Reportase Webinar:
Kajian Kebijakan Industri Farmasi Terkait Sikap Amerika Serikat dalam Perdagangan Global
Sleman, 25 April 2025. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Pusat Studi Industri Farmasi dan Teknologi Kesehatan UGM telah sukses menyelenggarakan webinar bertema “Kajian Kebijakan Industri Farmasi Terkait Sikap Amerika Serikat dalam Perdagangan Global.” Kegiatan ini bertujuan mengkaji dinamika kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) dan dampaknya terhadap industri farmasi nasional, sekaligus merumuskan rekomendasi strategis bagi penguatan sektor kesehatan di Indonesia.
Webinar dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD., yang menekankan pentingnya memahami lanskap perdagangan global agar industri farmasi Indonesia dapat mengambil posisi strategis di tengah perubahan kebijakan internasional. Prof Laksono juga mengharapkan bahwa ini bukan langkah akhir, tapi webinar ini menjadi langkah awal konsolidasi bagi industri farmasi dengan akademisi dan pemerintah untuk dapat merumuskan rekomendasi terbaik terkait dengan kemandirian industri farmasi.
Sesi utama diisi oleh Dr. Pamian Siregar, Apt., MBA dari Kimia Farma, yang memaparkan dampak tarif AS terhadap sektor farmasi karena menurut data saat ini market farmasi dunia sekitar 45% itu ada di AS, termasuk risiko kenaikan biaya produksi akibat ketergantungan tinggi pada bahan baku impor. Ketergantungan bahan baku impor ini dapat meningkatkan ancaman terhadap ketahanan nasional di sektor kesehatan walaupun tidak langsung. Menurut Pamian, kebijakan Trump tidak berpengaruh langsung kepada industri farmasi, namun lebih kepada alkes. Pamian menambahkan, pemerintah Indonesia telah merespon kebijakan tarif resiprokal trump dengan cara 5 paket negosiasi, antara lain penyesuian tarif bea masuk produk selektif USA; meningkatkan impor dari AS; reformasi bidang perpajakan dan kepabeanan; penyesuaian non tarif measur (TKDN, kuota impor, deregulasi, dsb); dan kebijakan penanggulangan banjir perdagangan barang impor.
Dalam sesi pembahas, Prof. Yusi Anggriani (Ketua Pusat Kajian Kebijakan, Manajemen dan Pelayanan Farmasi Universitas Pancasila) dan Prof. Dr. apt. Chairun Wiedyaningsih, M.Kes., M.App.Sc (Pusat Studi Industri Farmasi dan Teknologi Kesehatan UGM) menyoroti perlunya reformulasi kebijakan farmasi nasional, mempercepat industrialisasi bahan baku dalam negeri, serta memperluas kerja sama riset dengan negara mitra seperti India, China atau Uni Eropa. Prof Yusi menyampaikan pada prinsipnya ktia bisa memberikan rekomendasi kebijakan bahwa berdasarkan data yang disampaikan oleh narasumber maupun data-data lain, melonggarkan TKDN dan impor pada industri obat tidak menjamin berdampak neraca perdagangan antara indo dengan USA.
Kemudian, Prof Chairun menambahkan Indonesia masih sangat bergantung pada impor dan bahan baku obat dengan selama ini skema perdaganan hanya B to B, perlu ditingkatkan menjadi G to G. Kemudian, perlu ada upaya mengembangkan industri farmasi dari hulu ke hilir dengan memperkuan bagian hulunya yakni pengadaan bahan baku obat serta encari negara lain sebagai sumber suplai bahan baku obat (menghindari single supplier). Selain itu, perlu ada peralihan obat paten menjadi obat generik. Prof Chairun menekankan, bila nantinya dibuka kran impor bebas, tingkatkan peran BPOM dalam pengawasan kemungkinan banjirnya obat dari luar, agar obat sesuai aturan atau standar nasional indonesia.
Webinar ditutup dengan diskusi interaktif dengan para peserta, baik dari akademisi, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), maupun yang lain. Dengan dihadiri oleh lebih dari kurang lebih 50 peserta dari kalangan akademisi, praktisi industri, regulator, dan organisasi profesi, webinar ini diharapkan menjadi langkah nyata menuju industri farmasi nasional yang lebih kuat, mandiri, dan berdaya saing di kancah global.
Reporter: Fajrul Falah