Reportase
Serial ke-3 Webinar Green Hospital
Rabu, 25 September 2024
Kegiatan operasional rumah sakit tidak lepas dari penggunaan energi, baik listrik maupun air, yang berdampak terhadap lingkungan. Penggunaan energi tersebut harus dilakukan pengelolaan untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, sebuah bangunan juga memiliki dampak terhadap pengguna di dalamnya. Oleh karena itu, desain ruangan dalam bangunan merupakan salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kesehatan bagi penggunanya, khususnya RS yang merupakan sebuah tempat pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan kesembuhan pasien demi kualitas hidup yang lebih baik.
Sesi webinar dimulai dengan pengantar yang disampaikan oleh Dyah Dewi, S.T., M.Kes, bahawa akan diadakan webinar lebih lanjut terkait dengan prinsip dan desain green hospital, aplikasi ke RS, serta contoh desain yang berkelanjutan, namun tetap mengutamakan patient safety yang menjadi perhatian penting bagi RS.
Paparan pertama diberikan oleh Ar Baritoadi Buldan Rayaganda Rito., ST., MA., IAI.,GP yang menyampaikan materi terkait Energy Conservation in Green Building and Hospital Cases. Faktor perubahan iklim terutama daerah Asia Tenggara yang cenderung memiliki iklim tropis mengalami peningkatan suhu sehingga membutuhkan teknologi pendinginan. Teknologi pendingin yang digunakan salah satunya yaitu AC, dimana porsi beban energi AC tersebut cukup besar sehingga dapat diterapkan rancangan yang memanfaatkan jendela yang terbuka. Selain itu, efisiensi atau konservasi energi ini juga terkait dengan efisiensi biaya. Menurut EEC, dilakukan pemberian reward sebesar 26 poin meliputi upaya pemanfaatan cahaya alami, hasil penghematan energi bagi iklim, serta penggunaan energi terbarukan. Sedangkan menurut BGH, penggunaan selubung bangunan, pencahayaan, transportasi gedung, kelistrikan dapat diberikan reward yaitu 46 poin.
Pemasangan kWh untuk pengelompokkan beban dilakukan untuk mengetahui letak pemborosan konsumsi energi di sebuah bangunan. Hal tersebut berupa pemasangan meteran utama di bangunan sehingga dapat diketahui tindakan selanjutnya. Efisiensi energi yang dilakukan juga harus terukur dan sistematis, diantaranya dapat menggunakan energy modelling software serta worksheet.
Building Management System merupakan pengelolaan sistem teknis sebagai kontrol penggunaan energi. Upaya efisiensi yang dapat dilakukan diantaranya kontrol tata cahaya dalam sistem bangunan, meliputi pengaturan saklar, serta model lampu yang digunakan. Transportasi vertikal atau lift sebagai upaya efisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan sistem regeneratif, energi kinetik yang dihasilkan berupa pergerakan dapat dimanfaatkan kembali. Pendingin udara berupa AC sebagai upaya efisiensi dapat diptimalkan dengan menggunakan COP minimum 10%, dengan pengaturan suhu paling rendah 25oC dengan kelembaban relatif 60%. Dimana semakin besar COP yang digunakan maka semakin efisien energi yang dihasilkan, hal ini memungkinkan semakin dingin udara yang dihasilkan maka listrik yang dipakai akan semakin kecil. Plug Loads merupakan energi yang digunakan oleh peralatan yang biassanya dicolok ke stop kontak, perhitungan plug loads ini perlu dilakukan perhitungan untuk upaya efisiensi energi. Upaya efisiensi lainnya berupa perhitungan OTTV dilakukan dengan menghitung panas yang masuk kedalam bangunan yaitu tidak boleh lebih dari 35 Watt/ m2. Selain itu, penggunaan ventilasi untuk ruang penunjang dilakukan secara alami atau mekanik, dimana penggunaan secara mekanik tersebut membutuhkan perencanaan seperti pertukaran dan standar udara. Sementara itu, penggunaan ventilasi alami dapat dilakuan dengan menerapkan luas bukaan minimal 10% dari luas lantai dan menggunakan bukaan dua sisi rasio yang tidak terlalu tinggi. Berbagai upaya efisiensi berikut tentunya juga harus diikuti dengan review, remove dan replace yang kira-kira tidak diperlukan atau boros, termasuk waktu yang tidak diperlukan.
Desain bangunan dengan prinsip bangunan hijau mengurangi emisi CO2 yang mengurangi dampak perubahan iklim, selain itu penggunaan energi terbarukan, dan pengukuran terkait berapa besar daya terpasang juga merupakan suatu bentuk upaya untuk mewujudkan green building. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya mengurangi fasad dan sisi bukaan untuk mengurangi panas, mengontrol WWR dengan penggunaan shading vertikal atau horisontal, serta menambah penggunaan kaca hemat energi untuk mengurangi beban panas yang masuk, misal khusus dipasang di barat dan timur untuk efisiensi biaya. Selain itu, penggunaan cahaya alami, pengukuran bukaan melalui intensitas cahaya alami yang masuk, penggunaan lampu sensor gerak atau cahaya agar tidak menyala di siang hari, serta meminimalisir penggunaan AC di tempat yang tidak diperlukan, pemantauan beban listrik dengan Building Management System, perhitungan kebutuhan pendingin berupa pemilihan AC yang tepat dengan COP yang baik, penggunaan transportasi vertikal yang hemat dengan sistem yang tersedia serta pemanfaatan energi terbarukan juga dapat dilakukan. Harapannya, upaya efisiensi energi tidak hanya berperan untuk mengurangi emisi karbon, namun dapat juga berperan untuk membantu efisiensi keuangan di RS sebagai suatu bentuk kendali mutu dan kendali biaya.
