Reportase Webinar
Community of Practice for Health Equity
How COVID-19 Burdened Equity in Education and Health for Special Need Children
16 Juli 2020
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan penghentian sistem pembelajaran tatap muka pada mayoritas sekolah dan universitas di Indonesia. Perubahan sistem pembelajaran menjadi metode digital dan daring menimbulkan beberapa permasalahan bagi banyak pelajar. Namun perubahan metode pembelajaran ini memiliki dampak yang jauh lebih besar bagi para penyandang disabilitas. Webinar yang diadakan pada 16 Juli 2020 mengundang tiga panelis, diantaranya Risna Utami, Nila Tanzil, dan Abelardo Apollo Ilagan David, Jr. untuk membahas mengenai kesetaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus selama dan setelah pandemi COVID-19. Webinar ini dimoderatori oleh Muhammad Zulfikar Rakhmat.
Risna Utami, anggota United Nations Committee on the Rights of Persons With Disabilities (CRPD), memberi sudut pandang mengenai pentingnya penegakan hak penyandang disabilitas dan strategi umum nasional untuk menginklusi para penyandang disabilitas. CRPD berperan sebagai instrumen HAM internasional dan nasional dalam upaya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak difabel di Indonesia. Indonesia, sebagai salah satu dari 183 negara yang sudah meratifikasi CRPD, memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan menghormati hak para penyandang disabilitas. Pada hakikatnya, para penyandang disabilitas bukan terhambat oleh disabilitas yang mereka miliki, melainkan partisipasi mereka akan hak – hak mendasar mereka terhambat karena faktor lingkungan yang kurang mengakomodasi (environmental barriers) dan keterbatasan dukungan yang tersedia bagi mereka. Rintangan utama dalam mewujudkan partisipasi penyandang disabilitas adalah kurangnya kesadaran pemerintah dan para stakeholder mengenai ketimpangan dan hak yang dimiliki para penyandang disabilitas. Beberapa prinsip dari CRPD yang telah dibahas dalam webinar ini adalah aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas (pasal 9) dan pendidikan yang inklusif (pasal 24). Anak – anak penyandang disabilitas masih menghadapi kendala aksesibilitas dan diskriminasi, baik dari keluarga, sekolah, maupun pemerintah karena rendahnya kesadaran bahwa anak – anak penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan anak – anak lain, dan patut menerima pendidikan inklusif. Proses perwujudan pendidikan yang inklusif adalah perjuangan yang progresif, terutama pada masa pandemi COVID-19 ini. Namun urgensi dari masalah ini harus disadari. Semua anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan layak. Membangun partnership antara pemerintah, akademisi, dan organisasi penyandang disabilitas adalah kunci dari mengatasi ketimpangan pendidikan terhadap anak penyandang disabilitas.
Nila Tanzil, Senior Equity Initiative Fellow dan pendiri dari Taman Bacaan Pelangi membahas mengenai aksesibilitas pendidikan di daerah pelosok selama COVID-19. Pandemi ini mengancam kesetaraan pendidikan di Indonesia. Sebanyak 45 juta siswa di Indonesia terdampak telah terdampak dan kehilangan akses terhadap pendidikan. Menurut data dari INOVASI 2020, hanya 24% siswa di Indonesia mendapat akses online learning karena penduduk di daerah pedesaan dan pelosok mengalami banyak kesulitan dalam sistem daring. Situasi ini dikhawatirkan akan meningkatkan kesenjangan tingkat pendidikan antara anak – anak dari pedesaan dan anak – anak dari perkotaan. Salah satu gagasan untuk mengatasi ketimpangan ini adalah implementasi edukasi melalui media komunikasi, seperti televisi dan radio. Edukasi melalui televisi telah dilakukan di Indonesia. Namun, radio adalah media yang lebih sesuai untuk menggapai daerah pelosok karena tidak semua keluarga memiliki televisi. Langkah lain untuk mengatasi hambatan edukasi di daerah pelosok telah dilakukan oleh Taman Bacaan Pelangi. Taman Bacaan Pelangi adalah organisasi non profit yang bergerak di Indonesia Timur. Mereka telah menyiasati keterbatasan pendidikan selama COVID-19 di Flores, Sumba, dan Papua Barat dengan menyediakan Paket Belajar fisik bagi anak – anak kelas satu SD. Tidak seperti di kota, para guru tetap harus mengunjungi rumah siswa satu per satu dan bekerja sama dengan orang tua untuk memantau pendidikan para siswa. Taman Bacaan Pelangi juga menyediakan video – video pembelajaran bagi pengajar dan orang tua agar mereka dapat mendampingi anak – anak dalam sistem pembelajaran yang baru ini. Adapun rekomendasi terhadap Kementerian Pendidikan ialah merumuskan intervensi yang inklusif untuk mewujudkan pendidikan layak bagi anak – anak yang tinggal di pelosok dan anak – anak berkebutuhan khusus. Pemerintah lokal juga harus menjadi lebih proaktif dan inovatif dalam mewadahi proses belajar mengajar, mengatur alokasi keuangan daerah, dan menjalin partnership dengan pihak-pihak yang berkepentingan demi memberikan akses pendidikan selama dan setelah pandemi ini.
Abelardo Apollo Ilagan David, Jr., Senior Equity Initiative Fellow dari Filipina dan pendiri dari Independent Living Learning Centre, Academia Progresiva de Manila, memaparkan beberapa strategi yang telah diimplementasikan di Filipina, yaitu Multimodal Learning Continuity Plan, yang merumuskan tiga bentuk pembelajaran yang fleksibel dan inovatif, yaitu : 1) In-school learning, dimana siswa mendapatkan pendidikan di sekolah dengan protokol physical distancing; 2) distance learning, yang meliputi synchronous (pembelajaran live secara daring) dan asynchronous (siswa mengunduh materi pembelajaran dan belajar secara mandiri); dan 3) Blended learning, yaitu kombinasi antara In-school dan distance learning. Pemberdayaan keluarga juga menjadi salah satu pendekatan penting dimana orang tua harus mampu memediasi, mengawasi, dan mengakomodasi proses pembelajaran anak. Training diberikan kepada orang tua dari para siswa agar mereka dapat terlibat dalam kontinuitas pembelajaran anak dan membantu anak dalam pembelajaran secara daring. Adapun isu mental health selama COVID-19 juga mendapat perhatian karena anak – anak, terutama penyandang disabilitas, rentan terhadap gangguan kecemasan atau depresi selama pandemi ini. Orang tua diberi edukasi untuk mengidentifikasi tanda – tanda gangguan psikologis pada anak dan akses terhadap layanan kesehatan mental. Kurikulum pembelajaran selama COVID-19 juga disesuaikan dengan aspek spiritualitas, dimana anak dipastikan merasa nyaman dengan kegiatan – kegiatan pembelajaran mereka.
Secara keseluruhan, webinar ini memberikan perspektif mengenai dampak sistem pembelajaran selama pandemi COVID-19 terhadap anak – anak berkebutuhan khusus. Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia adalah rendahnya kesadaran masyarakat, stakeholder, dan pemerintah mengenai isu ini. Langkah paling utama pada saat ini untuk mengurangi ketimpangan pendidikan anak penyandang disabilitas adalah dengan menjalin partnership dengan berbagai pihak, seperti pemerintah, akademisi, stakeholder, advokasi publik, dan keluarga para penyandang disabilitas, serta meningkatkan kesadaran akan isu ini melalui media untuk memperjuangkan pendidikan inklusif bagi anak – anak berkebutuhan khusus.
Reporter: Giovana Renee Tan