, S
sambutan Rektor UMI yang diwakili oleh Wakil Rektor III UMI Bpk. Dr. Ahmad Dani, MM, sekaligus membuka seminar nasional secara resmi.
Sesi penyampaian materi seminar oleh masing-masing pembicara:
1. Kementrian Kesehatan RI: Kebijakan Pemerintah terhadap Farmasis dalam Penyelenggaraan JKN.
Tidak dapat hadir dan tidak ada yang mewakili untuk menggantikan. Hal ini telah diupayakan oleh panitia sejak jauh hari dan terus dilakukan koordinasi, namun sayang pada hari “H” pembicara tidak bisa hadir.
2. Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Pusat: Mengawal Peranan Farmasis dalam penyelenggaraan JKN, oleh Drs. Dani Pratomo, MM, Apt (Ketua IAI Pusat).
Dalam paparannya, Dani menyatakan saya memang berjanji sebelum masa jabatan saya ini berakhir, yang masa berakhirnya kurang dari 50 hari, saya akan ke Farmasi UMI. Masalah penggunaan kata Apoteker atau Farmasis, hingga saat ini belum ada ketentuan penggunaan Farmasis untuk menggantikan istilah Apoteker, walaupun sudah banyak pihak yang sering menggunakan kata Farmasis. Jika sejawat ingin menggunakan farmasis, penggunaan kata ini harus disetujui oleh kongres. Oleh karena itu, agar konsisten maka hingga saat ini ketentuan masih menggunakan nama Apoteker. Saat ini, kita bukan mengawal, karena Sebenarnya tidak perlu, semua aturan telah memihak pada Apt, hanya implementasinya saja yang belum optimal dilaksanakan. Apoteker perlu menunjukkan kompetensi diri dengan memberikan pengabdian pada masyarakat, hal inilah yang akan membuat profesi kita semakin mendapat pengakuan.
Prof Hasbullah Mengatakan bahwa dengan JKN, maka masy profesi di Indonesia memasuki era baru dalam dunia kesehatan. Dalam JKN ada 2 kata kunci, yaitu kendali biaya dan kendali mutu karena yang paling penting adalah keberlanjutan program. Keresahan Apt di Indonesia adalah karena isu yang berkembang bahwa Apt tidak dilibatkan dalam JKN, namun saat ini program JKN baru berjalan hingga jika kita merasa jika Apt belum dipertimbangkan; kita masih punya waktu untuk berjuang dengan profesi kita. Masih ada waktu hingga lima tahun kedepan. Apa yang berubah dengan JKN?
- Out of pocket akan menurun secara signifikan.
- Tidak ada lagi fee for service, pembayaran dengan metode prosfektif, hal ini akan sangat berdampak pada dokter. Prosfektif, artinya BPJS membayar dengan system kapitasi sedangkan PPK 2 dan 3 dengan system INA CBGs.
- FASKES dipaksa bekerja efisien atau deficit
- Kerja TIM kolaborasi antar tenaga kesehatan (NAKES) menjadi satu-satunya pilihan. Pembagian peran harus jelas untuk hasil yang optimal.
E-catalog belum diputuskan hingga saat ini, contoh: kebutuhan amoxicilin untuk seluruh Indonesia adalah 5 juta box/tahun. Apakah jika dihitung lebih teliti angka ini sudah tersedia? Apakah pemenang tender nantinya akan dapat menjamin ketersediaanya bagi masyarakat?. Pada pelayanan Apt, umumnya orang hanya berpikiran bahwa yang dibutuhkan adalah barangnya bukan khasiat obatnya. Padahal, penanganan obat yang dianggap “barang biasa” tersebut, membutuhkan perhatian khusus. Karena itulah Apt dibekali dengan ilmu pengetahuan tentang obat-obatan. Apakah Apt itu pedagang obat? Jika memang berpikiran sebagai pedangan obat, mendingan apotek kita dijadikan gerai IndoXXX atau AlfaXXX. Sekali lagi ditegaskan bahwa penanganan obat berbeda dengan penanganan barang kebutuhan masyarakat lainnya. Sehingga, keahlian Apt sangat dibutuhkan.
