Pandemi COVID-19 telah membuka realita bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia memiliki banyak kerentanan. Meskipun sudah memiliki Hospital Disaster Plan dan bahkan melakukan exercise atau simulasi, ternyata RS masih tidak siap dan rentan terhadap kejadian non alam. Situasi ini dapat berpengaruh pada kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien COVID-19 maupun non COVID-19. Selain ketidaksiapan sistem di RS secara keseluruhan, RS juga mengalami perubahan situasi dimana jumlah kunjungan pasien non COVID-19 menurun drastis, sedangkan pasien COVID-19 meningkat jumlahnya. Dampaknya, RS harus mengatur ulang sumber dayanya, agar idle capacity pada area pelayanan non COVID-19 dapat dimanfaatkan untuk mengisi kekurangan – kekurangan yang terjadi pada area pelayanan untuk pasien COVID-19. Mobilisasi sumber daya ini berdampak pada peningkatkan kebutuhan spesifik untuk menyelenggarakan layanan COVID-19 dalam kapasitas lebih besar, antara lain kebutuhan SDM khusus, alkes, APD, hingga sarpras berupa ruang perawatan yang harus didesain khusus menggunakan tekanan negatif. Semua ini menimbulkan konsekuensi finansial yang tidak mudah untuk dipenuhi, terutama jika RS mengandalkan pendapatan dari pasien non COVID-19 yang jumlahnya justru menurun secara signifikan. Keseluruhan situasi ini dapat mempengaruhi kemampuan rumah sakit untuk menghadirkan pelayanan yang bermutu dan aman bagi pasien.
Sebuah artikel opini yang dimuat di JAMA Network pada Juni 2020 lalu mengenai kondisi pengukuran mutu pelayanan di fasilitas kesehatan di AS pada era pandemi COVID-19 menyebutkan the Center for Medicare and Medicaid Services (CMS) pada Maret telah mengumumkan adanya pengecualian terhadap pengumpulan data program mutu pelayanan kesehatan, karena RS dan nakes harus berfokus pada kemungkinan terjadinya lonjakan pasien COVID-19. Pengecualian ini berupa tidak akan digunakannya data pada semester pertama 2020 untuk pengukuran mutu yang menjadi dasar pembayaran klaim ke RS. Pengumuman ini diikuti dengan pengumuman serupa dari berbagai organisasi pengukuran mutu pelayanan kesehatan lainnya. Situasi ini mendapat kritik dimana kelonggaran pengukuran data mutu pelayanan tidak perlu dilakukan jika saja pendekatan pengukuran kualitas pelayanan tidak bergantung pada terlalu banyak abstraksi manual dan intervensi manusia. Selain itu, ada jeda waktu yang cukup panjang antara pemberian pelayanan dengan pelaporan mutunya (sampai dengan 12 bulan). Ini menyebabkan umpan balik dari hasil penilaian mutu menjadi kadaluwarsa karena situasinya sudah lama terlewat. Padahal umpan balik sangat penting untuk perbaikan mutu berkelanjutan, dan ini hanya efektif jika umpan balik diberikan tepat waktu (Austin JM and Kachalia A, 2020; Salzberg CA, Kahn CC, 2021).
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan menerbitkan peraturan mengenai Komite Mutu RS (Permenkes No. 80/2020). Peraturan ini mengamanatkan RS untuk meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan melalui penyelenggaraan tata kelola mutu RS yang baik. Tata kelola mutu ini diselenggarakan oleh komite mutu. Peraturan ini berlaku untuk seluruh pelayanan di RS, termasuk penyelenggaraan pelayanan untuk pasien COVID-19. Artinya, dengan situasi pandemi atau tidak, RS berkewajiban untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien adalah pelayanan yang memenuhi standar – standar mutu dan keamanan.
Sebelumnya sistem akreditasi RS yang dikembangkan oleh KARS telah mengadopsi situasi pandemi COVID-19 kedalam SNARS. Adopsi ini didasari oleh karena pandemi COVID-19 akan berdampak pada banyaknya kasus yang masuk ke RS. Untuk itu RS perlu memiliki Hospital Disaster Plan dan skenario dalam penempatan pasien infeksius, yang menjadi standar dan elemen dalam penilaian akreditasi.
