Jakarta, PKMK. Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi terhadap sejumlah pasal/ayat dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal yang dimaksud diantaranya Pasal 7 Ayat 4, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 25 Ayat 5, Pasal 62, Pasal 63 Ayat 2 dan 3, dan Pasal 64 Ayat 1. Mereka menilai bahwa sejumlah pasal/ayat tersebut bertentangan dengan Pasal 28 ataupun Alenia Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. “Pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi menerima dan mengabulkan permohonan sepenuhnya,” ungkap Syaiful Bakhri, kuasa hukum Muhammadiyah, dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan (18/4/2013) di Jakarta.
Syaiful menyampaikan beberapa poin, yaitu keharusan bagi rumah sakit swasta untuk mempunyai badan hukum bidang perumahsakitan, telah mereduksi hak konstitusional pemohon sebagai persyarikatan. Sementara, pemohon berhak ikut menyehatkan masyarakat sebagai wujud amal usaha di bidang kesehatan. “Maka, Pasal 7 Ayat 4 Undang-undang Rumah Sakit berlawanan dengan Pasal 28 UUD 1945,” kata dia. Ia pun menyatakan, Pasal 7 Ayat 4 itu tidak mengakui hak bersyarikat dan berkumpul Muhammadiyah. Sementara, hak tersebut bahkan sudah diakui pra-kemerdekaan Indonesia. Pasal 7 Ayat 4 itu juga diskriminatif karena seluruh rumah sakit yang dimiliki pemohon harus meminta izin dari awal lagi. Pemohon berpotensi memperoleh kerugian bila sejumlah pasal dalam Undang-undang Rumah Sakit tidak dicabut. “Saat ini, sekitar 70 Rumah Sakit Muhammadiyah di Indonesia tidak mendapatkan perpanjangan izin dari Kementerian Kesehatan. Hal ini terjadi karena harus punya badan hukum perumahsakitan itu,” kata Syaiful.
Majelis Hakim Konstitusi meminta agar pemohon memperbaiki sejumlah materi gugatan. Antara lain, karena ada 22 orang pemohon, semuanya harus menandatangani gugatan, bukan hanya ditandatangani tiga orang. Majelis Hakim Konstitusi memberi waktu 14 hari untuk perbaikan tersebut. Lalu, akan diputuskan bisa atau tidaknya gugatan diteruskan ke sidang pleno. Sementara usai sidang, Syafig Mughni, Ketua Persyarikatan Muhammadiyah Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, memberikan pernyataan kepada wartawan. Masyarakat selama ini berinfak untuk pengelolaan rumah sakit dan lembaga pendidikan di Muhammadiyah. Kalau pasal dan ayat itu tidak dicabut, aset Muhammadiyah bisa hilang. “Sebab, Persyarikatan Muhammadiyah kan tidak berbentuk badan hukum perumahsakitan,” tambahnya. Lanjut Mughni, pelayanan kesehatan Muhammadiyah bersifat sosial. Semua keuntungan dikembalikan ke masyarakat. Itu berlainan dengan perseroan terbatas yang 100 persen berorientasi keuntungan. Saat ini di seluruh Rumah Sakit Muhammadiyah ada rasa gamang dan ragu. Itu karena ada ancaman pencabutan izin bila tidak ada izin sebagai badan hukum perumahsakitan.
–
Berita Terkait:
Muhammadiyah Uji Materi UU Rumah Sakit
Kerugian Besar Muhammadiyah, Apabila Rumah Sakit Harus Berbadan Hukum