NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Direktur Rumah Sakit Umum (RSUD) Nunukan, dr Dulman mengambil alih tanggung jawab penanganan pelayanan medis Hemodialisa (HD) atau pasien cuci darah pasca dimutasinya dr Rahma sebagai dokter spesialis dalam bersertifikat HD.
“dr Rahma satu-satunya dokter RSUD Nunukan bersertifikat HD memiliki kewenangan tanggung jawab terhadap pasien Hemodialisa,” kata Dulman pada Niaga.Asia, Minggu (20/03/2022).
Pasca pindah tugas ke Rumah Sakit (RS) Pratama Sebatik, penanganan pasien Hemodialisa tetap berjalan normal. Sambil menunggu dokter baru bersertifikat HD, tanggung jawab layanan cuci darah diambilalih direktur RSUD Nunukan.
Sebuah seharusnya tidak perlu dipermasalahkan karena sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) hendaknya menerima kebijakan pemerintah, apalagi menyangkut pelayanan kesehatan masyarakat.
Penempatan dr Rahma di suatu wilayah adalah konsep pemerintah dalam pemerataan kesehatan, dimana pulau Sebatik dengan jumlah penduduk cukup banyak tidak memiliki pelayanan dokter ahli atau spesialistik.
“Kemarin Sebatik ribut masalah pelayanan spesialis, padahal sarana dan prasarana spesialis RS Pratama ada,” bebernya.
Dulman menerangkan, dr Rahma sebenarnya tetap bisa menjalankan tugas pelayanan HD dengan sesekali datang ke RSUD Nunukan, melakukan supervisi dan melihat pelayanan pasien di ruang cuci darah.
Saat ini pelayanan Hemodialisa RSUD Nunukan menggunakan 4 unit peralatan dengan jumlah pasien rutin cuci darah sebanyak 22 orang. Pasien-pasien tersebut tetap dilayani pengobatannya seperti biasa.
“Kondisi pasien berbeda-beda, misalnya pasien sesak nafas konsultasi ke ICU atau penyakit dalam, memang persyaratan pelayanan Hemodialisa harus ada dokter bersertifikat HD,” terang Dulman.
Harus Sesuai Permenkes 812/2010.
Terpisah, Konsultan pelayanan kesehatan Hemodialisis Kaltara, Dr Gusti Hariyadi, MSC, SpPD-KGH mengatakan, pelayanan medis Hemodialisis harus memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 812/Menkes/PER/VII/2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Kesehatan.
“Salah satu syarat pelayanan Hemodialisa adalah memiliki dokter penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi atau dokter spesialis penyakit dalam terlatih bersertifikat pelatihan HD,” jelasnya.
Sebagai dokter ginjal RSUD Tarakan yang ditunjuk menjadi konsultan pelayanan Hemodialisa RSUD Nunukan, Gusti menerangkan peraturan Kemenkes RI harus dipatuhi sebagai syarat menyelenggarakan pelayanan medis.
Sehubungan mutasinya dr Rahma dari RSUD Nunukan sebagai satu-satunya dokter bersertifikat HD, maka hendaknya pelayanan Hemodialisa ditiadakan karena tidak memiliki dokter bersertifikat di tempat.
“Arti ditempat itu begini, seorang dokter boleh 2 atau 3 tempat praktek, tapi dalam area wilayah masuk akal, kalau dokternya berada di beda pulau tidak mungkin bisa,” jelasnya.
Gusti menyarankan sebaiknya pelayanan cuci darah di ruang HD RSUD Nunukan ditutup karena tidak layak menurut Permenkes RI. Tidak diperbolehkan dokter tanpa sertifikat HD mengambil alih tugas penanggung jawab penanganan Hemodialisa.
Secara sederhana, dirinya mencontohkan apakah layak sebuah pesawat terbang mengangkut penumpang diterbangkan oleh pilot yang tidak bersertifikat sesuai keahlian di bidang penerbangan.
“Sekarang ini bukan siapa bertanggungjawab, tapi tindakan itu menjadi masalah ketika tidak memenuhi peraturan. Ibarat pesawat tidak layak terbanglah,” katanya.
Sumber: niaga.asia