Kementerian Kesehatan juga telah mengadopsi tool berupa checklist (daftar tilik) yang dikembangkan oleh WHO mengenai kesiapan RS dalam menghadapi bencana, termasuk pandemi. Checklist ini bertujuan untuk memastikan rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu bagi pasien COVID-19 maupun non COVID-19. Ada dua belas indikator yang ada pada checklist tersebut yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan mutu dan keselamatan pasien di RS, yaitu:
- Kepemimpinan dan manajemen insiden
- Koordinasi dan komunikasi
- Manajemen pengawasan dan informasi
- Komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat
- Administrasi, keuangan, dan keberlangsungan bisnis
- Sumber daya manusia
- Kapasitas lonjakan
- Keberlanjutan layanan dukungan penting
- Manajemen pasien
- Kesehatan kerja, kesehatan mental, dan dukungan psikososial
- Identifikasi dan diagnosis yang cepat
- Pencegahan dan pengendalian infeksi
Checklist di atas telah digunakan untuk menilai kesiapan beberapa RS menghadapi pandemi, namun belum ada laporan resmi yang dirilis berkaitan dengan hasil penilaian tersebut. Dengan mengikuti parameter yang ada pada dua belas indikator tersebut, diharapkan RS menjadi lebih siap menghadapi berbagai kemungkinan pandemi sambil tetap menjaga mutu dan keselamatan pasien yang dilayaninya.
Namun tidak banyak studi mengenai kualitas pelayanan RS di Indonesia yang dipublikasikan secara luas. Studi yang dilakukan mayoritas mengukur mutu pelayanan dari tingkat kepuasan pasien, seperti yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RS Siloam TB Simatupang pada September 2020 lalu. Pengukuran yang dilakukan terhadap lima dimensi mutu, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy ini menyimpulkan bahwa ada sedikit perbedaan kepuasan, dimana pasien pada era pandemi COVID-19 memiliki tingkat kepuasan yang lebih baik dibandingkan dengan pasien pada era sebelum pandemi COVID-19 (Sembiring DA, Nurwahyudi A, dan Sulistiadi W, 2020).
Sebagai bechmark, sebuah studi dilakukan di Spanyol pada 2021. Studi ini meneliti tentang kepuasan pasien COVID-19 dan non COVID-19 yang telah menjalani rawat inap, menggunakan instrumen Net Promoters Score. NPS adalah sebuat metode pengukuran kepuasan pasien dengan menanyakan seberapa ingin pasien tersebut merekomendasikan RS ini kepada keluarga atau koleganya. Studi ini menemukan bahwa kepuasan pasien pada awal pandemi menurun dibandingkan dengan sebelum pandemi. Buruknya kualitas pelayanan yang dipersepsikan oleh pasien COVID-19 terhadap tindakan asisten perawat disebabkan karena staf RS menyadari tingginya risiko mereka akan terpapar COVID-19 dan ini menimbulkan stress pada pekerjaan, yang juga diakibatkan karena perubahan kebijakan RS sejak pandemi. Penelitian ini menyarankan agar manajemen RS menyusun strategi untuk mengurangi tingkat stress pada staf RS melalui penyediaan APD yang cukup sebagai perlindungan bagi nakes disertai dengan training yang cukup mengenai penanganan pasien COVID-19 yang benar dan aman. Prosedur pelayanan dapat dilihat kembali dan diperbaiki untuk meningkatkan kemampuan RS dan nakes dalam meng-handle pandemi dimasa mendatang.
Amerika mengakui belum mengetahui apa dampak pandemi COVID-19 terhadap mutu layanan klinis, meskipun kasus Hospital Acquired Infection (HAI) mulai meningkat sejak pandemi. Penelitian lain menunjukkan bahwa angka readmisi dan kematian lebih tinggi pada 10 hari pertama setelah pasien COVID-19 dipulangkan (Salzberg CA, Kahn CC, 2021). Dengan demikian, penting untuk mengamati data secara time series untuk dapat dianalisis dalam rangka pemahaman yang lebih baik mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap mutu pelayanan di RS dan bagaimana pengukurannya.
Referensi
Austin JM, Kachalia A. The State of Health Care Quality Measurement in the Era of COVID-19: The Importance of Doing Better. JAMA. 2020;324(4):333–334. doi:10.1001/jama.2020.11461
Salzberg CA and Kahn CC. COVID-19 will upend hospital reporting and value-based programs for years to come. HealthAffairs, 2021.
Sembiring DA, Nurwahyuni A, Sulistiadi W. Analysis Study of The Comparative Quality of Patient Services Before and After Covid-19 Pandemic in Installation of Siloam Hospital TB Simatupang Installation. Childhood Stunting, Wasting, and Obesity, as the Critical Global Health Issues: Forging Cross-Sectoral Solutions [Internet]. Masters Program in Public Health, Universitas Sebelas Maret; 2020; Available from: http://dx.doi.org/10.26911/the7thicph.04.23
WHO. Rapid hospital readiness checklist. A module from the suite of health service capacity assessment in the context of COVID-19 pandemic; 2020.