Jakarta – Indonesia menempatkan diri sebagai teladan dalam pengendalian Hepatitis, khususnya Hepatitis B di kawasan Asia Tenggara yang merupakan wilayah endemis Hepatitis B.
Peranan Indonesia antara lain sebagai salah satu negara penanda tangan “Melbourne Statement on Prevention of Perinatal Transmission of Hepatitis B” pada tanggal 7 Desember 2010 yang merupakan tindak lanjut dari Resolusi 63.18.
Selain itu, Indonesia bersama Brasil menjadi pemrakarsa keluarnya Resolusi tentang Hepatitis Virus pada Sidang Majelis Kesehatan Dunia ke-63 tahun 2010 dan berhasil menerbitkan Resolusi 63.18 yang menyatakan bahwa Hepatitis virus menjadi salah satu agenda prioritas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, keluarnya resolusi tersebut membuat seluruh negara di dunia dan masyarakat dunia akan memberikan perhatian serius pada Pengendalian Hepatitis melalui gerakan pemerintah bersama masyarakat.
“Kita mulai melaksanakan Imunisasi Hepatitis B yang diawali dengan pilot project imunisasi pada bayi yang dilakukan selama 10 tahun dari tahun 1987–1997 dari Pulau Lombok, selanjutnya dikembangkan di provinsi-provinsi lain, dan sejak bulan April 1997 imunisasi Hepatitis B masuk dalam program imunisasi nasional,” paparnya di Jakarta, kemarin.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan prevalensi Hepatitis B sebesar 9,4 persen atau satu dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B. Tjandra menilai, prevalensi hepatitis di Indonesia mencapai 9,4 persen atau sekitar 23 juta orang cukup mengkhawatirkan, padahal sebenarnya hepatitis dapat dicegah.
“Hepatitis ini sebenarnya dapat dicegah. Hepatitis A, misalnya, lebih pada masalah kebersihan sehingga perlu untuk menjaga kebersihan, makanan dan lain-lain. Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi, sedangkan hepatitis C dicegah dengan perilaku yang baik, tidak ada pertukaran jarum suntik misalnya,” paparnya.
Untuk hepatitis A yang relatif tidak berbahaya, kata Tjandra, telah beberapa kali terjadi kejadian luar biasa (KLB). Biasanya sumber penularan merupakan rumah makan atau restoran yang kurang bisa menjaga kebersihan makanan. “Penyuluhan kepada masyarakat tetap memegang peranan utama dalam penanggulangan hepatitis ke masyarakat selain kegiatan surveilans yang kami lakukan,” kata Tjandra.
Selain Hepatitis B, Hepatitis A dan C juga perlu mendapat perhatian masyarakat. Hal ini mengingat untuk Hepatitis C sampai saat ini belum tersedia vaksinnya sehingga upaya pencegahan melalui promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menghindari perilaku berisiko, serta penapisan darah donor menjadi hal yang utama.
Sumber: pdpersi.co.id