Credit image: internet
Pandemi COVID-19 sepertinya belum akan berakhir. Beberapa negara bahkan kembali mengalami lonjakan kasus. Peta hot-spots kasus COVID-19 di seluruh dunia yang dirilis New York Times per 30 Juli 2022 menunjukkan beberapa negara di Eropa, Australia, dan Jepang mengalami lonjakan kasus tertinggi. Sebagian besar Asia termasuk Indonesia masih berada pada zona aman, namun kenaikan kasus harian juga mulai terjadi sejak pertengahan Juni, dimana pada 30 Juli lalu telah terjadi lebih dari 5.300 kasus baru, dengan total kasus aktif sebanyak 49 ribu kasus (covid19.go.id). Dirjen WHO menyatakan bahwa virus SARS Cov2 hingga saat ini masih belum dapat diprediksi jalur penyebaran maupun intensitasnya. Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengeluarkan kebijakan vaksin booster kedua bagi tenaga kesehatan sebagai bentuk perlindungan terhadap populasi berisiko tinggi. Ini menunjukkan bahwa kita belum dapat bernapas lega dari wabah COVID-19.
Sumber: https://www.nytimes.com/interactive/2021/world/covid-cases.html
Saat dunia masih berperang melawan pandemi COVID-19, sejak 13 Mei 2022 WHO menerima laporan adanya kasus monkeypox dari beberapa negara yang bukan endemik.(1) Sebanyak 98% orang yang terinfeksi merupakan pasangan gay atau pria biseks, dengan penularan melalui hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi.(2) Kasus ini belum ditemukan di Indonesia, namun di Singapura sudah terkonfirmasi setidaknya 11 kasus. Hal ini tentu saja perlu diwaspadai agar tidak menyebar di Indonesia. Meskipun demikian, pemerintah belum merasa perlu untuk melakukan vaksinasi monkeypox, dan masih fokus untuk meningkatkan cakupan vaksin COVID-19 yang masih rendah di beberapa daerah.
Rumah sakit saat ini berada pada fase recovery dari pandemi COVID-19 yang sebelumnya telah cukup menguras energi dan sumber daya. Sejak 2020, RS mengalami penurunan kunjungan pasien karena pada awal pandemi adanya himbauan dari pemeirntah untuk tidak ke fasilitas kesehatan pada kasus non emergency, munculnya rasa ketakutan masyarakat tertular COVID-19 saat di faskes, dan berkurangnya kapasitas pelayanan RS karena penerapan kebijakan new-normal dan berkurangnya tenaga kesehatan akibat sebagian tertular COVID-19. Situasi ini kemudian mengancam kemampuan RS untuk bertahan hidup dan berkembang. Penurunan kunjungan pasien jelas menurunkan pendapatan RS. Meskipun ada RS yang mendapatkan „keuntungan“ dari klaim penanganan pasien COVID-19, namun belum dapat dibuktikan apakah margin yang diperoleh sepadan dengan sumber daya yang telah dikeluarkan, dan tidak semua RS merupakan RS rujukan COVID-19.
