Tren Wisata Medis, Fakta dan Peluang di Indonesia ?
Dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 3 trilyun dolar pada tahun 2025,
wisata medis menjadi tren global yang menjanjikan.
Beberapa tahun lalu, wisata medis hanyalah kontributor kecil terhadap pariwisata global dan pendapatan negara. Saat ini telah menjadi industri multi bilyun dolar yang diproyeksikan akan terus meningkat eksponensial beberapa dekade mendatang. Menurut laporan VISA dan Oxford Economics serta Medical Tourism Index™ (MTI) pada tahun 2016, industri wisata medis yang sebelumnya diremehkan, saat ini telah menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi terhadap pasar wisata global.
Industri wisata medis saat ini bernilai $ 439 bilyun, dimana 11 juta wisatawan medis bepergian secara rutin untuk pemeriksaan kesehatan dengan alasan layanan medis tersebut tidak tersedia dengan layak di negara asal mereka. Hal tersebut menunjukkan hampir 4% dari populasi dunia, bepergian ke luar negeri untuk mendapatkan pengobatan. Dengan demikian, destinasi negara dengan program wisata medis diperkirakan meningkat 25 % – 50% untuk 10 tahun mendatang.
® 2016 Medical Tourism Magazine.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah usia wisatawan yang berkisar antara 25 tahun – 65 tahun, dan secara jenis kelamin saat ini antara pria dan wanita sudah seimbang. Seiring dengan populasi yang semakin menua, diharapkan lebih banyak masyarakat bepergian ke luar negeri untuk mencari pengobatan medis dan tentunya mengeluarkan biaya lebih untuk proses pengobatan tersebut. Demikian pula pertumbuhan kelas menengah di negara berkembang, memberikan kontribusi terhadap industri wisata medis karena mereka memiliki sumber dana yang dapat digunakan untuk membiayai perjalanan ke luar negeri.
Tambahan lain, teknologi tercanggih juga telah membuat perjalanan wisata lebih terjangkau bagi setiap orang. Dengan teknologi efisien, bahan bakar pesawat untuk penerbangan jauh dapat ditempuh non stop bahkan untuk 16 jam penerbangan atau kurang. Pada tahun 2025, diperkirakan separuh dari populasi dunia dapat mengusahakan perjalanan wisata mereka untuk melakukan pengobatan medis.
Wisata medis tersebut tidak hanya bermanfaat bagi pasien dan penegakan medis, namun juga memberi efek positif bagi pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Menurut VISA, Amerika Serikat mendapatkan manfaat positif dari pangsa pasar wisata medis, diikuti oleh Thailand, Jerman, Singapura, Korea, dan Spanyol.
Wisata Medis, Dari Mana Dimulai dan Di Mana Saat ini ?
Penduduk Mesopotamia merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan wisata medis yang dapat ditelusur pada 3 abad sebelum masehi. Bukti menunjukkan bahwa orang-orang Mesopotamia bepergian ke kuil di Tell Brak, Syria untuk mencari pengobatan mata. Beribu tahun kemudian orang – orang Yunani dan Roma bepergian untuk mencari spa dan pusat kultus di Mediterania.
Pada waktu berikutnya, 15 tahun yang lalu, orang-orang kaya dari Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Latin bepergian ke Amerika Serikat untuk mencari prosedur medis yang lebih tersedia. Namun setelah tragedi 9/11 menunjukkan penurunan karena regulasi visa yang lebih ketat. Setelah kejadian tersebut, penduduk Amerika Serikat malah mulai bepergian ke luar seperti ke Amerika Latin, Eropa, dan Asia untuk mencari pelayanan gigi dan bedah plastik. Tidak lama kemudian, masyarakat Amerika Serikat mencari layanan transplantasi organ dan bedah jantung, dengan pertimbangan harga sebagai faktor yang memotivasi mereka mencari layanan tersebut.
