Reportase Webinar
Inovasi Kesehatan Digital, Tantangan dan Peluangnya untuk
Ekuiti Kesehatan di Indonesia
21 November 2019
Diawali oleh dr. Gregorius Bismantoro yang membawakan materi dengan judul Health Technology for Health Equity in IR 4.0 Era. Memiliki pengalaman 15 tahun di dunia digital health, saat ini dr. Bismantoro sedang mengelola aplikasi ProSehat yang menyediakan berbagai jenis layanan mulai dari supply chain ke klinik, on – demand healthcare sampai ke pasien, chatbot yang aktif untuk informasi, doctor chat, dan layanan kunjungan dokter. Bismantoro menjelaskan bahwa kesetaraan kesehatan adalah memberikan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang, yang mana digital health bisa memudahkan proses tersebut. Sementara itu, WHO telah memberikan rekomendasi intervensi untuk Universal Health Coverage (UHC) yang merupakan continuous coverage dan contact coverage. Untuk memudahkan melaksanakan rekomendasi tersebut, diperlukan fasilitas data exchange antar layanan kesehatan. Kasier Permente adalah salah satu perusahaan yang telah sukses melakukannya. Dengan adanya data exchange, terdapat potensi manfaat bagi segmen klien tertentu yang membutuhkan layanan kesehatan berkelanjutan. Misalkan pasien diabetes, dapat pergi berobat di layanan kesehatan mana saja dan meneruskan terapi dengan adanya pertukaran data yang mudah antar rumah sakit. Isu lain saat ini adalah berkembangnya teknologi kedokteran baru seperti pharmaco – genomics yang melihat pengobatan penyakit tidaklah sama antar pasien. Melalui teknologi tersebut memungkinkan terapi yang lebih tepat pada seorang individu atau lebih personalized.
Selanjutnya, Goris Mustaqim membahas tentang Rumah Sehat Garut. Sejak 2009, Goris telah terlibat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak di Garut. Rendahnya IPM, khususnya kesehatan seperti tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi salah satunya karena rendahnya kapasitas tenaga kesehatan dan pengetahuan ibu hamil. Layanan yang dibutuhkan untuk kesehatan ibu dan anak adalah layanan komprehensif, mulai pra – kehamilan hingga tumbuh kembang. Masalahnya, laporan yang disusun sering kali tidak lengkap dan menjadi hambatan terbesar dalam peningkatan kesejahteraan. Melihat kondisi tersebut Goris membuat media yang familiar melalui gadget bagi ibu – ibu dan tenaga kesehatan.
Melalui pemberdayaan kader posyandu yang sudah memiliki telepon pintar, mereka menjadi ujung tombak di lapangan. Kader posyandu mengumpulkan data kependudukan seperti data kepersertaan BPJS, taraf ekonomi, dan lainya, serta bidan desa mengumpulkan data medis. Sementara, Goris dan tim melakukan pendampingan agar proses berjalan lancar. Jenis data tersebut dikumpulkan menjadi big data yang dimanfaatkan untuk membentuk Early Warning System. Melalui savingnextgen.com data diolah sehingga memungkinkan dilakukannya stratifikasi resiko. Program ini melibatkan dokter spesialis kandungan untuk mengawasi data tersebut. Selain itu capacity building juga diberikan kepada kader kesehatan untuk meningkatkan pelayanan seperti antropometri. Pada intinya, ketidaksetaraan di dunia kesehatan ibu dan anak bisa diatasi dengan teknologi. Layanan kesehatan menjadi data driven, karena memungkinkan kustomisasi dalam menangani ibu hamil dengan faktor resiko yang berbeda.
Terakhir, dr. Luthfan Lazuardi, MPH, PhD selaku kepala Prodi S2 Sistem Informasi Manajemen Kesehatan UGM menambahkan bahwa sejatinya ketidaksetaraan di layanan kesehatan diakibatkan oleh perbedaan fasilitas antara kota besar seperti Jakarta dengan wilayah luar pulau Jawa. Klasifikasi digital health intervention ada 4 yakni untuk klien, penyedia layanan kesehatan, sistem kesehatan, atau pengelola sumber daya. Sudah banyak studi yang menunjukkan hasil positif dampak digital health seperti di Amerika Latin dan Karibia. Kemudian, di Indonesia sendiri telah terbit Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 yang menegaskan bahwa telemedicine adalah legal. Adanya inovasi pelayanan kesehatan merupakan hal yang menantang, karena beberapa faktor seperti sistem yang sudah menua, pengetahuan terbatas, dan budaya skeptis akan menghambat inovasi.
Reporter: dr. Faiq Hilmi