Situasi pandemi yang belum sepenuhnya terkendali masih menjadi ancaman bagi RS untuk survive. Tidak semua inovasi pelayanan yang dikembangkan dalam situasi new normal menghasilkan return yang memadai bagi kebutuhan berkembang RS. Padahal situasi ini masih belum jelas kapan berakhir. RS juga masih menghadapi kemungkinan terjadinya lonjakan kasus kembali seperti yang telah terjadi pada periode Juni – September 2021 (varian Delta) dan periode Januari – Maret 2022 (varian Omicron).(3) Subvarian Omicron yang telah merebak di beberapa negara namun upaya vaksinasi COVID-19 baru mencapai 61,2% penduduk sasaran dan hanya 20-40% yang telah mendapat vaksin booster.(4) Artinya, penduduk Indonesia masih rentan terhadap virus SARS Cov2. RS membutuhkan Business Continuity Plan untuk memastikan dan mengamankan masa depannya dari kondisi chaos akibat pandemi maupun bencana lain, selain me – review rencana strategis yang telah dibuat.(5) Sebuah penelitian menemukan bahwa meskipun organisasi kesehatan lebih siap menghadapi pandemi dibandingkan dengan jenis – jenis bisnis lainnya, namun terdapat faktor lain yaitu ukuran organisasi (makin besar, makin siap), adanya staf profesional yang terlibat sebagai anggota penyusun disaster plan organisasi, dan persepsi terhadap risiko pandemi di tahun berikutnya.(6)
Dilihat dari tipenya, ada empat jenis disaster planning(7) yaitu:
- Mitigation planning; disusun sebelum terjadinya bencana, bertujuan untuk mengurangi risiko termasuk struktural dan nonstruktural
- Preparedness planning; disusun sebelum terjadinya bencana, bertujuan untuk mendesain upaya-upaya edukasi dan penjangkauan publik, membuat warning, pelatihan
- Response planning; rencana mengenai bagaimana menyelamatkan nyawa dan properti, bagaimana mengkoordinasikan respon
- Recovery planning; rencana yang dikembangkan setelah kejadian bencana, mengenai bagaimana membuka kembali, membangun kembali, dan memulai kembali, fokus utama perencanaan kesinambungan bisnis
Business Continuity Plan (BCP) adalah suatu rencana yang disusun untuk membantu sebuah organisasi menghadapi situasi atau kejadian luar biasa (insiden) yang menimbulkan situasi chaos. Rencana ini memuat informasi penting yang dibutuhkan organisasi agar dapat terus beroperasi selama terjadinya situasi chaos tersebut. BCP mengidentifikasi fungsi – fungsi penting organisasi, sistem dan proses – proses apa saja yang harus tetap berjalan dan bagaimana membuat sistem tetap berfungsi dan proses tetap berjalan selama terjadinya insiden dan perlu mempertimbangkan berbagai kemungkinan disrupsi yang dapat terjadi. BCP dapat memuat rencana menghadapi risiko bencana alam, bencana non alam, bahkan bencana akibat terorisme atau serangan cyber.(8) Ini tergantung pada seberapa jauh dampak yang dapat ditimbulkan oleh masing – masing kejadian dan bagaimana operasional organisasi terpengaruh dari kejadian tersebut.
Rumah sakit termasuk organisasi yang rentan terhadap kejadian bencana alam dan non alam. Meskipun belum pernah terjadi di Indonesia, namun risiko serangan cyber juga mengintai khususnya saat tranformasi digital menjadi salah satu strategi pengembangan sistem pelayanan kesehatan.
Langkah – langkah dalam menyusun BCP(8) yang dapat diadopsi untuk RS adalah sebagai berikut:
- Melakukan Risk Assessment (RA); yaitu mengidentifikasi risiko potensial yang dapat menghampiri RS Anda.
- Menyusun Business Impact Analysis (BIA); yaitu mengidentifikasi potensi kerugian atau kehilangan yang dapat dialami jika risiko – risiko di atas benar – benar terjadi terhadap RS Anda, mulai dari kehilangan pendapatan, penurunan produktivitas, hingga hilangnya reputasi. BIA disusun untuk setiap sistem dan proses kritikal. Pada tahap ini, Anda perlu mengidentifikasi proses yang dipengaruhi oleh kejadian (bencana/disrupsi) tertentu, mengidentifikasi jenis kehilangan/kerugian yang dapat timbul, mengkuantifikasi kehilangan yang dapat terjadi, menetapkan suatu recovery point objective (RPO) atau tujuan titik pemulihan yang menentukan jumlah kehilangan data maksimum yang dapat ditolerir, dan menetapkan suatu recovery time objective (RTO) atau tujuan waktu pemulihan yang menentukan durasi maksimum sistem atau proses down yang dapat ditolerir. Misalnya saat terjadi gempa bumi yang merusakkan struktur bangunan IGD RS Anda, maka fungsi pelayanan emergency di RS Anda harus dapat pulih kembali (dapat menangani pasien gawat darurat) dalam waktu maksimal 2 jam setelah kejadian, yang diukur dari lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan tenda darurat, SDM dan berbagai peralatan Lamanya waktu tergantung pada skala kejadian bencana dan kesiapan sumber daya rumah sakit, jadi ditentukan oleh masing – masing RS. Demikian juga setiap unit dalam RS memiliki kompleksitas yang berbeda – beda, sehingga juga dibutuhkan waktu yang berbeda – beda untuk mengaktifkan kembali unit – unit tersebut pasca kejadian bencana, Anda harus meletakkan prioritas pada unit yang paling kritikal terlebih dahulu.
