KEMENTERIAN Kesehatan menginstruksikan kepada seluruh rumah sakit vertikal yang berada di bawah naungan lembaganya untuk mereplikasi keseluruhan manajemen perumahsakitan yang sudah dijalankan RSUD dr. Iskak Tulungagung, Jawa Timur.
Hal ini ditegaskan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, dr. Azhar Jaya usai menggelar pertemuan dengan 36 direktur RS vertikal dari pusat maupun berbagai provinsi di RSUD dr. Iskak Tulungagung, Selasa (10/1/2023).
“Tujuan kami dari Kementerian Kesehatan bersama 36 (direktur/pimpinan) rumah sakit vertikal di sini adalah untuk mempelajari sistem yang terbaik di Indonesia. Dan salah satu sistem pengelolaan (perumahsakitan) yang terbaik itu ada di RSUD dr. Iskak Tulungagung,” kata dr. Azhar Jaya kepada awak media.
Karenanya, pihaknya ingin manajemen perumahsakitan yang sudah berjalan dan terus dikembangkan RSUD dr Iskak bisa direplikasi oleh rumah sakit-rumah sakit lain. Khususnya RS vertikal atau yang berada di bawah naungan Kemenkes.
Azhar bahkan mengaku tidak perlu malu kendati harus belajar ke RSUD dr. Iskak yang notabene rumah sakit daerah yang ada di sebuah kota kecil di Jawa Timur ini.
Menurutnya, tata kelola layanan serta manajemen internal di RSUD dr. Iskak nyaris sempurna karena bisa memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat termasuk pengguna fasilitas BPJS, sekaligus mampu memberi kenyamanan internal nakes maupu tenaga pendukung lainnya.
“Ambil contoh remunerasi di sini cukup baik, tata kelola juga oke, kemudian bisa menjalankan RS dengan efektif dan efisien dengan cost (biaya) yang masuk akal, sehingga bisa memberikan pelayanan terbaik, walaupun untuk pasien BPJS,” katanya.
Sistem insentif di RSUD dr. Iskak cukup baik, sehingga memberikan kesejahteraan bagi karyawanya.
Azhar mengatakan, banyak tenaga medis lebih memilih bekerja di RS swasta lantaran insentif yang diterima di “luar” lebih besar.
Namun di Tulungagung, insentif yang diterima beda tipis dengan RS swasta. Dengan demikian sistem di RSUD dr. Iskak bisa menjadi acuan untuk merubah regulasi RS plat merah di Indonesia.
“Tentu harus total (semua), kalau kita merubah suatu sistem mulai dari kebijakannya, tata kelolanya, sistemnya, perhitungannya, cost efisiensinya, itu semua akan kita ubah,” kata Azhar.
Berkaca dari pengelolaan di RSUD dr. Iskak, pihaknya bakal memberlakukan standar baru pengelolaan RS di Indonesia.
Selambat-lambatnya pada Februari 2023 ini, Kemenkes sudah punya standar baru pengelolaan RS seperti RSUD dr. Iskak.
Iya (Pengelolaan RSUD dr. Iskak sebagai standar baru pengelolaan RS di Indonesia),” imbuhnya.
Direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung, dr. Supriyanto Dharmoredjo, Sp.B, M.Kes mengakui bangga karena manajemen permahsakitan di RSUD yang dipimpinnya menjadi “role model” (percontohan) bagi pelayanan RS di Indonesia.
Menurut Supriyanto, untuk membuat masyarakat sejahtera harus dibentuk “safe community” (kelompok yang aman). “Safe comunity” diawali dengan pelayanan kesehatan di RS yang paripurna.
“Pelayanan RS yang paripurna itu ya di RSUD dr. Iskak, dan itu yang ditangkap oleh Menteri Kesehatan,” kata Dokter Pri.
Pelayanan yang paripurna membuat orang memilih berobat di RS terdekat. Menurutnya, dalam kurun setahun biaya berobat masyarakat Indonesia mencapai Rp100 triliun lebih. Dari jumlah itu, 90 persen belanja kesehatan itu digunakan untuk berobat di luar negeri.
“Sehingga ini Pak Menteri Kesehatan bersama Pak Dirjen Pelayanan Kesehatan menyuruh seluruh direktur RS vertikal untuk belajar ke sini (RSUD dr. Iskak) bagaimana cara mengelola sebuah RS,” katanya. Menurut dia, untuk mereplikasi sebuah RS agar seperti tata kelola layanan di RSUD dr. Iskak, maka harus mengadopsi sistem seutuhnya. Pengaplikasian sistem ini, jika dilakukan dengan benar, hasilnya akan kelihatan pada enam bulan pertama. “Tapi biasanya kalau kloning itu bisa dilihat hasilnya sekitar setengah tahun,” katanya. (HUMAS)
Sumber: rsud.tulungagung.go.id