Reportase
International Hospital Federation World Congress 2019
Hari 1 Bagian 1 | Hari 1 Bagian 2 | Hari 2 Bagian 1 | Hari 2 Bagian 2
Hari I:
Melihat Kembali Pelayanan Kesehatan yang Berorientasi pada Nilai
Reporter: Andreasta Meliala[1]
International Hospital Federation (IHF) World Congress tahun ini diselenggarakan di Muscat, Oman pada 6 – 9 November 2019. Perwakilan PKMK FK – KMK UGM berkesempatan mengikuti kegiatan tersebut secara langsung. “People at the heart of health services in peace and crisis” adalah tema dari IHF World Congress ke – 43, yang berlangsung di Muscat, Oman. Terdapat kata kunci penting dalam tema tersebut, yaitu: people dan heart of service, serta peace and crisis. Pemilihan tema ini didasarkan pada beberapa laporan yang mengatakan bahwa pelayanan kesehatan saat ini cenderung semakin business oriented dan menggunakan nilai – nilai massindustry, serta dirasakan semakin meninggalkan aspek people sebagai subyek dari pelayanan kesehatan.
Pada sisi lain, pelayanan kesehatan yang memandang manusia sebagai subyek pelayanan, ternyata memiliki nilai – nilai yang berbeda ketika pelayanan tersebut dijalankan pada saat aman dan damai, dibandingkan dengan ketika pelayanan dilaksanakan pada saat krisis (perang atau bencana). Secara prinsip, pelayanan kesehatan pada saat damai maupun krisis, seharusnya tidak boleh melepaskan nilai – nilai kemanusiaan dan tetap memandang manusia sebagai inti dari pelayanan kesehatan.
Definisi dan Konsep “Value” dalam Dunia Pelayanan Kesehatan
Value dalam pelayanan kesehatan, menurut Michael E. Porter (2010)[2] adalah outcome pelayanan yang didapatkan oleh pasien untuk setiap uang (biaya) yang dihabiskan untuk membiayai pelayanan tersebut. Value, menurut sudut pandang pasien dan keluarganya, seharusnya menjadi acuan utama rumah sakit dalam menjalankan pelayanan. Value ini pula yang menjadi acuan pembayar (asuransi) dan regulator, agar semua aktor dalam sistem pelayanan kesehatan terikat dalam satu kepentingan yang sama.
Value walaupun telah lama dipahami sebagai hal yang sangat mendasari pelayanan kesehatan, ternyata masih sulit untuk dikuantifikasi. Padahal seharusnya, value sangat penting untuk diukur secara langsung, oleh karena profitabilitas (sebagai nilai utama dalam industri) tidak dapat dijadikan ukuran dalam dunia pelayanan kesehatan.
Manajer pelayanan kesehatan sering menerjemahkan value sebagai kualitas. Kualitas juga dipandang sebagai istilah yang menjembatani nilai – nilai pasien dengan nilai – nilai manajerial, terutama pada konteks rumah sakit. Pada prakteknya, kualitas juga menjadi isitilah yang sulit untuk didefinisikan. IOM mencoba membuat konsep “kualitas” dengan membaginya menjadi 6 elemen (yang terkadang tidak mudah dipahami), yaitu: safety, effectiveness, patient-centeredness, timelines, efficiency, dan equity. Masing – masing elemen tersebut memerlukan pemahaman yang mendalam, sebelum diterjemahkan menjadi dimensi mutu pada sebuah organisasi pelayanan kesehatan.
The failures to adopt value as the central goal in health care and to measure value are arguably the most serious failures of the medical community.
- Apakah Benar Pelayanan Kesehatan Semakin Berorientasi Pada Bisnis?
Menyatakan bahwa pelayanan kesehatan semakin berorientasi pada bisnis dan semakin meninggalkan nilai – nilai yang mengedepankan kemanusiaan, bukanlah hal yang mudah. Bahwa pelayanan kesehatan semakin mengarah pada nilai – nilai bisnis, mungkin mudah untuk dipahami. Tetapi apakah arah tersebut yang menjadi penyebab ditinggalkannya nilai – nilai kemanusiaan, jawabannya masih memerlukan telaah yang lebih dalam.
Contoh klasik untuk menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan cenderung telah menjadi industri besar adalah kasus “healthcare business” di Amerika Serikat. Berbagai bahan bacaan menggambarkan bagaimana pelayanan kesehatan di Amerika Serikatberubah menjadi industri yang berkembang dengan cepat sejak 40 tahun terakhir. Pembiayaan kesehatan yang sangat besar menjadikan dunia pelayanan kesehatan sebagai tempat investasi yang menarik bagi sektor swasta yang dikendalikan sepenuhnya oleh para entrepreneur.