Bagaimana dengan jasa layanan bagi Apt? berapa jasa layanan yang paling sesuai? jasa pelayanan Apt menurut perhitungan IAI, minimal Rp. 20.000 (tergantung jarak dan keadaan apotek). Oleh karena itu, paradigma apotek sebagai tempat jual obat, diubah menjadi tempat pekerjaan profesi apoteker dalam pelayanan dan informasi obat. Perpres 12 tahun 2013 dan Permenkes 71 2013, apotek bukan lagi merupakan Faskes. Populasi apotek di Indonesia 22.000, berapa banyak apotek yang pelayanan pasiennya langsung dilayani oleh apoteker (saat ini sekitar 8000 orang Apt)? Apakah perbandingan ini sesuai untuk memenuhi bahwa pelayanan pasien di apotek harus benar-benar dilakukan oleh apoteker.
Apotek tidak dapat dinilai sebagai Faskes, karena: Apotek hanya bisa melaksanakan layanan administrasi, promotif, preventif dan pelayanan obat dan tidak bisa melakukan layanan medik spesialistik atau non-spesialistik (seperti puskesmas dan klinik). Apotek tidak mampu menyediakan layanan dari 8 layanan minimal yang diharuskan disediakan oleh Faskes (pasal 22 PERPRES 12/2012). Jadi apotek merupakan salah satu jejaring faskes, disamping laboratorium.
Semua aturan tentang kewenangan dispensing, hanya diperuntukkan bagi Apt, sedangkan dokter tidak diperbolehkan melakukan hal ini. Outcome akhir dari jasa dokter adalah resep (bukan obat). Hal ini masih terjadi hingga saat ini, karena apoteker yang melakukan penjualan obat ke dalam sistem panel. Jika kejadian ini terus berlangsung, makan praktek dispensing dokter akan terus berjalan. Menurut saya, sanksi tegas harus diterapkan misalnya dengan pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) Apt. Mari kita instropeksi, berapa banyak apoteker yang melakukan panel?
Saya melihat ada perbedaan perlakuan dari Kemenkes terhadap profesi dokter dengan profesi kesehatan lainnya. Padahal layanan kesehatan harus dilakukan secara komprehensif dan membutuhkan beberapa keahlian profesi kesehatan. Menurut data statistik, tingkat kesakitan masyarakat Indonesia sebanyak 15% dari total populasi rakyat Indonesia. Jadi, masih ada sekitar 85% masyarakat Indonesia yang sehat. Hal ini dapat menjadi peluang bagi apoteker, misalnya dengan promotif dan upaya-upaya prefentif. Mengurusi orang sehat, masih lebih banyak (85%), dibandingkan dengan orang sakit (15%).
Seharusnya peran apoteker diperhitungkan karena salah satu tugas utamanya merasionalkan penggunaan obat. Salah satu yang bisa dilakukan adalah menunjukkan kotribusi nyata Apt dalam pelayanan masyarakat. Sebenarnya IAI telah mengusulkan adanya kapitasi parsial: dr mendapat jasa medik dan Apt mendapat jasa obat karena membantu proses rasionalisasi penggunaan obat.Hal ini telah diperjuangkan semenjak BPJS akan diberlakukan, bahkan jauh-jauh hari sebelumnya. Segala upaya telah dilakukan oleh IAI, namun belum memperoleh hasil optimal.
FORNAS sudah ada tapi hingga hari ini, belum ditentukan pemenangnya melalui E katalog. Salah satu pesan saya bagi rekan-rekan sejawat bahwa kontrak kerja dokter yang berpraktek di apotek adalah kotrak kerja dokter dengan Apt, bukan dr dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA). Hal ini sangat menyangkut dengan profesionalisme sebagai seorang dokter dan Apt.
Sesi Tanya jawab:
- Bpk. Ishaq, Dinkes Sidenreng Rappang sebagai wakil Ikatan Apt Sidenreng Rappang, bertanya tentang:
- Kendala yang kami pantau adalah pengelolaan obat. Hingga saat ini yg digunakan adalah stok obat Askes dan Jamkesmas (periode sebelum BPJS). Kami bingung karena obat untuk BPJS belum dating, sedangkan jika kami menggunakan stok obat lama (ASKES dan JAMKESMAS), akan bermasalah dengan aturan dan pertanggungjawaban penggunaan obat. Apakah ada aturan yang mengatur hal ini?
- Apoteker yang bertugas BINFAR Kemenkes dengan pengurus IAI terkesan tidak solid, mengapa bisa terjadi? Menurut saya perlu dilakukan evaluasi internal.