Selanjutnya, Ar Rosalia R. Rihadiani.,ST.,Mars.,IAI.,HDII.,GP menyampaikan paparan terkait Building Environment Management in Green Building, Indoor Health Comfort in Geen Building, and Hospital Cases. Komitmen manajemen puncak RS berupa kampanye bebas rokok di lingkungan RS merupakan sebuah syarat untuk bisa meraih green hospital. Hal tersebut dapat diraih dengan menerapkan peraturan terkait dengan letak smoking area serta pemberian tanda no smoking dengan menggunakan universal design dengan harapan dapat dipahami oleh semua orang, termasuk pengguna disabilitas. Contoh penerapannya dapat berupa pemberian tanda No Smoking menggunakan warna merah yang bersifat attractive, sehingga orang bisa langsung melihat dan mengenali. Selain itu, letak pemberian tanda juga harus diperhatikan, seperti pada toilet, area tangga, serta ruang tunggu sopir. Selain tanda No Smoking, letak Smoking area juga harus diatur sebisa mungkin agar jauh dari bangunan RS.
Menciptakan introduksi suara luar juga menjadi perhatian bagi RS dengan lorong. Sebagai contoh yaitu pengaturan laju sirkulasi udara melalui pembukaan jendela di ujung lorong sehingga ada pertukaran udara dan sebagai upaya pengganti AC.
Pemantauan kadar CO2 juga dilakukan dengan menggunakan sensor, hal ini berkaitan dengan syndrom sick building, sehingga alat pemantau tersebut dapat diletakkan di kamar-kamar, untuk memastikan bahwa udara dalam kamar baik atau sehat.
Kualitas udara yang tercemar berasal dari asap rokok, pestisida, jamur, lem asbes atau ventilasi udara yang tidak baik. Penggunaan filter udara untuk membersihkan dari bakteri dan mikroba lainnya dapat ditempatkan pada dapur dan ruang khusus lainnya yang memungkinkan kontaminasi lainnya berupa pemasangan HEPA, yang bertujuan untuk mengontrol partikel di udara dan langsung membunuhnya.
Kenyamanan visual seperti lampu dan pengaturan tirai terintegrasi tidak hanya digunakan untuk mengatur intensitas cahaya yang masuk namun juga demi kenyamanan visual pasien. Penggunaan lampu tersebut dapat dilakukan seefisien mungkin hanya di tempat yang diperlukan. Ruang rawat inap memiliki jendela yang dimanfaatkan untuk melihat pemandangan keluar gedung. Hal tersebut memanfaatkan jendela secara maksimal untuk fungsi relaksasi yang mendukung kesembuhan pasien.
Penggunaan AC untuk kenyamanan suhu udara diatur pada suhu 25oC+1, sehingga harapannya kelembaban udara yang dihasilkan tidak memicu infeksi, gangguan pernapasan, dan mampu menunjang kesembuhan pasien.
Meredam kebisingan meliputi bagaimana mengatur kebisingan diluar sehingga tidak sampai masuk ke dalam ruang rawat inap pasien, bagaimana ruang tidak menimbulkan gaung, serta penerapan privasi berbicara berupa pengaturan ruang khusus untuk konseling pasien yang bersifat kredensial, suara troli yang mengganggu, serta sound masking menggunakan musik untuk menghilangkan kebisingan diluar.
Tanaman dalam ruang dapat diberikan di ruang terbuka seperti lobby atau ruang tunggu dengan syarat jenis tanaman merupakan tanaman indoor, namun tidak disarankan untuk ditempatkan di dalam ruang rawat inap karena gas yang dikeluarkan oleh tanaman saat malam menyebabkan efek negatif bagi pasien.
Minimalisir celah digunakan untuk menghindari hama yang bisa masuk, sanitasi rutin agar larva dan hama tidak berkembang, pengolahan sampah, monitoring berkala untuk deteksi keberadaan hama melalui pencatatan dan pelaporan secara periodik, serta survei pengguna ruang terkait kepuasan merupakan indikator bahwa ruangan tersebut nyaman digunakan, baik secara visual, dan tidak bising.
Building Environment Management merupakan sebuah langkah pengelolaan dengan melibatkan peran GA atau GP dalam tim proyek yang bertugas mengorganisir, sebagai konsultan perencana dan memandu proyek perolehan green hospital, serta tim puncak RS yang bertugas mendorong komitmen yang mewujudkan green hospital, seperti sistem manajemen sampah, mengurangi kebisingan, dan mengurangi polusi. Selain itu, RS juga dapat mengupayakan aplikasi invensi berbasis teknologi demi mewujudkan RS yang ramah bagi lingkungan.
Reporter: Bestian Ovilia Andini (Divisi Manajemen Rumah Sakit, PKMK UGM)