Patient safety atau keamanan pasien dan kualitas pelayanan klinis merupakan dua hal yang berbeda menurut Professor Clifford Hughes, mantan presiden International Society for Quality in Health Care, dimana keamanan pasien merupakan fokus dari klinisi yang tentunya tidak menginginkan pasien untuk memiliki komplikasi Sementara kualitas pelayanan merupakan fokus dari pasien yang menginginkan pelayanan yang terbaik selama berada dalam masa perawatan di rumah sakit. Komitmen terhadap keamanan pasien telah menjadi prioritas di berbagai rumah sakit. Kesalahan dapat terjadi dalam lingkungan pelayanan kesehatan, dan sebagian besar dari kesalahan ini merupakan suatu kesalahan medis yang dapat dicegah. Data terkait penyebab kesalahan medis ini menunjukkan bahwa pelayanan yang tidak aman terhadap pasien memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas penanganan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, evaluasi budaya patient safety merupakan langkah awal untuk meningkatkan keamanan pasien dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan.
Budaya keamanan terdiri dari pemahaman terhadap nilai, kepercayaan dan standar terkait dengan hal yang dianggap penting dalam organisasi, serta sikap dan perilaku keamanan. Suatu organisasi dinilai memiliki budaya keamanan yang baik ditandai dengan komunikasi yang baik antar pegawai, sikap saling percaya dan pandangan yang sama terhadap pentingnya keamanan, serta tindakan pencegahan yang efektif. Salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur budaya keamanan pasien adalah Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPS) oleh Agency of Healthcare Research and Quality (AHRQ) Amerika Serikat. Instrumen ini menilai 12 dimensi terkait dengan keamanan pasien dalam lingkungan rumah sakit, dimana tujuh dimensi adalah terkait dengan lingkungan kerja, tiga dimensi menilai terkait aspek keamanan di rumah sakit dan dua dimensi terkait dengan variabel hasil. Budaya keamanan pasien ini dinilai dari perspektif pegawai dengan presentase di atas 75% dari tiap dimensi menggambarkan kekuatan dan di bawah 50% menunjukkan area yang masih membutuhkan perbaikan.
Suatu tinjauan sistematis dan meta analysis yang dilakukan oleh Okuyama et al., yang melibatkan 755.415 profesional yang berasal dari berbagai negara, menunjukkan bahwa dimensi terkait dengan “teamwork among the units” memiliki skor tertinggi, sedangkan skor terendah terdapat dalam “nonpunitive response to errors”. Hal yang serupa juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Jakarta. Dalam penelitian yang oleh Iriviranty et al., tanggapan tertinggi juga dimiliki oleh dimensi “teamwork within units”, sedangkan tanggapan terendah dimiliki oleh dimensi “staffing” yang kemudian diikuti oleh “nonpunitive response to error”. Hasil penelitian di atas pula menunjukkan bahwa adanya perbedaan penlaian terhadap budaya keamanan pasien antar profesi. Hal ini terlihat dari tingginya respon bermasalah yang dimiliki oleh klinisi ketika dibandingkan dengan non klinisi, serta pegawai pelayanan kesehatan dibandingkan dengan manajer senior.
Dari penelitian di atas ditemukan bahwa pegawai dalam suatu unit saling mendukung satu sama lain dan memperlakukan satu sama lain dengan hormat. Kerja sama dalam tim juga dianggap baik menurut pandangan pegawai. Namun dimensi terendah terkait dengan pelaporan kesalahan, dimana pada kedua penelitian tersebut mendapatkan tanggapan atau skor yang rendah. Hal ini menjadi penting karena sikap ini akan mengurangi pelaporan kesalahan yang selanjutnya dapat menurunkan tindakan untuk memperbaiki kesalahan dan mencegah suatu kesalahan terjadi berulang.
Keamanan pasien merupakan prioritas dengan tujuan utama untuk meminimalisir risiko dan mencegahan dampak akibat kesalahan medis dari tindakan tertentu maupun dari kurangnya suatu tindakan. Seorang pemimpin juga memiliki peran penting dalam menerapkan budaya keamanan pasien dengan mempengaruhi norma yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat sepuluh langkah untuk mengukur dan meningkatkan budaya keamanan, yaitu dengan melakukan building capacity, memilih instrumen untuk survei yang sesuai, mendapatkan dukungan dari pemimpin, keterlibatan pegawai pelayanan kesehatan, penyebaran serta pengumpulan survei, analisis dan interpretasi data, hasil feedback, instervensi yang disepakati melalui konsultasi, implementasi intervensi, serta monitor atau pengawasan terhadap perubahan yang telah disepakati. (Alvina Simanjuntak)
Referensi
Cheung M. Prof. Clifford Hughes: patent safety and clinical quality deserve more attention. J Hosp Manag Health Policy. 2018;2:2.
Iriviranty A, Ayuningtyas D, Misnaniarti M. Evaluation of Patient Safety Culture and Organizational Culture as a Step in Patient Safety Improvement in a Hospital in Jakarta, Indonesia. Patient Saf Qual Improv. 2016; 4(3): 349-399.
Okuyama J, Galvao T, Silva M. Healthcare Professional’s Perception of Patient Safety Measured by the Hospital Survey on Patient Safety Culture: A Systematic Review and Meta-Analysis. The Scientific World Journal. 2018; 2018:9156301