Transformasi Kesehatan Indonesia merupakan sebuah inisiasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk melakukan kegiatan transformasi kesehatan yang mencakup 6 pilar transformasi diantaranya transformasi Layanan Primer, Layanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, SDM Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan. Penguatan ketahanan alat kesehatan merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Ketahanan alat kesehatan yang optimal memungkinkan perangkat medis dapat berfungsi dengan baik dalam berbagai situasi, sehingga mendukung penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas dan merata. Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya investasi dalam infrastruktur kesehatan, termasuk pengadaan dan pemeliharaan alat kesehatan, untuk memastikan bahwa pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
Alat kesehatan mencakup perangkat yang digunakan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik, serta alat yang tersedia di rumah tangga. Dengan kemajuan teknologi, terdapat berbagai jenis alat kesehatan yang dirancang untuk pemantauan kesehatan pribadi, seperti alat pengukur tekanan darah, glukometer, dan termometer digital. Perangkat ini memungkinkan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara mandiri di rumah, yang merupakan bagian penting dari perawatan kesehatan preventif dan manajemen penyakit kronis. Keberagaman alat kesehatan ini mencerminkan peningkatan akses dan kebutuhan masyarakat akan perangkat medis yang dapat digunakan di luar fasilitas kesehatan.
Sejak 2012, Indonesia telah mengalami pertumbuhan rumah sakit sebesar 51%, dengan jumlah total saat ini mencapai 3.155 RS. Dari jumlah tersebut, 979 (31%) diantaranya merupakan RS milik pemerintah pusat maupun daerah. Tingginya tingkat pertumbuhan RS ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan sumber daya termasuk peralatan kesehatan untuk pelayanan rujukan tingkat lanjut. Apalagi dengan adanya strategi transformasi sistem kesehatan, pemerintah memprioritaskan peningkatan akses dan mutu pelayanan untuk menanggulangi penyakit katastropik secara lebih merata di seluruh Indonesia. Artinya, berbagai RS milik pemerintah dari Aceh sampai Tanah Papua saat ini sedang dalam proses peningkatan kompetensi dan kapasitas pelayanan untuk penyakit-penyakit prioritas. Hal ini semakin meningkatkan kebutuhan peralatan kesehatan yang bermutu namun tetap efisien dalam pengadaan maupun penggunaannya.
Pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer, jumlah puskesmas dari 9.731 pada 2014 meningkat menjadi 10.292 pada 2021, atau bertambah sebanyak 5,77%. Dalam strategi transformasi sistem kesehatan, kompetensi puskesmas sedang ditingkatkan agar mampu melakukan diagnosis dini untuk 14 jenis penyakit dan meningkatkan kapasitas untuk upaya-upaya promotif-preventif lainnya dalam seluruh siklus hidup manusia. Selain itu, juga ada peningkatan kapasitas pos-pos pelayanan terpadu dalam Integrasi Pelayanan Primer. Semua ini membutuhkan dukungan teknologi kesehatan khususnya peralatan, agar SDM kesehatan yang telah terlatih dan bersertifikat dapat melakukan perannya secara optimal.
Salah satu masalah utama dalam hal peralatan kesehatan adalah masih sangat tingginya nilai impor karena kemampuan produksi dalam negeri yang masih rendah. Data Kementerian Perdagangan (2022) menunjukkan nilai impor alkes mencapai Rp 34,9 Trilyun, sedangkan nilai ekspor hanya Rp 9,2 Trilyun. Rendahnya produksi alat kesehatan dalam negeri disebabkan antara lain karena belum adanya sistem informasi perencanaan alat kesehatan berskala nasional yang lengkap dan terstruktur dengan baik, sehingga kebutuhan alat kesehatan nasional tidak diketahui dengan pasti. Selain itu, kerjasama lintas sektor (penta helix) masih sangat kurang dalam mendukung kemandirian dan ketahanan alkes, dimulai dari regulasi yang belum sinkron, perencanaan yang terpisah-pisah, dan masih ditemukannya kelemahan dalam sistem informasi yang sudah ada. Pada level teknis, belum ada identifikasi dan penamaan Nomenklatur Alat Kesehatan yang terstandar yang digunakan dalam sistem informasi (perencanaan, inventarisasi, pemeliharaan, dan evaluasi).
Berbagai kendala di atas menyebabkan informasi mengenai ketersediaan dan kebutuhan alat kesehatan di Indonesia masih belum memadai. Data terkini menunjukkan bahwa meskipun banyak alat kesehatan telah tersedia di pasaran, belum ada gambaran yang jelas mengenai sejauh mana alat-alat ini digunakan dan dibutuhkan oleh pelayanan kesehatan serta masyarakat. Maka dari itu, diperlukan kajian mengenai rencana kebutuhan alat kesehatan atau RKA sebagai pedoman bagi stakeholder dan industri penyedia alat kesehatan.
Langkah pertama dalam perencanaan kebutuhan alkes adalah identifikasi dan pengumpulan data yang komprehensif. Proses ini melibatkan pengumpulan data mengenai jenis dan jumlah alat kesehatan yang masuk dalam daftar usulan kebutuhan alkes oleh Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan, serta data alkes yang diperlukan untuk mendukung pelayanan medis sehari-hari baik alat diagnostik, peralatan bedah, dan perangkat pemantauan pasien. Pengumpulan informasi tentang alat kesehatan yang dimiliki di rumah, seperti alat pengukur tekanan darah, glukometer, dan termometer digital. Data ini penting untuk memahami kebutuhan faskes maupun pasien secara individu dalam pemantauan kesehatan mandiri. Setelah data terkumpul, analisis mendalam dilakukan untuk mengidentifikasi pola maupun mengidentifikasi kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan alat kesehatan, serta mengembangkan rekomendasi untuk pengadaan yang lebih efisien.
Dalam rangka mendukung kemandirian dan ketahanan alat kesehatan di Indonesia, penting untuk mendorong kolaborasi lintas sektor. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga penelitian, dan masyarakat merupakan kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Pendekatan lintas sektor ini dapat mencakup penyusunan kebijakan yang mendukung inovasi dan investasi dalam produksi alat kesehatan domestik. Ini juga melibatkan regulasi dan pengawasan yang efektif untuk memastikan standar kualitas dan aksesibilitas. Selain itu juga dapat berkolaborasi dengan industri atau produsen alkes dalam pengembangan, produksi, dan distribusi alat kesehatan. Sektor swasta juga dapat memainkan peran penting dalam menyediakan teknologi terbaru dan solusi inovatif untuk kebutuhan alat kesehatan.
Identifikasi, pengumpulan data, dan analisis merupakan langkah krusial dalam perencanaan alat kesehatan nasional. Dengan data yang akurat dan analisis yang mendalam, kita dapat merumuskan strategi perencanaan dan pengadaan yang lebih baik. Kolaborasi lintas sektor akan memastikan bahwa semua pihak terkait dapat terlibat dalam upaya meningkatkan ketahanan dan kemandirian alat kesehatan, sehingga menciptakan sistem kesehatan yang lebih resilient dan inklusif di Indonesia (FFF).