Pada 2025, biaya pelayanan kesehatan global diperkirakan menembus $11,9 triliun. Namun, besarnya biaya belum tentu sebanding dengan mutu pelayanan yang diterima. Pelayanan kesehatan yang tidak bermutu justru bisa membuat biaya semakin “membengkak” karena kesalahan diagnosis, pengobatan yang tidak tepat, rawat inap berulang, bahkan komplikasi yang seharusnya bisa dicegah. Sebaliknya, mutu yang tinggi memberikan hasil klinis yang lebih baik, masa rawat yang lebih singkat, dan kepuasan pasien yang lebih tinggi.
Dalam konteks global dan nasional, isu keadilan akses dan hasil layanan yang setara bagi seluruh kelompok masyarakat menjadi perhatian utama. Tantangan seperti keterbatasan sumber daya dan kurangnya kompetensi tenaga kesehatan, berpotensi memperlebar kesenjangan dalam pelayanan.
Singkatnya, melalui upaya peningkatan mutu (Quality Improvement-QI), rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat mencapai berbagai manfaat strategis, mulai dari meningkatkan hasil klinis pasien seperti menurunnya angka kematian, komplikasi, dan lama rawat inap, hingga menyederhanakan proses kerja yang berdampak langsung pada efisiensi dan produktivitas tenaga kesehatan. Selain itu, identifikasi dan penghapusan inefisiensi turut menurunkan biaya dan pemborosan, sehingga menjadikan layanan lebih berkelanjutan secara finansial. Pasien pun merasakan dampaknya secara langsung melalui peningkatan kepuasan, yang berkontribusi terhadap loyalitas dan reputasi positif rumah sakit. Tak kalah penting, upaya QI ini juga membantu rumah sakit untuk memenuhi regulasi dan standar akreditasi, sebagai bukti komitmen terhadap mutu dan keselamatan. Serta di tengah perubahan sistem pembiayaan kesehatan yang semakin berbasis pada hasil (outcome), bukan hanya pada jumlah tindakan, peningkatan mutu menjadi strategi utama agar rumah sakit tetap siap dan kompetitif.
Metode Quality Improvement
Metode untuk melakukan QI dalam layanan kesehatan terus berkembang sejak diperkenalkan oleh Avedis Donabedian pada 1966 melalui konsep struktur, proses, dan hasil. QI bertujuan untuk mengatasi masalah sistemik dan meningkatkan hasil pelayanan secara berkelanjutan. Dalam praktiknya, QI menggunakan pendekatan terstruktur untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mempertahankan perbaikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Beberapa metode utama yang digunakan Seperti Lean, Six Sigma, dan Model for Improvement.
1. Lean: Mengurangi Pemborosan dan Fokus pada Value Pasien
Metodologi lean adalah cara untuk meningkatkan mutu yang berfokus pada pengurangan pemborosan (waste), yaitu semua aktivitas yang tidak menambah nilai bagi pasien. Sehingga membuat segala sesuatunya lebih efisien, peningkatan aliran, dan pengurangan waktu proses. Metode lean berasal dari sistem produksi Toyota dan telah diadaptasi secara luas dalam sektor pelayanan kesehatan. Dalam konteks layanan kesehatan, waste bisa berupa waktu tunggu yang lama, proses administrasi yang berulang, pergerakan tenaga kerja yang tidak efisien, atau bahkan tenaga medis yang tidak diberdayakan secara optimal. Lean mengenal delapan jenis pemborosan, seperti defect, over production, waiting, nonutilized talent, transportation, inventory, motion dan extra processing. Lean mendorong keterlibatan aktif dari seluruh anggota tim (staf) untuk bersama-sama memahami sistem kerja saat ini, memvisualisasikan sistem ideal (dengan Value Stream Mapping) tanpa hambatan, serta melaksanakan perbaikan berkelanjutan. Tujuan utamanya adalah menciptakan aliran proses yang lancar dan efisien, dengan selalu menempatkan kebutuhan pasien sebagai pusat dari setiap keputusan perbaikan.
