Reportase Webinar Forum Leadership:
Kepemimpinan Bidang Kesehatan
bersama
Mayor Jenderal (Purn) Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.S., MARS, M.H.
MMR-Yogyakarta. PKMK FK-KMK UGM bekerja sama dengan MMR FK-KMK UGM menyelenggarakan Webinar Forum Leadership dengan tema Kepemimpinan Bidang Kesehatan pada Kamis, 13 Februari 2025. Acara ini menghadirkan Mayor Jenderal (Purn) Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.S., MARS, M.H., seorang dokter sekaligus pemimpin di bidang militer, sebagai narasumber utama. Webinar ini dimoderatori oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., yang juga memiliki pengalaman luas di bidang kebijakan dan manajemen kesehatan. Webinar ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3, yaitu Good Health and Well-being (Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan), dengan fokus pada pencapaian cakupan kesehatan universal, akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, serta penguatan kapasitas negara dalam sistem peringatan dini dan manajemen risiko kesehatan global. Selain itu, webinar ini juga mendukung SDG 9 (Industry, Innovation, and Infrastructure) melalui penguatan research an development dalam bidang kesehatan, serta SDG 17 (Partnerships for the Goals) yang menekankan kolaborasi multisektor dan integrasi sistem kesehatan global dalam konteks health preparedness dan integrated health system.
Dalam sesi pengantar, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., menyampaikan kemampuan kepemimpinan akan menjadi semakin penting di masa depan, terutama dalam sektor kesehatan. Kepemimpinan di tengah masyarakat sangat dibutuhkan, khususnya dalam prinsip regulator, organisasi pelayanan kesehatan, klinik-klinik, serta clinical leadership di level puskesmas dan lintas disiplin. Saat ini, pemimpin dalam organisasi profesi juga harus memahami kepemimpinan masa depan agar dapat membawa organisasinya ke arah yang sesuai dengan perkembangan kebijakan. Tahun 2025 merupakan tahun kedua dalam penerapan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, yang menjadi tujuan dan pedoman untuk menciptakan sistem kesehatan Indonesia yang lebih efektif dan efisien di masa depan.
Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., sebagai moderator, menekankan bahwa dalam situasi krisis, masyarakat selalu mencari dua sosok utama, yaitu dokter dan militer, yang memiliki kompetensi serta otoritas dalam menangani keadaan darurat. Keunggulan dokter tentara terletak pada aspek kepemimpinan yang dibangun secara sistematis dalam pendidikan militer, dari menjadi pengikut yang baik hingga menjadi pemimpin yang efektif. Saat ini, dunia menghadapi era transformasi dan disrupsi secara bersamaan, ditambah dengan tantangan pembiayaan kesehatan yang semakin kompleks akibat meningkatnya beban penyakit, terutama penyakit tidak menular. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, kepemimpinan menjadi kunci dalam menghadapi sistem kesehatan yang dinamis, membutuhkan kesiapsiagaan berkelanjutan terhadap ancaman seperti penyakit endemi dan pandemi. Untuk mencapai ketahanan kesehatan, sistem pelayanan kesehatan harus memiliki pondasi yang kuat, mampu beradaptasi dengan dinamika global, serta didukung oleh kolaborasi multisektor, sistem komando dan kontrol, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai bagian penting dari pertahanan negara.
Mayor Jenderal (Purn) Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.S., MARS, M.H., menekankan bahwa ilmu kepemimpinan militer dapat menjadi referensi yang implemented dan praktis dalam sistem kesehatan global ke depan. Kesehatan merupakan kebutuhan fundamental setiap individu yang telah diakui dalam global human rights serta UUD 1945, dan negara wajib menyediakan layanan kesehatan yang memadai melalui regulasi yang kuat. Dalam konteks kesehatan global, sistem ini tidak hanya mencakup kesehatan manusia tetapi juga kesehatan hewan dan lingkungan yang saling berkaitan, sehingga diperlukan strategi yang komprehensif dalam menghadapi tantangan kesehatan global. Peningkatan R&D, penguatan SDM profesional, serta optimalisasi informasi dan komunikasi publik menjadi faktor penting dalam sistem ini, di mana kolaborasi dan orkestrasi kepemimpinan harus didukung dengan regulasi yang kuat. Pengalaman pandemi COVID-19 membuktikan bahwa tidak ada negara yang benar-benar siap, sehingga diperlukan penguatan health preparedness melalui sistem kesehatan terintegrasi, termasuk adopsi konsep C4ISR dari militer yang menekankan kecepatan komando dan pengawasan berbasis intelijen serta surveilans dalam sistem kesehatan.
Tugas juga menekankan pentingnya sistem kesehatan yang terintegrasi (Integrated Healthcare System) dalam menjamin layanan kesehatan yang berkelanjutan dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Dalam model ini, sistem kesehatan harus dibangun dengan pondasi yang kuat, mencakup fasilitas kesehatan, pengendalian penyakit, faktor sosial dan lingkungan, serta penguatan teknologi kesehatan melalui riset dan pengembangan (R&D). dr. Tugas menyoroti bahwa Indonesia masih tertinggal dalam bidang R&D dibandingkan negara seperti India dan Singapura, sehingga diperlukan strategi kolaborasi global agar tidak semakin tertinggal dalam inovasi kesehatan. Selain itu, faktor SDM profesional, informasi dan komunikasi publik, serta regulasi yang kuat menjadi elemen krusial dalam membangun sistem kesehatan yang berkualitas. Ia juga menegaskan bahwa kepemimpinan yang baik merupakan faktor kunci dalam mengorkestrasi seluruh aspek tersebut, memastikan bahwa layanan kesehatan berorientasi pada pasien dan masyarakat secara berkelanjutan. Komunikasi publik yang efektif juga menjadi faktor utama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, sehingga diperlukan kolaborasi antar sektor untuk memperkuat promosi kesehatan dan membangun sistem yang lebih tangguh di masa depan.
Diskusi dalam webinar ini dr. Tugas menyoroti pentingnya kepemimpinan dalam menghadapi tantangan kesehatan global dan nasional, khususnya dalam konteks ketahanan dan kemandirian sistem kesehatan. Pemimpin harus memiliki kemampuan adaptasi dalam situasi krisis serta menerjemahkan pengetahuan ke dalam kebijakan dan program yang nyata, termasuk strategi distribusi tenaga kesehatan yang lebih merata, terutama di daerah terpencil. Perbandingan antara sistem kesehatan sipil dan militer juga menjadi sorotan, di mana disiplin, komando, dan kesiapsiagaan militer dianggap lebih efektif dalam menangani situasi darurat. Selain itu, perbedaan kualitas layanan kesehatan antara Indonesia dan negara lain menunjukkan perlunya regulasi yang lebih kuat, inovasi teknologi medis, serta insentif yang lebih baik bagi tenaga medis. Untuk meningkatkan daya saing, Indonesia harus memperkuat kebijakan kesehatan, berinvestasi dalam teknologi, dan mendorong kolaborasi multisektor guna menciptakan sistem kesehatan yang mandiri dan kompetitif di tingkat global.
Webinar ditutup dengan closing remarks dari moderator, Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., yang menegaskan kembali pentingnya kepemimpinan yang visioner dan responsif terhadap perubahan.
Reporter: Iztihadun Nisa dan dr. Srimurni Rarasati, MPH (HPM FK-KMK)