Jakarta, PKMK. Saat Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) mulai berjalan di tahun 2014, jumlah pasien yang ditangani RS sewajarnya hanya 20 persen sampai 30 persen dari keseluruhan. Adapun pasien yang lain ditangani oleh Puskesmas dan dokter umum yang berpraktek di sekelilingnya, ungkap dr. Zaenal Abidin, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, di Jakarta (22/5/2013). Zaenal menambahkan, bila seorang dokter umum harus menangani 100 pasien per hari, tentu sangat berat sekaligus menimbulkan risiko. Itu karena pemeriksaan terhadap pasien harus berlangsung cepat. Waktu berkomunikasi dengan pasien pun minim. Padahal, untuk layanan primer, pemeriksaan seorang pasien semestinya berlangsung minimal 15 menit. Sedangkan untuk pemeriksaan oleh dokter spesialis, waktu yang ideal tentu lebih lama.
Menurut Zaenal, sekaranglah saat yang tepat untuk membuat sistem yang mengurangi penumpukan pasien saat BPJS Kesehatan beroperasi. Sistem pelayanan pasien harus ditata sehingga tidak ada penumpukan di satu tempat yang mengakibatkan overload bagi dokter umum. Dalam hal ini, tempat praktek pribadi dokter umum, bisa dimanfaatkan sebagai satelit Puskesmas. “Kita tinggal membuat standardisasi pelayanan. Dokter di sekitar Puskesmas itu kan berkualifikasi sama,” ujar Zaenal. Dengan sistem yang lebih tertata, nantinya jumlah pasien di tempat praktek pribadi, Puskesmas, dan rumah sakit, tidak perlu sampai ratusan. Tapi bisa hanya 30-an orang per tempat. “Sedangkan dokter spesialis di rumah sakit, pasiennya sedikit. Tapi pemeriksaannya lebih cermat, dan berbiaya lebih mahal,” ucap dia.
Ada baiknya jika mulai sekarang Pemerintah Indonesia membuat proyek percontohan untuk sistem itu, bisa dimulai dengan DKI Jakarta. Bila berhasil, barulah diduplikasikan ke perkotaan secara nasional. Di sini, antara satu kota dengan yang lain mungkin memerlukan sistem yang sedikit berbeda, dipengaruhi oleh kultur masyarakat dan lain-lain. “Kemudian, sistem untuk di kota tentu berbeda dengan di pedesaan dan kepulauan. Indonesia bukan hanya terdiri dari perkotaan, bukan,” ucap Zaenal. Bukankah waktu pelaksanaan BPJS Kesehatan sudah dekat? Masih mungkinkah sistem itu dibuat? Jawab Zaenal, lebih baik terlambat daripada tidak ada perubahan sedikit pun. Saat ini baru awal tahun 2014, sementara perubahan masih bisa dilakukan sampai tahun 2019. “Kita pun bisa menjalankan sistem itu sembari memperbaiki di tengah jalan,” kata Zaenal.