BANGKALAN, RadarMadura.id – Layanan kesehatan di RSUD Syamrabu dilakukan sesuai dengan SOP. Mulai dari proses pendaftaran, pemeriksaan, hingga terapi.
Karena itu, meninggalnya seorang pasien berinisial N dari wilayah Kecamatan Kokop bukan karena adanya kesalahan penanganan atau malapraktik.
Melainkan murni karena kondisinya memburuk. Yaitu, terjadi pembengkakan dan gangguan fungsi pada jantung pasien.
Penanggung Jawab Bagian Hukum dan Pemasaran RSUD Syamrabu Mohammad Syaiful Bahri, S.K.M., M.A.P. menyatakan, pasien tersebut datang ke IGD pukul 13.58, Rabu (18/9).
Keluhan yang dialami sesak napas sejak empat bulan. Kondisi memberat saat masuk IGD terjadi karena juga mengalami keluhan nyeri ulu hati disertai batuk.
Selain itu, kaki bengkak yang hilang timbul sejak dua bulan lalu. Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, pasien dalam kondisi lemah dan sesak napas.
Akibatnya, pasien berusia 44 tahun itu dimasukkan ke ruang kegawatdaruratan (P1).
Pasien dilakukan tindakan berupa pemberian oksigen untuk mengatasi sesak napas, infus dan obat sebagai penanganan awal.
”Di saat bersamaan, pasien dilakukan pemeriksaan penunjang. Meliputi pemeriksaan darah, urine, rekam jantung, dan foto rontgen,” katanya.
Dari pemeriksaan fisik, klinis, dan penunjang, masalah kesehatan yang dialami pasien adalah gangguan jantung.
Karena itu, kepala IGD dan dokter spesialis emergensi meminta dokter IGD RSUD Syamrabu segera berkonsultasi ke dokter spesialis jantung.
”Selanjutnya, terapi dilakukan atas dasar pemantauan oleh dokter spesialis jantung. Keluarga pasien juga sudah diberi penjelasan atas situasi dan kondisi yang terjadi,” ujarnya.
Ada beberapa pemeriksaan dengan hasil kritis. Misalnya, rontgen yang memperlihatkan terjadinya pembengkakan pada jantung.
Hasil troponin yang tinggi menembus angka di atas 200 nanogram per liter (ng/L). Juga hasil rekam jantung yang menunjukkan adanya kondisi jantung yang mengalami gangguan fungsi.
”Meski tampak dari luar seperti tidak menunjukkan kondisi mengkhawatirkan. Nilai hasil pemeriksaan troponin menunjukkan angka di atas 200 ng/L,” imbuhnya.
Padahal, nilai normalnya kurang dari 10 ng/L. ”Hal ini menunjukkan pasien terkena serangan jantung koroner derajat berat dengan risiko kematian mendadak yang tinggi.” ujarnya lagi.
Sedangkan pemberian obat-obatan saat itu dalam rangka mengatasi kondisi hasil kritis tersebut.
”Semua tindakan dan terapi yang diberikan untuk pelayanan sudah sesuai dengan prosedur medis dan dalam monitoring tenaga medis. Termasuk dokter spesialis,” imbuhnya.
Jadi, tidak ada indikasi malapraktik dalam penanganan pasien itu. Sebab, semuanya sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Seluruh pelayanan terhadap pasien terangkum dalam catatan elektronik rekam medis. Termasuk hasil-hasil pemeriksaan.
”Semua usaha dan upaya terbaik sudah dilakukan untuk membantu. Namun, takdir berkehendak lain dan pasien telah dinyatakan meninggal pukul 17.55, Rabu (18/9),” pungkasnya. (jup)
Sumber: radarmadura.jawapos.com