Menjaga Keberlangsungan Pelayanan Kesehatan Seksual Reproduksi Maternal Neonatal Anak dan Remaja (SRMNCAH) Selama Pandemi COVID-19
CoP for Health Equity
Situasi pandemi COVID-19 telah mengalihkan prioritas berbagai negara. Pada sektor kesehatan, mayoritas tenaga dan sumber daya kesehatan telah dialokasikan untuk menangani kasus COVID-19. Alhasil, timbul kesenjangan pada berbagai bidang pelayanan kesehatan lain, termasuk pada pelayanan kesehatan seksual, reproduksi, maternal, neonatal, anak, dan remaja (SRMNCAH). SRMNCAH adalah salah satu aspek dari poin ketiga Sustainable Development Goals, dimana pada 2030, Angka Kematian Ibu (AKI) global harus berkurang hingga 70 per 100.000 kelahiran hidup.1 Oleh karena itu, negara – negara harus memprioritaskan layanan SRMNCAH esensial agar dapat berlanjut selama pandemi ini, terlebih lagi karena jenis layanan ini melayani perempuan, anak – anak, dan remaja yang lebih rentan terhadap gangguan kesehatan maupun pelanggaran hak asasi selama masa kedaruratan.
Data UNFPA menunjukkan bahwa 47 juta perempuan di 114 negara berpenghasilan rendah menengah tidak akan dapat mengakses kontrasepsi modern. Terlebih lagi, untuk setiap rentang 3 bulan karantina wilayah, akan bertambah sekitar 2 juta perempuan yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi modern.2 Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pada April 2020, telah diprediksi bahwa akan terjadi stock out IUD sebesar 30 – 35%.3 Terkait dengan hal ini, UNFPA memprediksi bahwa sebanyak 7 juta kehamilan tidak diinginkan akan terjadi jika karantina wilayah (lockdown) berlangsung hingga 6 bulan disertai dengan pembatasan terhadap layanan SRMNCAH.2
Pada pandemi ini, kapasitas manufaktur alat kesehatan sangat terbatas. Rantai pasokan kesehatan, termasuk kontrasepsi, mengalami keterlambatan dan suplai kontrasepsi yang tersedia bagi masyarakat pun berkurang.4, Selain itu, situasi ekonomi yang tidak menentu menyebabkan pasangan menganggap kontrasepsi sebagai prioritas terakhir.3,5 Situasi ini mengakibatkan peningkatan kehamilan yang tidak terencana dan penyakit menular seksual.4,5 Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 19 Mei 2020, telah terdapat lebih dari 400.000 kehamilan tak direncanakan. Dengan penambahan angka kehamilan itu, diprediksi akan terdapat lebih dari 420.000 bayi lahir pada 2021.6
Pada setiap situasi kegawatdaruratan juga didapati peningkatan kasus kekerasan berbasis gender.2,3,4,5 Menurut UNFPA, 31 juta tambahan kasus kekerasan berbasis gender akan terjadi bila karantina wilayah berlangsung hingga 6 bulan. Untuk setiap rentang 3 bulan karantina wilayah, sekitar tambahan 15 juta kasus kekerasan berbasis gender akan terjadi. Peningkatan kekerasan terhadap wanita juga terjadi di Indonesia.2 kekerasan berbasis gender meningkat karena beberapa faktor, diantaranya adalah meningkatnya stressor lingkungan selama pandemi dan diberlakukannya karantina wilayah yang menyebabkan perempuan tertahan dalam rumah untuk jangka waktu yang lama.3,4,5 Maka dari itu, akses akan pelayanan terhadap kekerasan harus terjangkau oleh semua perempuan dan anak – anak. Wanita yang lebih tua, wanita dengan disabilitas, dan wanita pengungsi lebih rentan terhadap kekerasan dan membutuhkan perlindungan yang lebih tinggi.5
Peningkatan masalah kesehatan seksual, reproduksi, maternal, neonatal, anak, dan remaja meningkat selama pandemi, namun nyatanya akses terhadap layanan SRMNCAH terbatas. Aliansi Satu Visi (ASV) telah melakukan survei terbatas untuk mengetahui situasi layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (KSR) selama pandemi COVID-19. Hasil survei menunjukkan terjadinya perubahan pola layanan yang mencakup metode dan jam operasional, pembatasan jenis layanan, bahkan penutupan fasilitas kesehatan untuk sementara waktu.3 Sebagai contoh, puskesmas di Kota Kupang memberlakukan perubahan jam layanan dan pembatasan jumlah nomor antrean menjadi hanya 100 orang per hari. Konsultasi kehamilan juga dianjurkan untuk dilakukan via telepon dan pasien hanya ke puskesmas jika dalam keadaan darurat, sedangkan definisi darurat antara petugas kesehatan dan pasien bisa berbeda. Selain pembatasan yang diberlakukan oleh fasilitas kesehatan, akses terhadap layanan kesehatan juga terhambat karena masyarakat cenderung menghindari fasilitas kesehatan selama pandemi ini.3,5 Banyak perempuan secara pribadi memilih untuk melewatkan pemeriksaan medis yang penting karena takut tertular COVID-19. Sebagian perempuan lain dan anak – anak mereka terjebak dalam norma sosial yang mengharuskan mereka untuk berkonsultasi kepada kepala keluarga dahulu untuk mendapatkan layanan SRMNCAH.5 Berkurangnya akses terhadap layanan KSR meningkatkan risiko kematian dan kesakitan ibu, bayi, dan anak yang sebenarnya bisa terhindarkan.7
