Reportase
Serial Webinar Green Hospital
Pertemuan I: 4 September 2024
PKMK-Yogya. Isu kerusakan lingkungan merupakan suatu permasalahan yang membutuhkan dukungan dan kesadaran masyarakar untuk menciptakan lingkungan kembali lestari. Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah limbah. Kegiatan operasional rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan juga turut berkontribusi dalam menghasilkan limbah, baik medis maupun non medis. Oleh karena itu, pihak rumah sakit perlu menanamkan konsep berupa sebuah upaya preventif yang meliputi perencanaan dan pengelolaan lingkungan serta konstruksi rumah sakit yang ramah lingkungan. Hal inilah yang melatarbelakangi PKMK FK-KMK UGM untuk menyelenggarakan serial webinar Green Hospital guna memberikan pemahaman rumah sakit terkait konsep bangunan hijau demi mewujudkan rumah sakit yang ramah lingkungan.
Serial webinar dibuka oleh Dyah Dewi S.T., M.Kes dengan menyampaikan tujuan serial webinar Green Hospital yaitu agar peserta webinar dapat memahami pembangunan rumah sakit dengan konsep Green Building. Harapannya, rumah sakit yang beroperasi 24 jam untuk pelayanan kesehatan masyarakat tetap ramah lingkungan.
Paparan pertama disampaikan oleh Ar Baritoadi Buldan Rayaganda Rito, S.T, M.A, IAI., GP terkait Green Building Principal in Hospital Design. Saat ini, kondisi bumi mengalami kepunahan akibat peningkatan populasi manusia yang menyebabkan peningkatan presentase bangunan mencapai 70%, dimana bangunan sendiri juga mempunyai dampak jangka panjang dalam siklus hidupnya. Kondisi yang saat ini dialami meliputi krisis air karena ketidakseimbangan air pada tiap daerah, penumpukan sampah oleh karena tidak adanya pemilahan sampah (proses recycling), serta krisis energi. Manusia menghabiskan waktu sehari-hari di dalam bangunan dimana bangunan sendiri dapat menyebabkan suatu gejala yang disebut dengan sick building syndrome yang dipengaruhi oleh kualitas bangunan. Sebuah bangunan harus memiliki konsep sustainable development meliputi planet, profit dan people yang bertujuan untuk membangun masa depan dengan tidak mengorbankan generasi yang sudah ada sekarang. Dimana definisi planet berarti bangunan tidak menghabiskan sumber daya, profit yang berarti harus menghasilkan keuntungan, dan people yang berarti harus mendukung pola hidup sehat.
Konsep bangunan hijau menurut World Building Council mendefinisikan bangunan harus memiliki fase design, konstruksi dan operasi yang dapat memberikan dampak positif dan menurunkan dampak negative bagi lingkungan. Konsep bangunan hijau di Indonesia menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau bahwa bangunan harus memenruhi Standar Teknis Bangunan Gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air dan sumber daya lainnya sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya. Filosofi bangunan hijau yaitu membangun bangunan yang ramah lingkungan, hemat energi dan mendukung gaya hidup sehat sehingga mengandung nilai ekonomi berupa peningkatan produktivitas. Bangunan hijau memiliki sertifikasi yang disebut dengan green building rating tool untuk menilai dan mengenali bangunan yang memenuhi standar bangunan hijau, meliputi design dengan target yang jelas dan terukur menggunakan parameter dengan capaian yang bisa didefinisikan. Organisasi pengukur capaian ada tiga, meliputi IFC dengan sertifikasi Edge, Green Building Council Indonesia dengan sertifikasi Greenship, serta Dinas PUPR dengan sertifikasi Bangunan Gedung Hijau (BGH). Tiap organisasi tersebut mempunyai kriteria masing-masing yang berbeda dalam penilaiannya, dimana secara garis besar dapat digambarkan bahwa bangunan dapat disebut sebagai bangunan hijau jika memiliki komponen tepat guna lahan, efisiensi energi, konservasi air, material dan siklusnya, kesehatan dalam ruang, dan manajemen bangunan dan lingkungan.
