Jakarta: Komisi E DPRD DKI Jakarta mendesak rumah sakit umum daerah (RSUD) di Ibu Kota mengevaluasi pengelolaan limbah medis. Sebab, persoalan tersebut tengah menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Peningkatan limbah medis ini selama covid-19 berlangsung lama dan panjang, sehingga tonase-nya banyak sekali dan harganya berfluktuasi,” ujar Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Iman Satria, dilansir Media Indonesia, Kamis, 3 Juni 2021.
KPK, kata dia, menemukan sejumlah masalah tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari fasilitas kesehatan. Sejumlah kasus pembuangan limbah medis di tempat publik terungkap. Hal ini diperburuk terbatasnya jumlah dan kapasitas pengolahan hingga lemahnya pengawasan.
Komisi E meminta seluruh RSUD di DKI Jakarta melakukan pembenahan, sehingga pengelolaan limbah medis berlangsung transparan dan akuntabel. “Karena cukup besar, kalau 1 ton sehari dikalikan 30 hari angkanya cukup besar,” kata Iman.
RSUD Cengkareng mengaku terus berupaya mengendalikan penanganan limbah medis di masa pandemi covid-19. Apalagi, jumlah limbah medis naik signifikan di RSUD Cengkareng.
“Biasanya per hari 600-700 kilogram. Dengan adanya covid-19, bisa 1.000 sampai 1.200 (per hari). Namun pada Mei dan Juni ini sudah mulai menurun,” kata Direktur RSUD Cengkareng Bambang Suheri.
Pihaknya terus memperhatikan aspek kesehatan lingkungan sekitar dalam pengelolaan limbah medis. RSUD Cengkareng juga telah bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengelolaan limbah medis di tengah pandemi covid-19.
Hal senada juga dikatakan Direktur RSUD Tarakan Jakarta, Dian Ekowati. Jumlah limbah medis di RSUD tarakan meningkat. Umumnya akibat pemakaian alat pelindung diri (APD) lengkap untuk penanganan pasien covid-19.
“Kalau biasanya antara 300 (APD), kemarin bisa sampai dua kali lipatnya,” kata Dian.
Dian memastikan RSUD Tarakan disiplin dalam pengelolaan limbah medis. Pengawasan ketat tetap dilakukan meski pengelolaan limbah medis di RS Tarakan dilakukan bersama pihak ketiga melalui proses lelang.
“Kami mempihakketigakan karena tidak memiliki insinerator dan lahan untuk mengelola limbah secara memadai,” ungkap Dian.
Sumber: medcom.id