Pelayanan kesehatan di Amerika Serikat adalah salah satu pelayanan kesehatan yang paling maju di dunia. Teknologi kedokteran yang dipergunakan oleh dokter terbaik di dunia merupakan keunggulan yang tidak banyak dimiliki oleh negara – negara lain. Perkembangan ini dilandasi oleh “keinginan’ dunia kedokteran untuk memberikan treatment yang terbaik bagi pasien.
Pada sisi lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengembangkan teknologi kedokteran ternyata sangat besar. Biaya investasi ini akan dikembalikan melalui penggunaan teknologi tersebut oleh pasien. Kemudian timbul pertanyaan, apakah teknologi yang mahal tersebut memberikan dampak yang positif bagi masyarakat?
Faktanya, belanja kesehatan di US yang menghabiskan lebih dari 25% per kapita hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Berikut adalah capaian status kesehatan di Amerika Serikat, dimana Amerika Serikat menempati ranking 42 untuk Usia Harapan Hidup, ranking 46 untuk maternal mortality, dan ranking 55 untuk infant mortality, dibandingkan dengan Negara – negara maju lainnya. Sebuah studi pada 2014 bahkan menempatkan pelayanan kesehatan di Amerika Serikat pada urutan terakhir untuk kualitas dan efisiensi, diantara 11 negara maju yang dinilai.[3]
Gambaran “Bisnis” Pelayanan Kesehatan di US[4]
- Setiap USD$1 dari USD$6 yang dikeluarkan rakyat Amerika Serikat dibelanjakan untuk pelayanan kesehatan
- Healthcare spending di Amerika Serikat bergerak dari $2.8 Trilyun (2012) menjadi $3.5 Trilyun (2016), suatu kenaikan yang luar biasa dan sulit untuk dibandingkan dengan outcome yang dihasilkan. Pada situasi ini, maka pada 2025, diperkirakan 25% dari GDP Amerika Serikat akan dibelanjakan untuk pelayanan kesehatan.
- Kebangkrutan yang terjadi di Amerika Serikat, sebanyak 60% berhubungan dengan besarnya pengeluaran kesehatan. Ironisnya, 75% dari kebangkrutan akibat pelayanan kesehatan tersebut dialami oleh individu yang memiliki asuransi kesehatan.
- Pada 2016, sebanyak 2,7 juta rakyat Amerika Serikat tidak lagi sanggup membeli premi asuransi
- Menggembungnya industrialisasi pelayanan kesehatan di Amerika Serikat juga ditunjang dengan adanya lobbyist di tingkat K Terdapat 1.564 lobbyist yang siap mengadvokasi semua anggota Kongres. Jika dirasiokan, terdapat 3 lobbyist untuk setiap 1 anggota Kongres.
Penyebab besarnya biaya pelayanan kesehatan tidak ditimbulkan oleh satu faktor saja. Kompleksitas ekosistem pelayanan kesehatan menyulitkan ada analis untuk mencari kambing hitam dari membengkaknya biaya pelayanan kesehatan. Namun perubahan konsep pelayanan dari profesi individual menjadi organisasi bisnis ditengarai sebagai penyebab yang utama.
Perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan efisiensi ini, ternyata mengalami deviasi karena entitas bisnis selalu memerlukan profit. Profit didapatkan dari besarnya utilisasi semua sumber daya dan biaya utilisasi tersebut, ditambah dengan margin, akan dibayar oleh pasien (dan pembayar). Tidak semua sumber daya diperlukan oleh pasien, namun karena tuntutan untuk menghasilkan profit, maka terjadi supplier induced demand.
Salah satu ciri dari healthcare industry di Amerika Serikatadalah hubungan dokter dengan industri pelayanan kesehatan. Sebanyak 65% pasien di Amerika Serikat mengamati terdapat kecenderungan terjadinya conflict of interest dalam pelayanan dokter kepada pasien oleh karena hubungan tersebut. Dampak bagi pasien adalah adanya advis dokter yang berlebihan, peresepan obat mahal yang berhubungan dengan pemberian gift dan grant (dari perusahaan farmasi kepada dokter), dan sebagainya.[5]
Dampak tersebut menjadi salah satu tanda bahwa pelayanan kesehatan mulai cenderung meninggalkan value dari aspek kemanusiaan dan mengarah pada kentalnya nilai – nilai bisnis. Liz Seegert (2017), dalam majalah Forbes, menggambarkan bahwa dokter, rumah sakit, asuransi komersial, dan perusahaan farmasi, telah terjebak dalam “hubungan bisnis” yang kompleks. Pendapat ini menambah kejelasan arah industrialisasi pelayanan kesehatan[6].
