Jakarta, CNN Indonesia — Laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Covid-19 di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (USU) Medan kekurangan reagen, cairan reaksi kimia pendeteksi virus corona yang digunakan dalam pengujian swab.
“Saat tim Ombudsman berkunjung laboratorium PCR di RS USU, ternyata ada beberapa kendala yang dihadapi tim medis seperti masih terbatasnya reagen PCR,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, Rabu (22/4).
Padahal untuk melakukan tes swab dengan alat PCR dibutuhkan dua jenis reagen, yaitu reagen Pra-PCR dan reagen PCR. Reagen merupakan produk impor dari Jerman, Jepang, Inggris, China dan Korea.
“Jadi dari penuturan tim medis, sampai Senin (20/4), ketersediaan reagen Pra-PCR di RS USU hanya sekitar 600 kit. Sementara reagen untuk PCR sekitar 1.000 unit. Reagen tersebut telah digunakan sejak Jumat, 17 April 2020. Jika salah satu dari dua jenis reagen tidak tersedia, maka uji swab tidak dapat dilaksanakan,” ujarnya.
RS USU sendiri telah memesan reagen melalui pemasok dengan menggunakan alokasi anggaran RS USU. Namun pemasok masih kesulitan memenuhinya mengingat sulit mendapatkannya di pasar internasional. Karena saat ini, reagen menjadi komoditas rebutan dunia.
“Atas kondisi itu, kami berharap Pemprov Sumut dan Pemkab/Pemko se-Sumut serius membantu RS USU dalam pengadaan reagent PCR tersebut. Bila kita ingin segera dapat menangani Covid-19, pemerintah daerah harus segera bertindak cepat. Sebab, pemeriksaan laboratorium ini memang menjadi kunci utama dalam penanganan virus Covid-19,” ucap Abyadi.
Selain kebutuhan reagen, Abyadi menambahkan RS USU juga kekurangan baju hazmat. Baju tersebut diperlukan untuk kebutuhan lima orang petugas analis laboratorium yang mengoperasionalkan mesin PCR.
Baju hazmat merupakan pakaian alat pelindung diri (APD) yang hanya digunakan sekali pakai. Hingga Senin (20/4), ketersediaan baju hazmat di RS USU hanya tinggal tujuh unit.
“Jumlah itu hanya mencukupi kebutuhan untuk 2 -3 hari. Ombudsman RI juga mengharap agar pemerintah daerah segera berusaha mendapatkan APD tersebut. Sehingga mesin PCR bisa dioperasionalkan oleh 5 petugas laboratorium. Tanpa baju hazmat itu, bagaimana petugas laboratorium melaksanakan tugasnya?” ujar Abyadi. (fnr/pmg)
Sumber: cnnindonesia.com