Webinar PERSI
“Reportase Kebijakan terkait Digitalisasi Kesehatan di Rumah Sakit dalam Webinar Rekam Medis Elektronik (RME) dan Digitalisasi Rumah Sakit”
Selasa, 11 Agustus 2022
Webinar ini dilaksanakan oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai isu-isu digitalisasi rumah sakit di Indonesia. Webinar ini dibuka oleh pengantar dari dr Bambang Wibowo, Sp.OG(K)., MARS. selaku Ketua Umum PERSI. Beberapa narasumber yang hadir dalam webinar tersebut adalah dr Siti Khalimah, SpKJ, MARS., dr Agus Mutamakin , M.Sc., Anis Fuad, S.Ked., DEA., dan Poentoro, S.Si., M.Kom. Webinar ini dimoderatori oleh dr. Rr. Grace Cielia, MKK.
Kebijakan terkait Digitalisasi Kesehatan di Rumah Sakit
dr Siti Khalimah, SpKJ, MARS.
Siti menyampaikan bahwa kita perlu menangkap peluang transformasi kesehatan di rumah sakit karena saat inilah momentum yang tepat. Data menyebutkan bahwa Indonesia saat ini memiliki 202,4 juta pengguna internat dan masih terus berkembang serta pengguna ponpes pintar meningkat lebih dari 60%. Selain itu, merupakan fakta bahwa digitalisasi data kesehatan saat ini memberikan manfaat besar karena masyarakat dapat dengan mudah mengakses data kesehatan yang interoprabel di berbagai fasyankes, laboratorium, apotek maupun wereable devices dan disusunnya kebijakan berbasis data dengan analisis menggunakan artificial intelligence.
Dalam program prioritas transformasi layanan rujukan, terdapat beberapa komitmen transformasi layanan rujukan dengan cara peningkatan mutu & keselamatan pasien, center of excellence, one stop service berbasis teknologi digital, sister hospital, digitalisasi layanan dan jejaring pengampuan layanan prioritas. Dalam hal digitalisasi layanan, Kemenkes berupaya untuk menghadirkan SIMRS terpadu, rekam medik elektronik, dan telemedisin. Telemedisin disini akan ada 2 hal yang dikembangkan yaitu telemedisin antar fasyankes dan telemedisin dari fasyankes kepada pasien. Namun, terdapat beberapa permasalahan data di pelayanan kesehatan yang dapat menurunkan kualitas dalam pelayanan kesehatan seperti akses data yang belum lengkap, inkonsistensi data, standarisasi data yang kurang baik, dan ketidak akuratan pencatatan data.
Saat ini Kemenkes RI sedang mengembangkan layanan satu atap berbasis teknologi digital dengan mengupayakan layanan satu lokasi, pendaftaran online, pelayanan oleh tim multidisiplin, sistem pembayaran satu transaksi, perekaman rekam medis digital dan diutamakan untuk layanan-layanan yang bersifat high volume seperti penyakit prioritas seperti jantung, diabetes, stroke, dsb.
Kita semua juga perlu aware pada situasi di rumah sakit seperti penerapan SIMRS, level SIMRS, dan penerapan RME yang masih belum maksimal. Satu contoh kasus dalam penerapan Rekam Medik Elektronik, dari sekian RS yang ada di Indonesia (berdasarkan hasil survey kepada 2258 RS pada tahun 2022), masih ada 993 RS yang belum menerapkan RME, 912 RS menerapkan RME sebagian dan BARU 353 RS yang menerapkan RME sepenuhnya. Selain itu yang menjadi catatan adalah terkait SDM teknologi informasi yang masih terbatas dan biaya digitalisasi yang masih rendah karena belum menjadi prioritas.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh Kemenkes salah satunya melalui regulasi. Dalam revisi PMK no 269 tahun 2008 tentang rekam medis elektronik, RME WAJIB diadakan oleh seluruh fasyankes yang ada seperti RS, Puskesmas, Klinik, dsb. Di dalam revisi PMK tersebut disebutkan bahwa rekam medik merupakan bagian dari sistem informasi fasyankes dimana perlu adanya unit kerja tersendiri yang mengurus rekam medis dari sejak pasien masuk sampai dengan pasien pulang, dirujuk atau meninggal dunia. Targetnya, di tahun 2023 semua fasyankes menerapkan RME. Pemerintah, dalam hal ini melalui Kemenkes RI, tidak hanya mewajibkan fasyankes melalui regulasi yang ada, namun juga akan terus berupaya memfasilitasi penyelenggaraan RME dengan penyediaan sistem elektronik, sarana, prasarana, dan peralatan yang dibutuhkan.
Sebagai catatan akhir, Pemerintah menyampaikan prinsip RME yang perlu diperhatikan seperti menjaga kerahasiaan data, perlindungan data, sistem aplikasi yang baik dan penyimpanan data tanpa batas waktu. Dalam hal pemenuhan hal prinsipil tersebut, RS atau fasyankes lain dapat bekerjasama dengna pihak ketiga (PSE) melalui kerjasama.
Kemudian, dalam upaya digitalisasi rumah sakit, selain RME, ada juga telemedicine. Saat ini terdapat 2 Peraturan Menteri Kesehatan yakni PMK Nomer 20 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan KMK 4829 tahun 2021 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan melalui telemedicine pada masa pandemic COVID19. Manfaat telemedicine sangat besar untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan di rumah sakit, beberapa diantaranya adalah mengatasi keterbatasan komunikasi dokter/dokter spesialis, menurunkan angka rujukan/memperkuat sistem rujukan, meningkatkan efisiensi/mencegah patient travelling, sebagai salah satu wahana pendidikan kedokteran, mengatasi keterlambatan diagnostic dan mempermudah monitoring pasien. Beberapa RS di Indonesia yang sudah mengimplementasikan telemedicine atau telekonsultasi adalah RSUP H Adam Malik Medan dengan RSUD Parapat Kabupaten Simalungun (telemedicine antar fasyankes) dan RSUP Dr Kariadi Semarang, RSUP Dr Sardjito DIY, RS Premiere Bintaro, RS Mayapada Group, dan RS Siloam Group (telemedicine antar dokter dengan pasien).
Saat ini, telemedicine mengalami perluasan makna dikarenakan perubahan konteks menjadi telekonsultasi. Berikut ini merupakan draft alur telekesehatan menurut Kemenkes RI:
Untuk mengakses webinar tersebut dapat diakses pada link berikut https://www.youtube.com/watch?v=sjQFvkD419c
Reporter: Fajrul FF