- Pelayanan Kesehatan di Area Krisis
Konflik dan bencana semakin sering terjadi dengan tingkat kerusakan yang semakin besar. Terjadinya konflik dan bencana tidak mudah diprediksi kapan terjadinya, seberapa besar kerusakan yang akan terjadi, serta menimbulkan korban jiwa[7].
Konflik dan bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia menyebabkan timbulnya masalah kesehatan. Selain itu, pada setiap konflik dan bencana yang terjadi, banyak fasilitas pelayanan kesehatan, bahkan SDM kesehatan yang menjadi korban. Akibatnya pelayanan kesehatan tidak dapat diselenggarakan dan masyarakat tidak dapat mengakses pelayanan pada saat yang sangat kritis[8].
Rumah sakit memiliki tanggung jawab yang besar jika terjadi bencana dan diharapkan dapat terus memberikan pelayanan, walaupun rumah sakit menjadi korban dari bencana itu sendiri. Respon cepat dari rumah sakit untuk melakukan pembenahan diri dan melanjutkan pelayanan, menjadi salah satu kunci penting ketika terjadi bencana[9].
Salah satu hal yang sering terlupakan dalam menjalankan pelayanan kesehatan pada masa krisis adalah nilai – nilai kemanusiaan dan kedudukan rumah sakit yang netral ketika terjadi peperangan. Ketika terjadi perang di Suriah, 50% rumah sakit ikut dihancurkan dan semua fasilitas, terutama mobil ambulans, menjadi sasaran yang paling sering dirusak. Konvensi yang melindungi fasilitas pelayanan kesehatan dari ancaman perang semakin tidak dipatuhi.
Pada kondisi normal sekalipun, sebenarnya rumah sakit telah mengalami keterbatasan untuk melayani pasien. Ketika terjadi konflik, dimana jumlah rumah sakit dan SDM kesehatan berkurang drastis, dan jumlah pasien meningkat pesat, maka kapabilitas dan kapasitas rumah sakit semakin menurun.
Berkurangnya jumlah rumah sakit pada saat perang, diikuti oleh semakin banyaknya kebutuhan akan pelayanan karena semakin banyaknya korban peperangan. Situasi ini semakin banyak terlihat di area – area konflik dan semakin tidak ditemukan solusi cepat bagi rumah sakit untuk tetap dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pengambil kebijakan dan ahli manajemen rumah sakit sangat diharapkan memberikan solusi yang praktis dan efisien, agar pelayanan kesehatan di area krisis dapat tetap berlangsung dengan prinsip – prinsip kemanusiaan yang sama dengan pelayanan rumah sakit di area normal.
Muscat, 6 November 2019
[1] Pengelola Magister Manajemen Rumah Sakit, FK – KMK, UGM
[2] Porter ME. 2010. What is value in health care? N Engl J Med 2010; 363:2477-81 (10.1056/NEJMp1011024)
[3] Guss, DA. 2018. Medicine: Nobele profession or big business. https://www.kevinmd.com/blog/2018/11/medicine-noble-profession-or-big-business.html
[4] Hammer, R. 2013. Healthcare is big business and the most wasteful. https://getreferralmd.com/2013/12/healthcare-big-business/
[5] Rose, SL., et al. 2019. Patient responses to physician disclosures of industry conflicts of interest: A randomized field experiment. Organizational Behavior and Human Decision Processes. https://doi.org/10.1016/j.obhdp.2019.03.005
[6] Seegert, L. 2017. How We Can Take Back Health Care From Big Business. https://www.forbes.com/sites/nextavenue/2017/05/12/
[7] Mao, X., et al. 2019. What it takes to be resilient: The views of disaster healthcare rescuers. International Journal of Disaster Risk Reduction Volume 36, May 2019, 101112
[8] Thobaity AA., et ak. 2019. Exploring the necessary disaster plan components in Saudi Arabian hospitals. International Journal of Disaster Risk Reduction 41 (2019) 101316
[9] Shabanikiya, H., et al. 2019. Developing a practical toolkit for evaluating hospital preparedness for surge capacity in disasters. International Journal of Disaster Risk Reduction 34 (2019) 423–428