Saat ini, orang – orang Kanada juga bepergian untuk mendapatkan layanan ganti tempurung lutut dan layanan geriatri. Mereka memilih untuk mendapatkan layanan tersebut di luar daripada harus menunggu bulanan atau tahunan di negara mereka sendiri. Masyarakat Eropa bepergian menyeberangi antar negara Uni Eropa untuk mendapatkan layanan kesehatan yang mereka inginkan. Hal tersebut juga perlu mendapat perhatian terutama untuk masa mendatang.
Hal yang membedakan wisata medis saat ini dengan waktu lampau menunjukkan bahwa wisata medis saat ini lebih terkenal. Tidak hanya individu, namun perusahaan juga mengirim karyawan mereka ke luar negeri dan asuransi menawarkan wisata medis ke manca negara bahkan domestik sebagai pilihan. Hal tersebut yang menarik agen perjalanan wisata untuk menawarkan layanan fasilitas wisata medis. Ini merupakan bisnis yang tidak akan ada habisnya. Dengan kolaborasi bidang kesehatan dan bidang pariwisata, industri ini akan semakin terorganisasi dan meningkatkan promosi kualitas layanan rumah sakit di seluruh dunia. Kompetisi antar rumah sakit semakin meningkat dengan adanya sertifikasi JointCommission International dan Medical Tourism Association®.
Apa yang Menarik di Eropa Tengah, Korea, dan Thailand ?
Eropa Tengah saat ini menjadi tempat menarik bagi wisatawan medis dengan alasan harga dan kualitas layanan. Alasan lain terutama bagi wisatawan dari Eropa Barat adalah waktu tunggu yang lebih cepat. Polandia dan Hungaria telah menerapkan strategi nasional untuk menarik pasien, sedangkan Republik Ceko dan Slovakia masih menunggu konsep yang lebih komprehensif. Sejak tahun 2011, arahan tentang penerapan hak-hak pasien dalam layanan kesehatan lintas batas memungkinkan mobilitas yang lebih mudah untuk pasien Uni Eropa.
Korea Selatan juga menjadi salah satu tujuan wisata medis di Asia. Menurut Global Medical Tourism Index 2016, negara ini menduduki peringkat ke 8 untuk tujuan wisata medis. Wisatawan medis mempertimbangkan untuk memilih Korea Selatan karena layanan medis dengan dukungan alat medis canggih, dan harga yang lebih murah 20% – 30% dibanding Amerika Serikat, bahkan lebih murah dibanding rumah sakit internasional di China, namun sebanding dengan rumah sakit privat di Singapura. Di samping itu kualitas layanan medis di Korea Selatan tidak perlu diragukan lagi. Secara geopolitis, bepergian ke Korea Selatan sangatlah mudah. Waktu tempuh yang kurang dari 8 jam dari Asia dan Eropa Timur, serta adanya penerbangan langsung dari kota-kota besar di Amerika Utara dan Eropa. Hal lain yang membuat menarik adalah waktu tunggu yang tidak lebih dari 2 minggu untuk mendapatkan layanan medis.
Pada tahun 2014, wisatawan medis yang berkunjung ke Korea Selatan sebanyak 266,501 pasien dimana jumlah tersebut meningkat 26.1% dibanding tahun sebelumnya. Sejak diluncurkan pada tahun 2009, total jumlah pasien asing mencapai 901,470 orang. Pasien – pasien tersebut berasal dari 191 negara dengan dominasi dari negara China, Amerika Serikat, Jepang, dan Mongolia. Lamanya pasien dirawat rata-rata 13.6 hari dan pasien wanita lebih banyak dibanding pria dengan perbandingan 60.3% : 39.7%. Layanan medis yang paling sering dicari terkait dengan layanan penyakit dalam, dermatologi, kebidanan, ortopedi, dan bedah umum.