2. Six Sigma: Mengurangi Variasi dan Meningkatkan Akurasi
Six Sigma adalah metode QI yang berfokus pada pengurangan kesalahan dan variasi dalam proses pelayanan. Dalam dunia industri, Six Sigma bertujuan menurunkan tingkat cacat atau kesalahan menjadi hanya 3,4 per sejuta kesempatan. Di sektor kesehatan, pendekatan ini digunakan untuk meningkatkan akurasi proses seperti penerimaan pasien, rekonsiliasi obat, hingga pemulangan pasien. Six Sigma menggunakan kerangka kerja Define – Measure – Analyze – Improve – Control (DMAIC) untuk memastikan perbaikan yang sistematis dan terukur. Masalah didefinisikan secara rinci, penyebab kesalahan diidentifikasi melalui data, lalu solusi diterapkan dan distandarisasi. Keberhasilan Six Sigma terletak pada kemampuannya mengukur secara tepat apa yang salah dan menghilangkan akar penyebabnya secara berkelanjutan. Saat digabungkan dengan lean, metode ini dikenal sebagai Lean Six Sigma, yang memadukan efisiensi lean dan presisi Six Sigma.
3. Model for Improvement (PDSA): Perbaikan Berkelanjutan Melalui Siklus Kecil
Model for Improvement dikembangkan oleh Associates in Process Improvement dan populer dengan nama Plan – Do – Study – Act (PDSA). Model ini berfungsi sebagai kerangka kerja yang fleksibel dan iterative (menyempurnakan), yang memungkinkan organisasi untuk menguji perubahan dalam skala kecil, mempelajari dampaknya, dan kemudian mengadopsinya secara lebih luas jika terbukti efektif. Model ini sangat menekankan pada pentingnya pengukuran, yang mencakup tiga jenis: ukuran hasil (outcome), ukuran proses (process), dan ukuran penyeimbang (balancing). Dalam pelaksanaannya, tim QI harus menyusun tujuan yang spesifik dan terukur, memahami proses yang sedang berjalan, lalu merancang intervensi yang diyakini dapat memperbaiki sistem. PDSA adalah siklus yang memfasilitasi pembelajaran berkelanjutan dari setiap intervensi yang dilakukan, sehingga menghasilkan perbaikan yang bertahap namun konsisten dalam mutu layanan. Model ini juga mengedepankan kolaborasi lintas tim, keterlibatan pasien dan keluarga, serta narasi pengalaman nyata sebagai pendekatan untuk mendorong perubahan.
Cara Mengimplementasikan Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Secara Efektif dan Berkelanjutan
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bukan sekadar proyek sementara, tetapi proses jangka panjang yang membutuhkan arah yang jelas, keterlibatan banyak pihak, serta budaya kerja yang mendukung. Oleh karena itu, implementasi mutu harus by design. Mutu tidak cukup hanya dengan pelayanan prima (services excellent), mutu juga menghendaki output klinis yang prima (clinical excellent) dan memperhatikan keselamatan pasien (patient safety). Mutu adalah hak setiap pasien tanpa terkecuali. Berikut adalah langkah-langkah implementasi yang terstruktur dan berorientasi pada hasil:
1. Tentukan Tujuan Mutu Secara Spesifik dan Relevan
Mulailah dengan merumuskan apa arti mutu dalam konteks organisasi Anda. Apakah itu peningkatan keselamatan pasien, efisiensi layanan, atau kepuasan pasien? Gunakan prinsip Spesifik, Measurable, Achievable, Relevant, Timely (SMART) agar tujuan mudah dipahami dan dicapai. Pastikan pula tujuan ini sejalan dengan strategi besar organisasi.
2. Kumpulkan dan Analisis Data
Identifikasi area prioritas melalui data, seperti angka infeksi, kepuasan pasien, atau waktu tunggu. Gunakan audit klinis, survei pasien, atau data dari rekam medis elektronik. Setelah data terkumpul, lakukan analisis untuk menemukan akar masalah dan pola-pola yang berulang.
3. Libatkan Semua Pemangku Kepentingan
Keberhasilan peningkatan mutu sangat bergantung pada kolaborasi lintas peran—dari dokter, perawat, manajer, hingga pasien dan keluarganya. Bangun budaya komunikasi terbuka, saling menghargai, dan partisipatif agar semua pihak merasa memiliki.
4. Terapkan Praktik Berbasis Bukti
Pilih intervensi yang terbukti efektif. Gunakan metode seperti Plan-Do-Study-Act (PDSA) untuk menguji dan memperbaiki perubahan secara terus-menerus. Terapkan secara bertahap dan ukur dampaknya dengan jelas.
