KUPANG – Kepala Dinas Kesehatan NTT, drg. Dominikus Minggu, M.Kes, meminta rumah sakit swasta anggota Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia Cabang Nusa Tenggara Timur ( ARSSI NTT) agar ikut memberikan masukan dalam upaya kebijakan kesehatan. Rumah sakit swasta juga diminta ikut dalam penanganan atau penanggulangan stunting di NTT.
Permintaan Dokter Dominikus Minggu ini disampaikan seusai membuka Workshop berthema: Meningkatkan Kompetensi Rumah Sakit Swasta Menyusun RKO dan E-Purchasing di Tahun 2020, yang diselenggarakan Pengurus ARSSI NTT, di Hotel Sahid T-More Jalan Piet Tallo Penfui Kota Kupang, Sabtu (11/1/2020).
Workshop ini dilaksanakan beberapa menit setelah pelantikan Pengurus ARSSI NTT periode 2020-2023 yang dipimpin Dr. Herly Soedarmadji, Direktur RS St. Carolus Borromeus Kupang.
Dokter Domi lalu memberikan contoh dalam upaya penanggulangan stunting. Ia mencontohkan bayi yang lahir dengan berat badan rendah, misalnya dari 2500 gram, mereka (rumah sakit swasta) jangan buru-buru merujuk, tapi harus tangani dulu. Gizinya harus ditangani dengan baik. Kalau semuanya dikoordinasikan dengan baik, penurunan stunting di NTT cepat.
Saat ini, demikian Dokter Domi, angka stunting paling tinggi di NTT di Desa Tetaf, Kecamatan Kuatnana, Kabupaten TTS. Itu sebabnya desa ini akan menjadi desa kunjungan Presiden Jokowi. Sedangkan angka stunting paling rendah di NTT di Kota Kupang.
Secara nasional, demikian Dokter Domi, Provinsi NTT urutan 34 dari 34 provinsi. Meski demikian, upaya percepatan penurunan sudah dilakukan bersama Pemprov NTT.
Data menunjukkan sudah ada penurunan 4 persen dari 42 persen di NTT. Penurunan paling cepat, jelas Dokter Domi, terjadi di Kabupaten Ngada sehingga kabupaten ini juga bisa dijadikan model bagi daerah lain.
“Intinya perlu komitmen, dan komitmen pemerintah secara berjenjang ada disana (Ngada). Juga Ngada dari aspek ketahanan pangannya cukup bagus, sanitasi dll juga bagus,” katanya.
Dokter Domi menjelaskan, penyebab stunting tidak hanya dari aspek kesehatan. Aspek kesehatan hanya menyumbang 30 persen. Sementara aspek diluar kesehatan yang disebut dengan penyebab sensitif menyumbang 70 persen, seperti sanitasi, perumahan dan kebersihan lingkungan.
“Kita optimistis karena pemerintah secara hirarki mulai memperhatikan perumahan melalui dana desa. Selain itu saat ini pembangunan puskesmas semua sudah berstandar nasional,” katanya. (Laporan Reporter Pos-Kupang.Com, Kanis Jehola)
Sumber: tribunnews.com