Rumah sakit saat ini mulai menerapkan konsep bangunan hijau tersebut yang dikenal dengan Green Hospital yang harus memiliki fungsi untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan pasien serta menerapkan efisiensi dalam kegiatan operasionalnya. Terdapat kata kunci dalam penerapan green hospital meliputi efisiensi energi, konservasi air, kualitas lingkungan dalam ruangan, pengelolaan limbah serta lanskap berkelanjutan. Namun dalam penerapannya juga memiliki beberapa batasan meliputi pengelolaan tapak, konservasi dan hemat energi, konservasi air dan kenyamanan ruang dalam. Analisis biaya terhadap manfaat yang bisa didapatkan oleh RS mempunyai analisis komponen biaya awal terhadap penghematan jangka panjang, sehingga diperoleh pengembalian investasi (ROI). Harapannya, dalam penerapan green hospital tersebut rumah sakit dapat merencanakan strategi mitigasi berupa solusi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dihadapi seperti biaya awal, gangguan selama renovasi, dan resistensi staf.
Selanjutnya, Ar Rosalia R. Rihadiani, S.T., Mars., IAI., HDII., GP memaparkan materi terkait Green Building Interior yang diawali dengan konsep greenship interior space, yaitu sistem sertifikasi bangunan yang ditujukan untuk interior yang bertujuan memberikan kenyamanan, kesehatan dan produktivitas yang layak bagi penghuni bangunan. Pengukuran Tingkat hijau memiliki sasaran fit out yaitu aktivitas perencanaan dan konstruksi dalam gedung yang dilakukan pada bagian lantai, dinding, plafon, mekanikal atau elektrikal. Fit out ramah lingkungan tersebut memiliki tiga aspek, meliputi aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Aspek lingkungan meliputi penggunaan peralatan hemat energi dan mengurangi kendaraan bermotor, harapannya emisi CO2 dapat dikurangi dan meningkatkan kesehatan udara serta kenyamanan pengguna. Aspek ekonomi meliputi peningkatan produktivitas pekerja sehingga produktifitas Perusahaan juga meningkat. Aspek sosial meliputi persepsi, kognitif dan perilaku yang menghasilkan perilaku positif yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja.
Greenship Ruang Interior memiliki beberapa kategori, diantaranya tepat guna lahan, konservasi dan efisiensi energi, konservasi air, siklus dan sumber material, kesehatan dan kenyamanan dalam ruang, dan manajemen lingkungan bangunan. Dimana kategori kesehatan dan kenyamanan dalam ruang (indoor health and comfort/IHC) berarti melibatkan stakeholders meliputi pemilik gedung, desain interior, industri bahan bangunan, kontraktor gedung, manajemen gedung, serta pengguna gedung. Selain itu, greenship interi or memiliki prinsip suka rela dan tidak membebani, artinya gedung tersebut harus sederhana, dapat dan mudah diimplementasi, memiliki ketersediaan teknologi, menggunakan kriteria penilaian berdasarkan standar lokal yang berlaku, serta biaya investasi relatif rendah. Prinsip tersebut dapat dicapai dengan tingkat standar pencapaian kriteria yang terkait dengan sifat pencapaian (sulit/mudah), value, biaya yang dikeluarkan, serta dukungan sumber daya yang dibutuhkan. Selain standar kriteria, terdapat titik berat dari objek penilaian yaitu greenship existing building yang menitikberatkan pada pemilik gedung dan manajemen gedung, greenship new building yang menitikberatkan pada pemilik gedung dan arsitek, serta greenship ruang interior yang menitikberatkan pada manajemen pengguna dan pihak pengguna gedung atau pemilik gedung dan desain interior. Dalam kedudukan greenship interior terhadap greenship new building dan greenship existing building mempunyai langkah penilaian dan perangkat, meliputi standar kelayakan (eligibility), kategori-kriteria tolak ukur, serta pencapaian perangkat, dimana standar kelayakan tersebut digunakan sebagai kriteria karena tidak semua ruang interior suatu gedung dapat menjadi objek penilaian greenship ruang interior.
Reporter : Bestian Ovilia Andini (PKMK UGM)