- Mengembangkan Disaster Recovery Plan (DRP); dititikberatkan pada pemulihan data, sistem dan aplikasi organisasi. Anda dapat dan perlu mengembangkan DRP terpisah untuk setiap aplikasi dan sistem kritikal.
- Menyusun Business Continuity Plan (BCP); disusun untuk memastikan bisnis tetap berjalan meskipun Anda kehilangan sumber daya yang biasa ada pada situasi normal.
- Mengembangkan Crisis Management Strategy (CMS); Ini sebagian besar berkaitan dengan sisi manusia dari krisis. Bagaimana Anda memastikan keselamatan staf? Siapa yang berbicara dengan vendor, pelanggan, pemangku kepentingan internal, dan media Anda? Apa yang mereka katakan?
- Melakukan uji coba atau simulasi, untuk memastikan bahwa saat terjadi krisis rencana tersebut dapat dijalankan untuk menyelamatkan bisnis Anda. Lakukan perbaikan pada rencana, dan upayakan agar rencana ini diperbarui secara berkala, yang disesuaikan dengan perkembangan bisnis RS Anda serta perubahan risiko – risiko yang dihadapi.
Nantikan tulisan berikutnya mengenai cara menyusun Business Continuity Plan bagi RS (PEA).
Referensi
- https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2022-DON385
- John P. Thornhill, Sapha Barkati, Sharon Walmsley, Juergen Rockstroh, Andrea Antinori, Luke B. Harrison, Romain Palich, Achyuta Nori, Iain Reeves, Maximillian S. Habibi, Vanessa Apea, Christoph Boesecke. Monkeypox Virus Infection in Humans across 16 Countries — April–June 2022. The New England Journal of Medicine. DOI: 10.1056/NEJMoa2207323 (https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2207323)
- https://datastudio.google.com/u/0/reporting/fda876a7-3eb2-4080-92e8-679c93d6d1bd/page/h6oVB
- https://covid19.who.int/region/searo/country/id
- Lesson Learntdan Strategi ke Depan RS Menghadapi Pandemi COVID-19. https://manajemenrumahsakit.net/2021/01/lesson-learnt-dan-strategi-ke-depan-rs-menghadapi-pandemi-covid-19/
- Rebmann T, Wang J, Swick Z, Reddick D, delRosario JL Jr. Business continuity and pandemic preparedness: US health care versus non-health care agencies. Am J Infect Control. 2013 Apr;41(4):e27-33. doi: 10.1016/j.ajic.2012.09.010. Epub 2013 Jan 20. PMID: 23337305.
- Vicki-Lynn Brunskill. Business Continuity Plan (BCP). (https://www.techtarget.com/searchdisasterrecovery/definition/business-continuity-action-plan)
- The Ultimate Guide to Business Continuity. (https://www.coursehero.com/file/83106948/ebook-TheUltimateGuidetoBusinessContinuitypdf/)
Sangat bermanfaat dan bisa menjadi rujukan menasehatkan rumah sakit