Panduan operasional untuk Kawasan Asia Selatan dan Tenggara dan Pasifik yang disusun berdasarkan WHO, UNFPA, dan UNICEF menganjurkan beberapa solusi untuk keberlanjutan layanan SRMNCAH, diantaranya: 1) Perancangan ulang layanan SRMNCAH yang bertahap selama pandemi COVID-19. 2) Pengalihan sebagian tugas layanan SRMNCAH kepada kader kesehatan atau perawat dan bidan atau kader – kader nonspesialis, sesuai alternatif yang tersedia dan ketentuan kebijakan, peraturan, dan perundang – undangan, serta pemberian pelatihan yang sesuai. Kader – kader juga dapat diterjunkan untuk melakukan kunjungan rumah untuk perawatan antenatal dan pasca lahir. 3) Penggunaan telemedicine pada layanan SRMNCAH.7 Kewenangan dokter dalam memberikan pelayanan telemedicine, diatur dalam HK.02.01/MENKES/303/2020, meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik melalui audio visual, pemberian anjuran berdasarkan hasil pemeriksaan, penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan pengobatan pasien, penulisan resep obat atau alat kesehatan, penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut.8 Berdasaran definisi ini, penggunaan telemedicine dalam layanan SRMNCAH memiliki potensi yang sangat besar. 4) Pemberian edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mencari pertolongan dari penyedia layanan terlatih, serta bagaimana dan kapan mengakses layanan SRMNCAH. Edukasi dapat diberikan melalui berbagai media, seperti televisi, radio, dan media sosial.7
COVID-19 tidak boleh menjadi alasan terbengkalainya kesehatan seksual, reproduksi, maternal, neonatal, anak, dan remaja. Adanya pandemi ini bukan berarti masyarakat harus memaklumi berkurangnya akses terhadap layanan kesehatan selain COVID-19, terutama pelayanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (KSR), karena akses kesehatan yang memadai adalah hak seluruh manusia tanpa terkecuali. Dikaji pada skala nasional, penurunan prioritas pelayanan SRMNCAH dapat merusak kinerja dan investasi dalam kesehatan seksual dan reproduksi yang telah dibangun dan diusahakan sejak sebelum pandemi COVID-19. Maka dari itu, keberlangsungan pelayanan kesehatan seksual, reproduksi, maternal, neonatal, anak, dan remaja harus tetap diperjuangkan. (Giovanna Renee Tan)
Referensi
- Maternal mortality [Internet]. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
- (May 2020). Dampak COVID-19, Diperkirakan Terjadi 7 Juta Kehamilan Tak Terduga. Internet]. KOMPAS.com. https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/06/180200423/dampak-COVID-19-diperkirakan-terjadi-7-juta-kehamilan-tak-terduga
- (July 2020). COVID-19 dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang Terabaikan [Internet]. https://magdalene.co/story/COVID-19-dan-layanan-kesehatan-seksual-dan-reproduksi-yang-terabaikan
- The Jakarta Post. (June 2020). The cost of neglecting sexual and reproductive health [Internet]. The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/academia/2020/06/11/the-cost-of-neglecting-sexual-and-reproductive-health.html
- (April 2020). Mitigating COVID-19 impacts on sexual and reproductive health and rights in low- and middle-income countries a civil society call to action. https://pai.org/wp-content/uploads/2020/04/SRHR-and-COVID-4.17.pdf
- (May 2020). Lebih dari 400.000 Kehamilan Baru Terjadi Selama Pandemi di Indonesia. [Internet]. KOMPAS.com. https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/20/110300923/lebih-dari-400.000-kehamilan-baru-terjadi-selama-pandemi-di-indonesia
- (2020). Keberlanjutan pelayanan kesehatan esensial Seksual, Reproduksi, Maternal, Neonatal, Anak, dan Remaja di tengah pandemi COVID-19: Panduan operasional untuk Kawasan Asia Selatan dan Tenggara dan Pasifik. https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/COVID19/keberlanjutan-pelayanan-kesehatan-esensial-seksual-reproduksi-maternal-neonatal-anak-dan-remaja—COVID-19.pdf?sfvrsn=85b0c564_2
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. https://www.kemkes.go.id/article/view/20043000002/cegah-penyebaran-COVID-19-pelayanan-kesehatan-dilakukan-melalui-telemedicine.html