- Mohon diperjelas pengadaan obat melalui sistem kapitasi?
- Mengapa E–catalog masih jadi kendala?
- Bpk. Pardi dari Farmasi UIT Makassar.
JKN sebaiknya disebut asuransi nasional, karena wajib membayar premi bulanan yang jika tidak membayar premi aka nada sanksi. Setelah berjalan, tidak semua orang akan menggunakan layanan ini, hanya sebagian saja. Jadi, sebagian uang lain kemana? Ini sama dengan mencari uang ke rakyat dan mengelola uang tersebut. - Bpk. Akbar Apt- Farmasi UNHAS Makassar
- Saya sepakat dengan penyataan pak Dani tidak perlu dikawal, yang saya tanyakan bagaimana penghargaan terhadap Apt berdasarkan UU bahwa nakes melayani pasien dan mendapatkan jasa layanan tersebut?
- Obat bukan seperti barang lain, tapi kita menjual jasa. Saya merasa IAI tidak ada wibawanya. Mohon tanggapan IAI.
- Perwakilan Dinkes Provinsi Makassar SJSN sudah didengungkan sejak tahun 2004, sedangkan jasa Apt baru kasak kusuk setelah pertengahan tahun 2013. Mungkin ini persoalan ini, kita agak terlambat melakukan antisipasi. Tapi namanya perjuangan tidak ada kata terlambat. Saya adalah ketua IAI Makassar. Contoh PP 51, hingga saat ini masih menjadi pertanyaan besar bagi kita. Apakah setiap peraturan selalu ada sanksi pada pelanggarnya? Bagimana tanggapan pak Dani tentang praktek kefarmasian dalam PP 51?
Tanggapan Pak Dani:
Beberapa pertanyaan, seharusnya dijawab oleh perwakilan dari bidang-bidang yang kompeten. Sehingga, saya hanya akan menjawab pertanyaan yang menurut saya, saya memiliki kompetensi atas jawaban pertanyaan tersebut.
- Proses pengadaan obat adalah kendala, tapi pertanyaan ini saya tidak bisa jawab karena bukan kewenangan saya.
- Apt tidak kompak? Banyak hal yang melatarbelakanginya, misalnya salah satu konsultan resmi dari Kemenkes, menyatakan bahwa di Malaysia untuk melayani pasien, cukup asisten apoteker sehingga dapat menghemat biaya. IAI menentang hal ini karena kita punya UU tentang hak, kewajiban dan kewenangan Apt. IAI telah berusaha konsultasi dengan BINFAR dan Kemenkes namun tidak ditanggapi sehingga kami ke komisi IX yang diliput oleh wartawan. Sehingga saat itu kita mendapat teguran dari pemangku kepentingan di pemerintahan. Ini merupakan salah satu cara IAI untuk mencari perhatian. Teman-teman BINFAR, tidak pernah mengundang IAI rapat, mungkin rekan sejawan yang bertugas di BINFAR pada saat rapat, menenmpatkan diri sebagai bagian dari IAI.
- IAI terus memperjuangkan kapitasi parsial, agar apoteker mendapatkan kapitasi dalam pengelolaan obat, dan dr memperoleh kapitasi medis.
- Koreksi dari BINFAR untuk Apt, dr memberikan obat pada pasien karena di beberapa layanan farmasi tidak ada ass Apt apalagi Apt.
- Saya tidak bisa menjawab yang bukan ranah IAI, karena menyangkut hal yang sangat teknis.
- Bagi Pak Akbar, mungkin ide-ide saya belum membumi namun saya telah mengeluarkan beberapa statement yang akan saya pertanggungjawabkan. Misalnya margin 37,5% untuk margin apotek.
- Pak Iskak, masalah E-catalog, pemenang tender belum ditetapkan sehingga produsennya juga binggu, nah bagimana provider akan melaksanakan. Apalagi menyangkut harga yang dollar terus naik.
- Untuk obat askes dan jamkesmas tidak bisa digunakan, bukan wewenang kita.
- Kalrifikasi, saya tidak akan pernah menjawab pertanyaan melalui media social. Saya hanya akan menanggapi melalui kongres.
- Betul UU SJSN 2004, namun SJSN baru mulai 2011 dan kami telah melakukan koordinasi dengan pihak terkait, termasuk kapitasi parsial. Namun, dananya sangat terbatas, jadi diharapkan pengertian dari masing-masing profesi.
