Dalam laporan WHO yang dipublikasikan pada 18 Januari lalu, Amerika, sebagian besar Eropa, Australia dan sebagian kecil Asia telah mengalami lonjakan lebih dari 300 ribu kasus per 100 ribu populasi. Hal ini tampaknya berkaitan dengan munculnya varian baru COVID-19, yaitu Omicron (B.1.1.529), yang oleh WHO disebut sebagai Variant of Concern (VOC) SARS-CoV-2 kelima, terkait dengan besarnya jumlah mutasi, perubahan indikatif epidemiologi COVID-19 yang merusak, serta potensi risiko terjadinya infeksi ulang.
Gambar Peta Penyebaran COVID-19 per 100 ribu populasi berdasarkan negara, teritorial, dan area, per 10 – 16 Januari 2022 (WHO, 2022)
Norwegia misalnya pada pertengahan Desember 2021 memprediksi akan akan lonjakan kasus 90 ribu hingga 300 ribu per hari pada awal 2022, dimana 50 – 200 diantaranya akan membutuhkan perawatan di RS, jika tindakan pencegahan tidak dilaksanakan secara efektif. Di Inggris pada akhir 2021 tercatat hampir 200 ribu pasien terkonfirmasi positif Omicron, sejak ditemukannya varian ini pertama kali di Afrika Selatan pada 24 November 2021. Angka ini diperoleh dengan melakukan identifikasi melalui sequencing atau genotyping (SGTF). Dari jumlah tersebut, 815 yang sudah terkonfirmasi dirujuk ke IGD berbagai RS di seluruh Inggris.
Di Amerika Serikat, kasus Omicron telah menyebabkan lonjakan kunjungan pasien di Departemen Pediatri sebesar 66% menjadi 378 kunjungan per hari, pada awal 2022. Puncak lonjakan kasus COVID-19 sebelumnya terjadi pada September 2021 dengan jumlah kunjungan 342 per hari. Artinya, lonjakan kunjungan pasien pada awal 2022 telah melebihi lonjakan kasus yang terjadi pada September lalu. Hal ini disebabkan karena anak – anak dan lansia merupakan kelompok rentan karena banyak yang belum mendapatkan vaksin. Namun, sebuah studi yang diungkap oleh New York Times pada pertengahan Januari ini menemukan bahwa dari 70 ribu pasien di negara bagian California, sangat sedikit yang membutuhkan perawatan di RS, meskipun tingkat penularannya lebih tinggi dibanding varian sebelumnya. Salah satu dugaan mengenai penyebabnya adalah karena orang – orang yang terkena Omicron sudah memiliki kekebalan yang berasal dari vaksin maupun infeksi yang dialami sebelumnya.
Indonesia mulai mengalami eskalasi kasus harian sejak awal Januari 2022 setelah pada Desember sempat mencapai titik terendah sepanjang 2021. Sebelumnya, pada 15 Desember ditemukan virus Omicron pertama kalinya pada petugas di Wisma Atlet, yang tidak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri. Setelah Kemenkes melakukan penelusuran, diduga virus tersebut berasal dari pasien di Wisma Atlet yang baru tiba dari Nigeria 18 hari sebelumnya. Kematian pertama akibat Omicron tercatat sebanyak 2 kasus pada 22 Januari 2022.
Jumlah kasus baru tertinggi pada minggu lalu terjadi pada Sabtu, 22 Januari, mencapai 3.205 kasus. Jumlah ini sedikit menurun di hari berikutnya menjadi 2.925 kasus. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah kasus aktif terbanyak, yaitu 8.961 kasus, disusul Jawa Barat (3.454 kasus), Banten (2.393 kasus) dan Jawa Tengah 1.152). Diantara kasus ini, banyak yang ditemukan di sekolah saat pembelajaran tatap muka (PTM) dimulai. Ini menyebabkan Beberapa sekolah ditutup sementara untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.
Gambar Kasus Harian COVID-19 di Indonesia pada 10 – 23 Januari 2022. Sumber: datastudio.google.com (diakses pada 23 Januari 2022)
Meskipun data menunjukkan bahwa sangat sedikit pasien terkonfirmasi varian Omicron yang membutuhkan perawatan di RS, namun data yang tersedia masih sangat terbatas, baik mengenai severity klinis maupun efektivitas vaksin, sehingga eskalasi kasus ini tetap perlu diwaspadai. Menurut WHO, ancaman terbesar dari Omicron tergantung pada: 1) kecepatan transmisi, 2) cakupan vaksinasi, 3) tingkat virulensi dibandingkan varian lain, dan 4) pemahaman masyarakat terhadap dinamika ini, memahami risiko dan mematuhi langkah pencegahan. Untuk itu, WHO menyarankan agar negara – negara anggotanya melakukan langkah – langkah prioritas, berupa:
- Secara reguler melihat kembali dan merevisi rencana nasional masing – masing
- Mencegah rantai penularan melalui 5M dan meningkatkan surveilens
- Memastikan dikembangkannya rencana mitigasi agar pelayanan kesehatan esensial tetap dapat dilaksanakan ditengah lonjakan kasus
- Mengakselerasikan cakupan vaksin pada kelompok rentan, karena varian Delta masih mendominasi sedangkan Omicron menyebar dengan cepat
- Memastikan early warning system bekerja dengan baik
- Meningkatkan upaya surveilens, termasuk meningkatkan testing dan sequencing
- Melaporkan setiap kejadian kasus Omicron, pada setiap kemunculan klaster maupun pada laporan mingguan
- Kebijakan mengenai perjalanan internasional perlu diatur ulang berdasarkan tingkat risiko
Terkait dengan kesiapan sistem pelayanan kesehatan, antisipasi perlu dilakukan terhadap potensi meningkatnya kasus yang dapat membebani sistem. Untuk itu, perlu ada rencana mitigasi untuk menjaga agar pelayanan kesehatan esensial tetap dapat berlangsung, sementara sumber daya kesehatan juga disiapkan untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19. COVID-19 essential Supplies Forecasting Tool dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan APD, diagnostik, oksigen, dan terapetik. Training dan training ulang tenaga kesehatan dengan materi yang terstandarisasi harus dilanjutkan berdasarkan pathway COVID-19.
