Rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang padat karya, kaya modal dan banyak transaksi ekonomi. Dengan berbagai kepadatan di atas rumah sakit dipastikan juga padat akan data keuangan. Kepadatan data keuangan rumah sakit harus diikuti dengan pengelolaan yang baik. Bagaimana cara mengelola data keuangan dengan baik? Yaitu dengan memahami terlebih dahulu data – data keuangan yang ada kemudian diidentifikasi dan dikelola sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan baik bagi internal maupun pihak eksternal rumah sakit.
Data pendapatan merupakan salah satu kelompok data keuangan yang perlu dikelola dengan baik. Data ini merupakan data yang paling banyak ditemui di rumah sakit. Untuk itu perlu kita pahami terlebih dahulu apa itu pendapatan rumah sakit, bagaima mengidentifikasi kemudian mengelola dan menyajikannya untuk kepentingan internal maupun eksternal rumah sakit.
Pendapatan sendiri memiliki beragam definisi, secara garis besar pendapatan adalah adanya aliran kas masuk atau kenaikan piutang atau peningkatan aset lainnya, merupakan hasil dari kegiatan/operasional rutin organisasi seperti penjualan barang, pemberian jasa maupun dari sumber daya organisasi lainnya yang dapat memberikan hasil kepada organisasi semisal bunga, dividen atau royalti.
Pengakuan pendapatan rumah sakit di Indonesia saat ini bisa dibagi menjadi 2 basis, yakni:
- Pendapatan berbasis kas biasa disebut sebagai penerimaan atau di Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 13 tentang akuntansi Badan Layanan Umum (BLU) disebut sebagai pendapatan LRA. Pendapatan berbasis kas dicatat saat rumah sakit menerima kas atas pelayanan jasa/produk yang diberikannya. Pendapatan ini relatif mudah dilakukan karena waktu pengakuan dan pengukuran nilai sangat jelas. Pendapatan berbasis kas memiliki beberapa kelebihan, yakni dapat mengetahui kondisi aliran kas masuk dari suatu rumah sakit secara nyata. Dengan adanya aliran kas masuk yang nyata maka kas tersebut sangat mudah untuk dikonversikan dalam aset lainnya atau untuk menutup biaya dan membayar hutang. Sehingga dengan pendapatan dengan pendekatan ini dapat mengetahui informasi kondisi aliran kas masuk rumah sakit.
Kelemahan dari pendapatan berbasis kas adalah tidak mencerminkan kinerja sesungguhnya dari organisasi. Kas masuk yang diperoleh rumah sakit bisa jadi merupakan hasil kinerja yang sudah terjadi pada periode akuntansi sebelumnya, sehingga pendapatan kas ini tidak bisa ditandingkan dengan biaya/beban yang terjadi pada periode waktu yang sama.
Pendapatan bebasis kas diperlukan untuk organisasi pemerintah sebagai salah satu ukuran dalam menilai tingkat realisasi dari anggaran yang ditetapkannya. Sehingga pendapatan ini masih dipergunakan terutama pada rumah sakit daerah/pemerintah.
- Pendapatan Berbasis Akrual
Pendapatan yang berbasis akrual pada prinsipnya adalah mengakui adanya pendapatan ketika sudah muncul hak atas pendapatan dari rumah sakit atas pelayanan jasa/barang yang sudah diberikannya, tanpa melihat apakah rumah sakit sudah menerima pembayaran berupa kas atau belum. Pendekatan akrual basis lebih rumit dalam pengolahan datanya, tidak seperti pendapatan dengan pendekatan kas yang dicatat sebesar kas yang diterima rumah sakit, pendapatan dengan pendekatan akrual ini dicatat dalam berbagai metode. Permasalahan yang dihadapi adalah waktu pengakuan dan pengukuran nilai, kedua hal tersebut harus dipenuhi secara bersama – sama agar kualitas pengakuan pendapatan lebih tepat. Pengakuan dapat dilakukan ketika nilai suatu pendapatan sudah dapat dengan jelas diukur. Pendapatan akrual sangat memerlukan teknologi informasi untuk mendukung prosesnya, pencatatan pendapatan secara akrual akan menemui kesulitan ketika dilakukan secara manual.
