MAKASSAR– Pandemi virus corona (Covid-19) ikut mempengaruhi layanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji.
Jika di waktu normal, dalam sehari bisa melayani sampai 200 pasien. Namun kini, selama pandemi Covid-19, hanya sekitar 20 pasien.
Berkurangnya jumlah pasien ini, ikut mempengaruhi pendapatan RS milik Pemprov Sulsel yang sudah menerapkan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ini.
“Kita punya sekitar 298 outsourcing yang gajinya bersumber dari pendapatan murni BLUD bukan dari APBD. Kami khawatir dengan kondisi ini, kami hanya mampu membayar gaji mereka sampai bulan Oktober,” jelas Dirut RSUD Haji, Haris Nawawi, Rabu (26/8/2020).
Selama ini, kata Haris, upah tenaga outsourcing dibayarkan dengan menggunakan sisa pendapatan tahun 2019 sebesar Rp4 miliar. Hanya saja, anggaran ini dinilainya mampu bertahan hingga bulan Oktober.
Untuk itu, saat dikunjungi legislator DPRD Sulsel, Haidar Madjid. Pihaknya menyampaikan masalah tersebut agar bisa dibahas bersama DPRD.
Selain masalah outsourcing, Haris juga meminta bantuan DPRD untuk pembahasan master plan RSUD Haji. Hal ini sangat penting untuk pengembangan RSUD ke depannya.
“Kita ingin punya arah kebijakan ke depan soal fisik, SDM hingga sarana dan prasarana rumah sakit. Dari segi SDM, kita sudah cukup memadai, mulai dari dokter umum, gigi dan dokter ahli dan tenaga kesehatan lainnya sudah lengkap,” jelasnya.
Sementara itu, anggota DPRD Haidar Majid mengungkapkan kunjungannya ke RSUD Haji, Rabu (26/8/2020) untuk melihat langsung kondisi yang ada.
“Selama ini pelayanan tetap berjalan sesuai protokol kesehatan. Terlebih RS ini bukan rujukan Covid-19. Soal outsourcing dan masterplan akan dibahas lewat rapat bersama teman-teman di DPRD,” sebutnya.
Politukus Demokrat itu menyebutkan RSUD Haji selama ini menjadi andalan pemerintah untuk menerima rujukan dari daerah, utamanya Sulsel bagian selatan. Karena itu, penting untuk memikirkan pengembangan RS ke depannya. (msn/fajar)
Sumber: fajar.co.id