Meskipun cakupan vaksinasi masyarakat Inggris termasuk tertinggi di dunia, dan terdapat bukti – dari data yang masih sedikit – bahwa masyarakat yang telah mendapat 2x vaksin dan booster lebih kecil kemungkinannya untuk membutuhkan layanan rumah sakit, namun tetap saja Pemerintah Inggris menyiapkan diri menghadapi lonjakan pasien akibat Omicron. Pusat penanganan lonjakan kasus COVID-19 yang disebut sebagai Nightingale ini berupa kapasitas tambahan setidaknya 100 TT di halaman depan setiap RS di seluruh Inggris. Langkah ini dianggap akan meningkatkan resiliensi sistem, dimana kapasitas tambahan tersebut cukup fleksibel untuk menerima tambahan tenaga, peralatan, maupun pasien.
Di Amerika, Presiden Biden telah menegaskan adanya aksi – aksi baru untuk memperkuat RS dalam mengantisipasi lonjakan kasus. Cakupan vaksin COVID-19 di Amerika telah mencapai 75% warga dewasa dan satu juta booster disuntikkan setiap harinya. Pemerintah juga memastikan bahwa setiap negara bagian dan sistem kesehatan memiliki tenaga, tempat tidur, dan logistik medis yang memadai untuk menghadapi lonjakan pasien khususnya dari kelompok yang belum tervaksin. Langkah yang dilakukan antara lain:
- Mengerahkan tenaga medis tambahan, dnegan memobilisasi tenaga kesehatan militer ke RS – RS pusat penanganan COVID-19, serta memobilisasi tenaga medis federal ke negara – negara bagian yang membutuhkan secepatnya.
- Menambah kapasitas RS dengan mengaktivasi Tim Federal Emergency Management Agency (FEMA) untuk membantu negara – negara bagian dalam menambah kapasitas pelayanan COVID-19 – nya, memberikan dukungan bagi RS – RS untuk mendaftarkan tambahan kapasitas dan fasilitasnya, memobiliasi ambulans dan tim Tanggap Darurat untuk memindahkan pasien ke RS yang tempat tidurnya masih tersedia.
- Menyediakan logistik kritikal, mengambil dari cadangan nasional dan memobilisasi ventilator ke negara – negara bagian.
Sementara itu, selain meningkatkan cakupan vaksin, Kementerian Kesehatan Singapura sudah memiliki rencana mitigasi untuk meningkatkan kapasitas RS publik dan ICU jika diperlukan. Pemerintah Singapura pada Oktober tahun lalu mengalihfungsikan Singapore Hall Expo dan beberapa fasilitas umum lain menjadi COVID-19 Treatment Facilities (CTFs), kini bersiap meningkatkan kapasitas CTFs tersebut. Fasilitas – fasilitas ini akan digunakan untuk merawat pasien COVID-19 yang kondisinya sudah lebih stabil, sehingga RS fokus merawat pasien dengan tingkat severity yang lebih berat. CTFs dimonitor oleh tenaga kesehatan di RS. Oleh karenanya, peningkatan tenaga kesehatan juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di RS maupun CTFs.
Di Indonesia, pemerintah mendorong RS melakukan langkah kontingensi, yaitu mengkonversi tempat tidur untuk pasien COVID-19 jika kapasitas sudah terisi sebanyak 60%. Hal ini karena berdasarkan Surat Edaran No. HK.02.01/MENKES/1391/2021 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus COVID-19 Varian Omicron (B.1.1.529) menyebutkan bahwa seluruh kasus probable dan konfirmasi varian Omicron harus dirawat di RS. Secara keseluruhan ada lebih dari 1000 RS dengan lebih dari 82 ribu tempat tidur di seluruh Indonesia yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan kasis COVID-19 khususnya yang disebabkan oleh varian Omicron. Untuk meningkatkan efektivitas pelayanan, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan 17 platform telemedicine untuk memastikan pasien yang telah sembuh dan melanjutkan perawatan di rumah tetap dapat mengakses obat – obatan yang dibutuhkan dan dalam pengawasan tenaga kesehatan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah mengantisipasi melonjaknya kebutuhan obat – obatan antiviral yang stoknya telah disiapkan. (Putu Eka Andayani)
Referensi
A new Covid-19 treatment facility in Singapore (tersedia di: https://surbanajurong.com/sjconnects/a-new-covid-19-treatment-facility-in-singapore/)
COVID-19 Weekly Epidemiological Update (tersedia di: https://www.who.int/publications/m/item/weekly-epidemiological-update-on-covid-19—18-january-2022)
FACT SHEET: President Biden Announces New Actions to Protect Americans and Help Communities and Hospitals Battle Omicron (tersedia di: https://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-releases/2021/12/21/fact-sheet-president-biden-announces-new-actions-to-protect-americans-and-help-communities-and-hospitals-battle-omicron/)
NHS plans new Nightingale facilities in response to Omicron (tersedia di: https://www.england.nhs.uk/2021/12/nhs-plans-new-nightingale-facilities-in-response-to-omicron/)
What is a COVID-19 Treatment Facility (CTF)? (tersedia di: https://ask.gov.sg/questions/503)
WHO Coronavirus (COVID-19) Dashboard (tersedia di: https://covid19.who.int)