Dalam kasus rumah sakit di Indonesia, pendapatan akrual meliputi:
- Pendapatan pasien umum yang biasanya diterima pembayarannya berupa kas secara langsung setelah pasien memperoleh pelayanan kesehatan, atau dalam beberapa kasus terjadi penundaan penerimaan kas karena adanya kendala keuangan dari pasien/keluarganya yang kemudian diakui sebagai munculnya piutang pasien umum. Penerimaan kas pada pembayaran piutang di masa depan tidak diakui lagi menjadi pendapatan tapi sebagai pengurangan piutang.
Dalam kasus pertama maka pencatatan pendapatan dalam jurnal sebagai berikut:
||Kas xxxxx
|| Pendapatan xxxxxx
Untuk kasus kedua, dimana pasien/keluarga pasien menunda pembayaran maka:
||Piutang xxxxxx
|| Pendapatan xxxxxx
Pada saat pasien/keluarga melakukan pembayaran piutang:
||Kas xxxxxx
|| Piutang xxxxxx
- Pendapatan dari pasien yang mempergunakan asuransi, baik asuransi swasta maupun jaminan kesehatan dari pemerintah semacam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah (Jamkesda). Pengakuan pendapatan pada pasien berjaminan dilakukan pada saat pelayanan sudah selesai diberikan kepada pasien. Contoh pengakuan pendapatan sebagai berikut:
||Piutang xxxxxx
|| Pendapatan xxxxxx
- Pendapatan pasien umum yang biasanya diterima pembayarannya berupa kas secara langsung setelah pasien memperoleh pelayanan kesehatan, atau dalam beberapa kasus terjadi penundaan penerimaan kas karena adanya kendala keuangan dari pasien/keluarganya yang kemudian diakui sebagai munculnya piutang pasien umum. Penerimaan kas pada pembayaran piutang di masa depan tidak diakui lagi menjadi pendapatan tapi sebagai pengurangan piutang.
Pendapatan dari pasien yang menggunakan asuransi swasta relatif lebih mudah diakui dan diukur, karena biasanya tarif pasien dengan asuransi swasta mengacu pada tarif yang berlaku pada rumah sakit. Sementara untuk asuransi dengan menggunakan JKN kepastian jumlah nominal yang bisa diakui harus menunggu proses verifikasi, dimana proses verifikasi memakan waktu yang relatif lama, dikarenakan jumlah pasien JKN yang banyak.
Pengakuan dan pengukuran ini yang menjadikan proses akrual dalam rumah sakit di Indonesia saat ini sulit untuk dilakukan secara cepat, hal ini tergantung pada proses verifikasi klaim pelayanan pasien JKN dilakukan. Selain itu, penggunaan teknologi informasi di rumah sakit, juga mempengaruhi proses pencatatan pendapatan secara akrual di rumah sakit.
Bedasarkan pengalaman di lapangan, saat ini masih banyak rumah sakit yang belum dapat menyajikan data pendapatan akrual secara baik, masih banyak ditemui terutama di daerah, rumah sakit mencatat pendapatan pada laporan operasional masih menggunakan basis kas. Hal ini disebabkan salah satunya oleh belum terselenggaranya SIM RS yang baik di rumah sakit dan juga proses verifikasi klaim yang tidak dapat dilakukan dengan cepat dan tenaga akuntansi yang kurang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pengakuan pendapatan untuk akuntansi rumah sakit di dunia internasional sudah mengarah kepada pengakuan berdasarkan pada presentase kewajiban yang dipenuhi sesuai dengan kontrak. Dalam hal ini pelayanan rumah sakit bersifat paket sehingga tarif pelayanan sudah dapat ditentukan pada saat awal pelayanan. Di Indonesia model tarif rumah sakit masih mengacu pada fee for service, sehingga untuk mengadopsi sistem ini tentu saja tidak sesuai, hanya beberapa rumah sakit yang sudah menerapkan untuk beberapa layanan tertentu untuk tarif yang bersifat paket contohnya paket persalinan, paket Sectio Caesaria. Sistem ini dapat diterapkan padapelayanan pada pasien JKN yang menggunakan tarif yang bersifat paket berdasarkan diagnosis, akan tetapi untuk menggunakan pendekatan ini syarat utamanya adalah rumah sakit harus didukung sistem informasi teknologi yang memadai. (BWP)