- Situasi Terkini
Sebelum memasuki 2021, beberapa negara telah dilaporkan mengalami gelombang kedua pandemi COVID-19. Pada awal Januari 2020, WHO melaporkan bahwa secara global telah ada lebih dari 4 juta kasus baru dalam satu minggu terakhir sehingga menambah jumlah kumulatif kasus COVID-19 menjadi 90.6 juta (data 11 Januari 2021). Meskipun seminggu terakhir terjadi penurunan kasus 2%, namun ada 76 ribu kematian baru, dimana jumlah ini meningkat 3% dari minggu sebelumnya.
Jika dilihat per regional, Asia Tenggara sudah mengalami puncaknya pada September 2020 dan jumlah penambahan kasusnya terus menurun hingga kini. Namun di Indonesia jumlah rata – rata kasus harian masih terus meningkat. Data dari situs covid19-go-id yang diakses pada 11 Januari 2021 menunjukkan jumlah kasus harian mencapai puncak tertinggi pada 8 Januari yaitu 10.417 kasus dan setelahnya menurun hingga 8.692 kasus pada 11 Januari 2021.
Sumber: https://covid19.go.id/peta-sebaran
Dengan peningkatan konstan yang terjadi sejak awal November 2020, kasus aktiv saat ini bejumlah lebih dari 123 ribu, kasus sembuh lebih dari 688 ribu dan meninggal lebih dari 24 ribu.
Hasil riset PKMK menunjukkan bahwa sistem komando pada RS – RS di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta belum maksimal untuk menghadapi pandemi COVID-19. Hospitar Disaster Plan yang telah disusun oleh RS hanya mencakup rencana penanganan bencana alam, tidak memuat rencana respon terhadap bencana non alam. RS membangun sistem komando dengan cara membentuk satgas COVID-19. Namun pembagian tugas, alur komunikasi, dan perencanaan dalam satgas tersebut masih perlu ditingkatkan agar dapat berfungsi maksimal dalam upaya – upaya penanganan pasien COVID-19 di RS.
Selain RS Darurat COVID-19, banyak pemerintah derah yang kemudian berinisiatif untuk mengembangkan shelters sebagai tempat isolasi pasien tanpa gejala maupun tempat perawatan pasien bergejala ringan hingga sedang. Sistem komando makin diperlukan untuk mengintegrasikan penanganan COVID-19 diberbagai fasilitas tersebut.
- Pembelajaran dari pandemi COVID-19 untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik
Hal pertama yang dialami rumah sakit saat pandemi melanda adalah kekurangan logistik, khususnya APD. Naiknya demand secara tiba – tiba tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dan percepatan distribusi, sehingga demand lebih tinggi daripada supply dan ini berimbas pada harga. Bahkan untuk masker N95 terjadi kelangkaan sehingga RS bertahan dengan menerapkan strategi re-use. Dengan pulihnya kapasitas produksi dan membaiknya sistem distribusi, kebutuhan APD di berbagai fasilitas kesehatan cenderung terpenuhi. Hasil kajian terhadap pembelajaran dari pandemi COVID-19 yang disusun oleh Bappenas bekerjasama dengan UGM menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas produksi sebagian besar farmasi dan alat kesehatan (farmalkes) dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri. Namun hal tersebut membutuhkan dukungan kebijakan, misalnya mekanisme pembayaran yang lebih pendek dan sederhana dari instansi pemerintah untuk menjamin kemampuan produksi dan distribusi.
Selain masalah farmalkes, studi ini juga menemukan bahwa kecukupan jumlah dan jenis SDM, kapasitas fisik ruang perawatan dan alat medis, mekanisme rujukan, hingga kapasitas penanganan limbah pasien COVID-19 di RS juga masih bermasalah. Untuk membenahi hal tersebut, selain reformasi kebijakan dan kerjasama lintas sektor, juga diperlukan peran serta aktif pemerintah daerah, organisasi profesi, dan berbagai stakeholders lainnya untuk meningkatkan kapasitas penanganan pandemi. Banyak rekomendasi yang telah dibangun dan disampaikan kepada para pembuat kebijakan, antara lain memastikan standar keselamatan nakes, regionalisasi penanganan COVID-19 agar sumber daya bisa terdistribusi lebih merata, sistem informasi dan implementasi yang lebih baik untuk mendukung proses rujukan pasien, optimalkan telemedicine, mendorong kemampuan industri pendukung kesehatan dalam negeri, serta leadership di berbagai level sistem kesehatan untuk menjamin kontinuitas pelayanan kesehatan yang bermutu.
