Tidak ada yang konstan kecuali perubahan itu sendiri. Kalimat ini sepertinya bisa menggambarkan perubahan lingkungan bisnis rumah sakit saat ini. Dalam evolusi pemasaran rumah sakit, rumah sakit pernah mengalami masa keemasan dimana rumah sakit adalah pusat biaya yang tidak perlu memikirkan sumber pembiayaan, dan dari sisi persaingan nyaris tak ada karena konsumen yang datang membutuhkan pelayanan rumah sakit. Lalu situasi berubah dengan kompetisi yang makin marak dan rumah sakit perlu memberikan layanan yang prima dan memasarkan lagi jasanya agar dapat memenangkan persaingan. Sekarang, bisa dikatakan 90% penduduk Indonesia adalah anggota BPJS, yang harus memenuhi ketentuan pelayanan sesuai aturan BPJS. Kebijakan JKN dianggap sebagai perubahan besar yang mempengaruhi banyak aspek pengelolaan rumah sakit, termasuk pemasaran.
Segmenting, Targeting dan Positioning serta Pengembangan Jasa Rumah Sakit di Era JKN
Salah satu aturan BPJS yang paling berpengaruh terhadap rumah sakit adalah aturan mengenai rujukan berjenjang. Rujukan berjenjang yang dimaksudkan untuk menghemat biaya kesehatan telah mengubah pola konsumen datang ke rumah sakit. Salah satu dampaknya adalah rumah sakit rujukan yang lebih tinggi menjadi sepi, atau sebaliknya rumah sakit yang menjadi rujukan pertama setelah pelayanan primer menjadi ramai. Rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS seolah mempunyai captive market, dan dalam beberapa kasus meningkatkan kunjungannya secara drastis. Di sisi lain, rumah sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS mulai harus menentukan positioning mereka di pasar, atau jika tidak, cepat atau lambat mereka bisa ditinggalkan pasar. Rumah sakit – rumah sakit ini harus jelas tentang siapa konsumen mereka, dan dengan demikian akan mampu mengetahui ekspektasi konsumen dari ceruk – ceruk khusus ini pada layanan rumah sakit. Misalnya ada rumah sakit yang menargetkan pada kelas premium di masyarakat, yang mempunyai kebiasaan untuk berobat di negara tetangga. Adakah ceruk – ceruk pasar lainnya yang belum tercakup oleh BPJS? Jika rumah sakit bisa mengidentifikasi ceruk yang potensial, maka mereka bisa mengadaptasi layanan sesuai dengan ekspektasi pasar sasaran.
Bisa juga terjadi perubahan segmen pasar yang datang ke rumah sakit, sebelum versus setelah pemberlakuan JKN. Maka rumah sakit harus jeli melakukan analisis siapa sebenarnya konsumen mereka paska JKN. Segmen pasar inilah yang bisa jadi menggambarkan kekuatan rumah sakit dan peluang yang ada paska pemberlakuan JKN.
Bagi rumah sakit – rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS, cerita tak berhenti begitu saja. Umumnya besaran biaya pada Indonesian Case Based Groups (INA CBGs) dianggap terlalu kecil. Tanpa menjadikan pelayanan yang efisien dengan sistem kendali biaya dan mutu yang baik, maka bukan tidak mungkin kunjungan yang melonjak justru menjadikan bencana buat rumah sakit, karena kerugian yang makin besar. Dibalik tantangan ini, masih adakah peluang bagi jasa yang belum dicakup oleh skema JKN? Meskipun JKN akan mencakup seluruh rantai pelayanan mulai dari promosi – preventif- kuratif sampai rehabilitatif, adakah peluang – peluang yang bisa diambil rumah sakit?. Sebagai contoh, layanan yang terkait infertilitas, kebugaran, kecantikan, olah raga yang tidak atau belum dicakup oleh JKN. Rumah sakit bisa mengembangkan layanan unggulan di bidang – bidang ini, berinvestasi pada unggulan tersebut dan menawarkan kepada semua klien potensial, termasuk anggota BPJS sebagai captive market mereka untuk mendapatkan pembelian silang.
Mendapatkan Sumber Pembiayaan Lainnya
Dengan mengecilnya sumber pembiayaan langsung dari kantong sendiri, rumah sakit perlu mengidentifikasi sumber sumber pembiayaan lainnya. Pada zaman dahulu, rumah sakit merupakan pusat biaya (cost center) dimana ada sumber – sumber dana kemanusiaan untuk rumah sakit. Apakah mungkin sumber – sumber pembiayaan seperti ini bisa digali lagi, setelah sekian lama ditinggalkan?
Susilowati Tana
Yogyakarta, 28 Juni 2019