Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan (Yankes), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tanggal 6 Juli 2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi dalam penanganan Covid-19, ternyata berbuntut terhadap pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Misalnya saja di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Manajemen dan petugas medis RSUD setempat, yakni RSUD dr Adnaan WD, diduga “ngambek” melayani masyarakat yang hendak melakukan atau rapid test antibodi untuk kebutuhan dokumen perjalanan ke luar daerah.
Dugaan ngambeknya RSUD dr Adnaan WD dalam melayani masyarakat yang akan melakukan pemeriksaan SWAB/rapid test antibodi ini bukan isapan jempol belaka. Namun, dugaan ini semakin menguat, manakala Padang Ekspres mendengar rekaman pembicaraan antara warga yang hendak melakukan pemeriksaan SWAB/rapid test anti bodi di RSUD Adnaan WD Payakumbuh, dengan petugas medis dan petugas informasi yang bertugas di rumah sakit tersebut pada Rabu siang (8/7).
Warga dalam rekaman pembicaran itu adalah Sepdi Tito, CEO PT Salimbado Jaya Indonesia yang memiliki gudang komoditi gambir di kawasan Payonibuang, Payakumbuh Utara. Kepada Padang Ekspres, Sepdi Tito mempersilahkan rekaman pembicarannya dengan petugas medis RSUD dr Adnaan WD dijadikan bahan berita. “Silahkan,” tulis Sepdi Tito melalui layanan pesan Whatsapp.
Dalam rekaman pembicaraan Sepdi Tito dengan petugas medis RSUD dr Adnaan WD Payakumbuh pada Rabu siang (8/7)), diketahui, jika Sepdi Tito yang berasal dari Nagari Maek, Kecamatan Bukitbarisan, Kabupaten Limapuluh Kota, berniat hendak melakukan rapid test antibodi di RSUD Adnaan WD, untuk keperluan perjalanan bisnisnya ke luar daerah. Akan tetapi, Sepdi Tito terpaksa “balik kanan” karena petugas medis dan petugas informasi RSUD Adnaan WD menyebut, belum dapat melayani rapid test antibodi seperti biasanya, akibat adanya SE tentang batasan tarif.
Sepdi Tito sendiri mengaku tidak tahu, jika RSUD Adnaan WD Payakumbuh tidak lagi melayani rapid test antibodi, sejak terbitnya SE tentang batasan tarif tersebut. “Saya tidak komplain. Tapi saya berharap, ada pengecualian. Sebab, saya mau berangkat ke Jakarta Jumat besok. Kemana lagi, saya mau rapid test. Karena saya di Payakumbuh, tentu rapid test-nya di RSUD Adnaan WD ini. Karena ini kan rumah sakit pemerintah,” kata Sepdi Tito.
Bukan itu saja, Sepdi Tito mengaku siap membayar tarif rapid test antibodi di RSUD Adnaan WD Payakumbuh sebesar Rp 450 ribu sebagaimana biasanya, atau tidak sebesar Rp 150 ribu seperti diatur dalam SE Dirjen Yankes yang baru terbit. “Ok, saya bayar dengan tarif lama Rp 450 ribu. Dilebihkan pun, juga tidak apa-apa. Sebab, saya memang butuh hasil rapid test itu,” ujar Sepdi.
Akan tetapi, petugas informasi RSUD dr Adnaan WD Payakumbuh yang dalam rekaman pembicaraan dengan Sepdi Tito diketahui bernama Mona Rahayu, tetap menyebut, RSUD Adnaan WD belum bisa melayani rapid tes antibodi seperti biasanya. Mona mengaku sudah menelpon Direktur Layanan dan Penunjang RSUD Adnaan WD, dr Yanti.
“Barusan, saya telpon Direktur Layanan dan Penunjang. Memang, belum ada izin dari Direktur Utama. Karena adanya surat edaran tentang perubahan tarif. Awalnya, tarif rapid test sebesar Rp 450 ribu, kini dalam surat edaran itu tak boleh lebih dari Rp 150 ribu. Sementara, waktu pembelian bahan mahal (sewaktu RSUD Adnaan WD membeli bahan rapid test antibodi harganya mahal, red). Jadi, kita bicarakan dulu dengan Diskes atau bagaimana. Karena aturan ini mengikat,” jelas Mona Rahayu kepada Sepdi Tito.
Alhasil, Sepdi Tito terpaksa meninggalkan RSUD Adnaan WD Payakumbuh tanpa bisa melakukan rapid test antibodi secara mandiri. Sebelum pulang, Sepdi Tito tidak hanya menyarankan petugas memasang informasi atau pengumuman bahwa RSUD Adnaan WD tidak melayani rapid test, namun juga meminta rekomendasi, kemana bagusnya dia melakukan rapid test antibodi. Dia kemudian disarankan pergi ke Bukittingi, yakni ke Rumah Sakit Yarsi atau RS Madina. “Saya berharap, layanan rapid test di RSUD Adnaan WD dapat dibuka kembali. Karena rata-rata orang kan butuh untuk rapid test ini,” ujar Sepdi Tito.
Di sisi lain, Direktur Utama RSUD dr Adnaan WD Payakumbuh, dr. Efriza Naldi, Sp.OG, belum berhasil dikonfirmasi Padang Ekspres. Dokter spesialias kebidanan dan kandungan yang sudah menolong proses persalinan ribuan ibu di Payakumbuh dan Limapuluh Kota ini, juga belum membalas panggilan telpon maupun pesan singkat yang dikirim Padang Ekspres.
Sementara itu, Direktur Layanan dan Penunjang RSUD Adnaan WD Payakumbuh, dr Yanti MKes, awalnya juga tidak menyahut telepon dari Padang Ekspres, untuk keperluan konfirmasi. Namun kemudian, dr Yanti, membalasan pesan yang dikirim lewat Whatsapp. “Mohon maaf, (telepon) tidak terangkat. Mungkin lebih baik konfirmasnya ke Pak Dirut. Memang hari tadi (kemarin), layanan rapid kita stop dulu sehubungan dengan SE Dirjen yang tarifnya berbeda dengan tarif sebelumnya,” tulis Dr Yanti.
Saat diberitahu bahwa Dirut RSUD Adnaan WD belum berhasil dikonfirmasi Padang Ekspres, dr Yanti menjelaskan, bahwa Dirut RSUD Adnaan WD sedang koordinasi (dengan pimpinan daerah, red), agar secepatnya disiapkan regulasi yang baru untuk tarif (rapid test antibodi) di RSUD Adnaan WD, agar pelayanan tidak terganggu. “Secepatnya, dalam dua hari ini kita upayakan bisa dibuka lagi. Pak Dirut lagi koordinasikan dengan pimpinan,” jelas Dr Yanti saat ditanya Padang Ekspres kapan layanan rapid test antibodi dibuka kembali di RSUD Adnaan WD Payakumbuh. (frv)
Sumber: jawapos.com