- Strategi Ke Depan
RS masih akan menghadapi ketidakpastian pada 2021. Meskipun pemerintah telah mulai mendistribusikan vaksin dan izin edar dari BPOM telah keluar, namun terkendali tidaknya pandemi tetap bergantung pada pelaksanaan 3M dan 3T. Ditambah lagi dengan temuan terbaru bahwa efektivitas vaksin di indonesia hanya sekitar 63%. Bagi RS, semua ini adalah faktor eksternal yang berada di luar kendali. Apalagi saat ini transmisi sudah terjadi di level keluarga, sehingga pengendalian menjadi lebih sulit dan kompleks. Oleh karenanya, RS sebaiknya menyusun strategi antisipasi dengan berbagai skenario, yang secara garis besar terdiri dari skenario bila pandemi terkendali dan skenario bila pandemi tetap tidak terkendali.
Belajar dari pengalaman pada 2020, antisipasi sebaiknya dilakukan pada skenario terburuk, yaitu apabila vaksin tidak berhasil dan pandemi tetap sulit dikendalikan. Artinya, RS harus mengantisipasi surge of patient terkonfirmasi COVID-19 khususnya yang bergejala sedang dan berat. Saat ini beberapa daerah sudah menerapkan kebijakan dimana seluruh RS bisa merawat pasien COVID-19, jadi kapasitas pelayanan COVID-19 tidak terbatas hanya pada RS rujukan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Rekomendasi dari penelitian PKMK tahun 2020 menyebutkan bahwa RS perlu melakukan penyesuaikan terhadap cara – cara bekerja dan melayani pasien, yang dikenal dengan istilah “the new normal” atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai tatanan baru untuk beradaptasi dengan COVID-19, dengan melakukan perubahan pada aspek teknis maupun strategis. Di aspek teknis misalnya memisahkan area infeksius dan non infeksius, menerapkan penggunaan APD untuk seluruh petugas RS, namun dengan level berbeda sesuai dengan risiko area kerjanya, memastikan logistik medis cukup dan kontinuitas terjaga untuk menjamin mutu dan keselamatan. Pada aspek strategis, ada investasi baru yang perlu dilakukan oleh RS, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi. Investasi baru dapat berupa renovasi ruang untuk memenuhi standar pelayanan COVID-19, menambah kapasitas ruang isolasi maupun ICU, serta investasi peralatan baru, misalnya ventilator maupun mesin PCR. Penguatan kemampuan dalam layanan telemedicine juga harus serius dilakukan, sebagai masa depan layanan kesehatan. Untuk dapat mengakomodir seluruh perubahan tersebut, RS perlu mengevaluasi kembali rencana strategis dengan mengadopsi prinsip business continuity plan agar RS survive melewati masa pandemi, termasuk menghitung kebutuhan pendanaan dan mengidentifikasi peluang sumbernya (PEA).
Referensi
- WHO (2021, January). Weekly Epidemiological Update-5 January 2021. World Health Organization. https://www.who.int/publications/m/item/weekly-epidemiological-update—5-january-2021
- https://covid19.go.id/
- https://bencana-kesehatan.net/index.php/65-agenda/4081-diseminasi-hasil-penelitian-online-kajian-kesiapsiagaan-rumah-sakit-dalam-menghadapi-pandemi-covid-19-berbasis-sistem-komando-di-wilayah-diy-dan-dki-jakarta#reportase
- https://manajemencovid.net/
- https://manajemencovid.net/2020/08/17/kerangka-acuan-kegiatan-diskusi-update-situasi-pandemi-covid-19-provinsi-diy-dan-persiapan-menghadapi-surge-capacity/