Bandar Lampung – Incinerator atau mesin penghancur dan pengolah limbah medis padat sudah dicabut izin penggunaannya di seluruh rumah sakit di provinsi Lampung, termasuk di RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo milik Pemkot Bandar Lampung.
Pencabutan izin dikarenakan beberapa faktor, salah satunya faktor kesehatan lingkungan sekitar.
Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung, Heni Putri Dianti berujar, incinerator yang dimiliki RSUDAM sudah tak pernah difungsikan. Ia menjelaskan, jarak incinerator dengan pemukiman warga jaraknya kurang dari 100 meter sehingga membahayakan jika masih digunakan atau difungsikan.
“Sebenarnya mesin kami masih berfungsi, tapi memang oleh KLHK dicabut izinnya karna jarak antara mesin dan rumah warga sangat dekat, tidak sampai 100 meter,” kata dia, Rabu, 23 Oktober 2019.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa seluruh rumah sakit yang ada di Lampung tak lagi memiliki incinerator. Karena seluruh limbah padat ditangani oleh pihak ketiga, yakni oleh PT Biuteknika Bina Prima yang merupakan perusahaan jasa transporter limbah padat bahan berbahaya beracun (B3).
Sementara sat ditemui di ruang sanitasi dan laundri staf Sanitasi RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Indrayansyah Zainur Umar,
menunjukan tempat penyimpanan mesin incinerator yang letaknya tepat di belakang ruang sanitasi RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo.
Ia menerangkan jika Incinerator di RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo yang sudah tidak boleh dioperasikan sejak tahun 2014. Menurutnya, alasan pencabutan izin pengoperasian mesin incinerator dikarenakan alasan kesehatan lingkungan sekitar.
“Incinerator kami sudah tidak berfungsi sejak 2014, dicabut izin operasinya karena asap hasil pembakarannya tidak baik bagi masyarakat sekitar,” jelasnya.
Peraturan dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLHK) salah satu syarat diperbolehkannya mesin incinerator difungsikan yakni jarak antara mesin incinerator dengan rumah warga berjarak minimal 100 meter, sedangkan mesin incinerator RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo dengan rumah warga hanya berjarak kurang dari 100 meter.
Umar juga menjelaskan, limbah padat yang dihasilkan RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo tidak diolah sendiri, melainkan melalui pihak ke tiga yakni PT Biuteknika Bina Prima. Pengangkutan limbah dilakukan setiap dua minggu sekali atau satu bulan sekali tergantung jumlah limbah yang ada.
“Semua limbah padat kami minta bantuan dengan pihak ketiga, limbah diangkut oleh PT Biuteknika dan dibawa ke Ciilegon untuk dimusnahkan. Seluruh rumah sakit di Lmapung pakai Biuteknika untuk penanganan dan pemusnahn limbahnya. Cuma RSUDAM aja yang masih fungsi incineratornya,” ujar Umar.(*)
Sumber: saibumi.com