- Penegakan hukum tentang PP 51 memang masih lemah. Kami juga telah berupaya untuk ini namun reaksinya sangat keras. Oleh karena itu beberapa pihak terkait bekerja dengan dibantu oleh Dinkes setempat.
3. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia: Kompetensi Farmasis dalam Penyelenggaraan JKN” oleh Prof. Dr.Elly Wahyuddin, DEA.,Apt
- Mari kita sesama Apt untuk saling support. Begitu ada perbedaan pendapat, akan muncul optimism dan perubahan.
- Lulusan Apt, yang baru lulus hanya memiliki kompetensi minimum jadi dibutuhkan peran senior Apt lain untuk membantu, agar kompetensiminimum tersebut akan terus dapat dikembangkan.
- Jika ditemukan apoteker yang tidak benar di lapangan, salah satu yang harus diperbaiki adalah jalur pendidikan. Jangan membuka jurusan farmasi hanya untuk materi, tidak mungkin meluluskan 300 mahasiswa dengan 6 dosen. Paling tidak 1:20.
- Standar kompetensi Apt berdasarkan SK PP IAI no 058/SK/PPIAI/IV/2009.
- Jika sampai sekarang Apt belum mendapat penghargaan tidak perlu menyalahkan siapa-siapa tapi coba tanyakan diri sendiri apa kita sudah pantas untuk mendapatkan penghargaan? Mari kita sama-sama berjuang dengan terus meningkatkan kompetensi, jadi kita bekerja dulu agar bisa memberikan bukti nyata peranan apoteker dimasyarakat.
- Masalah besar dalam farmasi adalah komunikasi. Hal ini sudah terbentuk sejak kita kuliah yang hanya konsen mengerjakan pekerjaan dan sibuk dengan pekerjaan individual. Hal ini sedikit banyak berpengaruh pada kemampuan komunikasi farmasis.
- Kita harus membuat Apt spesialis. Hanya Apt yang tidak punya jenjang spesialisasi. Hal ini harus didukung oleh IAI. Misalnya, dokter spesialis syaraf, akan lebih mudah berkomunikasi dengan apoteker yang juga memiliki bidang keahlian obat-obatan syaraf, begitu juga dengan bidang spesialisasi dokter yang lainnya.
- Mendukung kompetensi apoteker, contoh kasus sangat penting dalam kompetensi Apt. Apoteker dilibatkan langsung menangani pasien, karena akan ditemukan berbagai perbedaan teori dan praktek.
Materi tentang Masa Depan Profesi Apoteker oleh Drs. Harry Bagyo,Apt.,CPM
Pada sesi ini, pembicara banyak memaparkan bahwa kompetensi apoteker harus terus dilakukan, selain itu menjaga komunikasi dan mengikuti perkembangan informasi. Apoteker, dapat menjadi konsultan beberapa perusahaan kesehatan. Semua tergantu personal apoteker tersebut, bagaimana caranya mempromosikan keahlian yang dimiliki.
Penanya:
- Perwakilan dari Dinkes Makassar
Mengapa perlu spesialisasi Apt?
Jawaban Prof. Elly:
Kolaborasi perlu agar kita setara. Hal yang diharapkan, agar keahlian Apt semakin detail, sehingga komunikasi akan berjalan dengan lebih baik antara dokter spesialis dengan apoteker. Karena kita adalah obat, maka keahlian dibidang obat adalah satu jenis spesialisasi. Jika berbicara tentang obat, harusnya Apt lebih bisa berkomunikasi dibandingkan profesi lainnya. - Bustanul Arifin S. Farm, Apt, M.Sc, MPH
Pertanyaan ditujukan kepada Bpk. Harry Bagyo, Apt
Bagaimana kami dapat mengakses informasi terkait dengan pengembangan karir apoteker, maksud saya apakah bpk punya blog atau web yang dapat kami akses? Misalnya dalam blog bapak, menjelaskan tentang konsultan obat bagi perusahaan atau ada lowongan pekerjaan atau mungkin kesempatan untuk pengambangan karir apoteker.
Jawaban pak Harry adalah: silahkan menghubungi saya melalui facebook Harry Bagyo twitter Harry21bagyo . Pesan saya adalah siapkan dan melatih diri dan ambil peluang yang ada.