5. Bangun Budaya Peningkatan Berkelanjutan
Berikan pelatihan rutin, rayakan pencapaian kecil, dan ciptakan ruang aman untuk belajar dari kesalahan. Evaluasi berkala penting agar tidak hanya memperbaiki kesalahan, tetapi juga mempertahankan kemajuan yang sudah dicapai.
Meskipun konsep dan alat peningkatan mutu sudah banyak tersedia, tantangan terbesar adalah implementasi yang konsisten dan berkelanjutan. Di sinilah pendekatan berbasis kebiasaan yang mudah menjadi penting. Prinsip “The Four Laws of Behavior Change”, dari James Clear dapat dipergunakan:
Terlihat (Make it obvious)
Buat pemicu yang terlihat jelas untuk memulai upaya peningkatan mutu. Seperti ide-ide perbaikan tidak hanya di kepala. Tuliskan agar terlihat. Tempelkan di papan informasi unit atau lainnya, memasang hand sanitizer otomatis di tempat strategis sebagai pengingat visual untuk cuci tangan.
Menarik (Make it attractive)
Gabungkan dengan hal menyenangkan. Misalnya: kompetisi antar unit dalam kepatuhan cuci tangan dengan hadiah menarik atau pengakuan publik. Upaya QI tidak akan dilakukan atau sustain jika itu membosankan atau hanya terkesan menambah beban kerja.
Mudah (Make it easy)
Sederhanakan proses. Orang tidak akan mau terlibat dalam upaya QI jika itu susah. misalnya ubah SOP cuci tangan dari sebutan 6 langkah menjadi hanya 3 langkah awal agar terasa ringan dilakukan: (1) Basahi tangan dan berikan sabun secukupnya (2) Gosok telapak, punggung dan sela-sela jari hingga ujung kuku kedua tangan (3) Bilas dengan dengan air mengalir
Memuaskan (Make it satisfying)
Tampilkan hasilnya. Rayakan pencapaian itu. sekecil apapun. Contoh: grafik mingguan di nurse station menunjukkan tren penurunan infeksi sebagai bentuk umpan balik positif.
Mulailah kecil, ulangi terus, dan rasakan dampaknya
Tidak harus langsung besar. Mulailah dari hal kecil seperti target “minimal cuci tangan sebelum masuk ruang pasien”, lalu ulangi setiap hari. Saat hasil seperti penurunan infeksi mulai terlihat, itu akan memperkuat kebiasaan baik dan menumbuhkan budaya mutu secara alami.
Implementasi PDSA dengan 1 minggu 1 siklus
Plan. Rencanakan untuk mengevaluasi atau mengobeservasi (hari senin)
Do. Lakukan atau ujicoba dalam skala kecil (selasa/rabu)
Study. Pelajari & Analisis Data hasil pengukuran (kamis)
Act. Sempurnakan perbaikan Berdasarkan analisis uji coba (jumat sabtu)
Pendekatan ini memberi peluang semua pekerja pelayanan kesehatan untuk terlibat dalam upaya peningkatan mutu. Mereka bisa melakukan upaya peningkatan mutu dengan sumber daya yang ada, dengan cara dan langkah kecil, sederhana, mudah, murah dan sesuai kapasitas mereka. Memilih rencana, mengimplementasikan, menganalis serta menindaklanjuti intervensi yang bisa di ekseskusi oleh pemilik (Tim) pada proses tersebut.
Sebab perbaikan dalam skala besar dapat menyebabkan staf merasa terintimidasi oleh begitu banyak orang yang harus dikoordinasikan. Melalui PDSA 1 minggu 1 siklus, staf didorong untuk memulai dengan perubahan kecil yang tidak memerlukan koordinasi dengan orang lain apalagi banyak. Staf dapat memulai dengan mencoba memperbaiki apa yang bisa dilakukan secara individu. Menata area kerja, membuat rapi, bersih dan mudah terlihat adalah contoh cara-cara sederhana yang dapat dilakukan secara individu. Hal ini berarti organisasi memastikan bahwa semua orang menyadari bahwa mereka memiliki andil langsung dalam peningkatan mutu. Selanjutnya tugas para pemimpin adalah memastikan bahwa suatu proses tidak hanya berubah namun benar-benar ditingkatkan.
