Jakarta, “Jamu… Jamu…” suara mbok jamu yang menjajakan jamu dalam gendongannya dulu kerap terdengar di sekitar rumah warga. Tapi kini jamu tak hanya ada di bakul gendongan atau gerobak penjual jamu, tapi sudah masuk ke rumah sakit.
“Jamu merupakan obat tradisional Indonesia yang dipakai sejak dahulu dan sudah terbukti khasiatnya, tidak kalah dengan obat herbal impor. Potensi alam Indonesia pun amat besar dengan keanekaragaman tanaman obat yang dimiliki,” ujar Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes, dr Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes, dan ditulis pada Rabu (17/4/2013).
Di beberapa negara Asia dan Afrika, sekitar 80 persen penduduk tergantung pada obat tradisional untuk perawatan kesehatan primer. Tak heran jika di Indonesia, di mana jamu dikenal secara turun temurun di masyarakat, dianggap penting oleh Kemenkes untuk meningkatkan akses pada perawatan kesehatan secara keseluruhan. Tentu saja jamu yang diharapkan mendukung kesehatan masyarakat adalah yang aman dan efektif.
Berdasarkan Permenkes No 003 Tahun 2010, jamu adalah obat tradisional Indonesia. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut data hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) Kemenkes tahun 2010, hampir setengah (49,53 persen) penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas, mengonsumsi jamu. Sekitar lima persen (4,36 persen) mengkonsumsi jamu setiap hari, sedangkan sisanya (45,17 persen) mengkonsumsi jamu sesekali.
Proporsi jenis jamu yang banyak dipilih untuk dikonsumsi adalah jamu cair (55,16 persen); bubuk (43,99 persen); dan jamu seduh (20,43 persen). Sedangkan proporsi terkecil adalah jamu yang dikemas secara modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58 persen).
Di Indonesia sendiri, dari sekitar 30.000 spesies tanaman yang ada, 7.000 spesies merupakan tanaman obat dan 4.500 spesies di antaranya berasal dari pulau Jawa. Selain itu, terdapat sekitar 280.000 orang praktisi pengobatan tradisional di Indonesia.
Berdasarkan proses pembuktian ilmiah dari obat herbal Indonesia, saat ini terdapat 3 jenis obat herbal yaitu 6 jenis fitofarmaka, 31 jenis obat herbal terstandar, dan sekitar 1.400 jenis jamu.
Dalam perjalanannya, Kemenkes mencatat ada dua tantangan utama dalam penggunaan obat tradisional di Indonesia. Pertama, konsumen cenderung menganggap bahwa obat tradisional (herbal) selalu aman. Kedua, izin praktik pengobatan tradisional dan kualifikasi praktisi kesehatan tradional. Untuk itu saintifikasi jamu pun dilakukan.
Saat ini, saintifikasi jamu telah difokuskan setidaknya pada 4 formula untuk mengatasi gejala hiperglikemia, hipertensi, hiperkolesterolemia dan hiperurisemia. Sementara itu, Klinik Jamu Medik telah dikembangkan di 14 Rumah Sakit Pendidikan dan klinik saintifikasi jamu, dikembangkan dengan pelatihan 60 dokter puskesmas di Kabupaten Karanganyar, Sragen, Kendal dan Semarang.
“Ditargetkan pada tahun 2014, 50 persen puskesmas di seluruh kabupaten kota se-Indonesia bisa membina, melayani, dan mengawasi proses integrasi ini,” sambung dr Abidinsyah.
Sumber: health.detik.com
–
Berita Terkait:
Tak Puas Hanya dengan Obat Modern? RS Ini Bisa Meresepkan Jamu