Inilah strategi implementasi PDSA yang bisa dipilih oleh para pemimpin. Survei terhadap dokter menemukan bahwa 85,7% mereka menyatakan minat untuk terlibat dalam inisiatif peningkatan mutu, tetapi hanya 68,6% yang telah terlibat tahun sebelumnya. Dokter menyebutkan kurangnya partisipasi karena keterbatasan waktu dan beban klinis yang berat. Dokter memiliki tanggung jawab di berbagai bidang, dan inisiatif mutu mungkin tidak sejalan dengan masalah mutu yang mereka hadapi. Padahal keterlibatan dokter dapat ditingkatkan dengan menyederhanakan proses untuk melakukan QI dan memprioritaskan masalah yang secara langsung memengaruhi dokter dan pasien mereka. dengan pendekatan 1 siklus 1 minggu ini diharapkan implementasi upaya peningkatan mutu bukan sekedar konsep tetapi langsung di implementasikan oleh setiap orang di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Penutup: Mulai Kecil, Bergerak Cepat, dan Libatkan Semua
Peningkatan mutu layanan kesehatan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Di tengah tekanan biaya, tuntutan regulasi, dan ekspektasi pasien yang terus berkembang, rumah sakit harus mampu bertransformasi menjadi organisasi yang adaptif dan berorientasi pada hasil. Namun, transformasi besar dimulai dari langkah kecil—yang dilakukan secara konsisten.
Melalui pendekatan seperti PDSA yang sederhana namun terstruktur, serta prinsip perubahan perilaku seperti “terlihat, menarik, mudah, dan memuaskan”, setiap tenaga kesehatan bisa menjadi agen perubahan. Bukan hanya manajemen atau tim mutu, tapi semua orang—mulai dari perawat, dokter, bidan, farmasis, hingga staf administrasi—punya peran dan kontribusi nyata.
Ketika peningkatan mutu menjadi kebiasaan, bukan hanya proyek sesaat, maka mutu akan menjadi budaya. Dan ketika mutu menjadi budaya, hasil yang lebih baik bagi pasien, tenaga kesehatan, dan organisasi akan menjadi keniscayaan.
Jadi, mari mulai hari ini. Lakukan perbaikan kecil. Ulangi. Ukur dampaknya. Rayakan keberhasilannya. Dan percaya bahwa dari kebiasaan kecil yang terus diperkuat, akan tumbuh sistem kesehatan yang lebih bermutu, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Bacaan lebih lanjut:
- Clear, J. (2018) Atomic Habits: An Easy & Proven Way to Build Good Habits & Break Bad Ones. Avery AN IMPRINT OF PENGUIN RANDOM HOUSE LLC, New York
- Donabedian, A. (2005). Evaluating the Quality of Medical Care. The Milbank Quarterly, 83(4), 691–729.
- Firman, F., Utarini, A., Koentjoro, T., & Widodo, K. H. (2019). Implementasi Lean Six Sigma untuk menurunkan Lead Time pasien Emergensi Maternal di unit Emergensi maternal RSUD Panembahan Senopati Bantul. UNIVERSITAS GADJAH MADA.
- Firman, F., Rosidah, J., Fadmasari, P., Hardini, F., (2024). Panduan Implementasi Lean Management di RS Mardi Rahayu Kudus.
- Ramsom, E. R., Joshi, M. S., Nash, D. B., & Ransom, S. B. (2011). The Healthcare Quality Book, Vision, Strategy and Tools (Second). Chicago: HAP AUPA.
- Utarini, A. (2011). Mutu Pelayanan Kesehatan di Indonesia: Sistem regulasi yang responsif. Yogyakarta: Universitas Gadjah mada.
- https://www.clearpointstrategy.com/blog/examples-of-quality-improvement-in-healthcare
- https://www.snhu.edu/about-us/newsroom/health/what-is-quality-improvement-in-healthcare
- https://docresponse.com/blog/current-issues-in-healthcare/
- https://www.enter.health/post/understanding-importance-of-quality-improvement-in-healthcare
Dr. Firman, SE, MPH
Praktisi Rumah Sakit
Konsultan-Peneliti Divisi MRS PKMK UGM