Demikian pula dengan Thailand yang hanya berjarak 3 jam penerbangan Jakarta – Bangkok juga terkenal akan wisata medisnya. Singapura, India, dan Thailand menyumbang sekitar 80% dari pasar pariwisata medis global, namun Thailand sendiri sekitar 40%. Mengapa Thailand sangat populer? Hal tersebut karena sistem kesehatan Thailand, yang mengedepankan layanan canggih dan terjangkau sebagai dua kriteria paling penting untuk calon wisatawan medis. Pada tahun 2014, Thailand dan Singapura masing-masing memiliki 13 rumah sakit yang diakreditasi oleh Joint Commission International. Bumrungrad International Hospital menjadi rumah sakit pertama di Asia yang memenuhi standar tersebut pada tahun 2002. Selama tiga tahun terakhir, lebih dari 17 rumah sakit di Thailand terakreditasi JCI, dibandingkan dengan 9 rumah sakit yang terakreditasi JCI di Singapura.
Biaya pengobatan di Thailand sangatlah kompetitif. Sebagai contoh pada tahun 2014, paket bedah jantung di rumah sakit privat di Thailand hanya sekitar USD 19,000, dibandingkan dengan di Amerika Serikat yang mencapai sekitar USD 80,000 tanpa asuransi kesehatan. Meskipun biaya bedah jantung jauh lebih murah di Kanada dibanding Amerika Serikat, waktu tunggu menjadi pertimbangan pasien untuk semakin mencari perawatan di luar negeri. Keberhasilan wisata medis di Thailand juga didukung popularitas yang lebih besar sebagai tujuan berlibur. Pada tahun 2018, tercatat bahwa wisatawan asing yang datang ke Thailand sebanyak 35.38 juta dan menghabiskan 1.8 trilyun baht. Dari Januari – April 2018, negara ini mencatat terdapat kenaikan 30% wisatawan China yang datang ke Thailand sehingga China merupakan pasar utama bagi mereka. Tahun ini, Thailand mengharapkan 41.1 juta wisatawan asing yang diprediksikan akan menghabiskan 2.2 trilyun baht. Dari puluhan juta wisatawan asing tersebut,diharapkan memberikan kontribusi terhadap pariwisata medis di Thailand.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Pada tahun 2015, menurut data Indonesia Services Dialog, sebanyak 600,000 orang Indonesia berobat ke luar negeri dan menghabiskan 1.4 bilyun dolar. Sementara itu, jika berbicara mengenai kesehatan dan kebugaran, Indonesia terkenal akan layanan spa dan destinasi pariwisata. Bali sebagai salah satu destinasi spa terbaik di dunia, belum didukung oleh dasar keilmuan dan belum dipatenkan secara internasional. Layanan kesehatan tradisional tersebut perlu untuk dilestarikan dan didukung dengan prinsip keilmuan, agar dapat berkelanjutan dan bersaing secara global. Pada Rakornas Pariwisata Indonesia III 26 – 27 September 2017, telah ditandatangani MoU antara kementerian pariwisata dan kementerian kesehatan, untuk mengembangkan international medical tourism di Indonesia.
Di Indonesia terdapat sebanyak 2,810 rumah sakit, 1,524 diantaranya merupakan rumah sakit publik dan 1,286 merupakan rumah sakit privat. Pertumbuhan rumah sakit di Indonesia sebenarnya cukup signifikan, sejak tahun 2012 sampai dengan Maret 2019 terdapat penambahan sebanyak 727 rumah sakit. Namun apakah rumah sakit-rumah sakit tersebut sudah mempertimbangkan dan mengembangkan layanan mereka untuk mendukung pertumbuhan pariwisata medis di Indonesia bahkan secara global ?
Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang percepatan proyek strategis nasional telah didukung dengan diterbitkannya SK Dirjen Pelayanan Kesehatan No. HK 02.02/III/5355/2017 tentang penetapan rumah sakit pada destinasi pariwisata prioritas. Kesepuluh destinasi pariwisata dan rumah sakit pendukung adalah RSUD Porsea (Danau Toba), RSUD Muntilan (Borobudur), RSUD Praya (Mandalika), RSUD Dr. H. Marsidi Judono (Tanjung Kelayang), RSUD Berkah Pandeglang (Tanjung Lesung), RSUD Kepulauan Seribu (Kepulauan Seribu), RSUD M. Saleh Probolinggo (Bromo), RS Pratama Labuan Bajo (Labuan Bajo), RSUD Wakatobi (Wakatobi), dan RSUD Morotai (Morotai). Kesepuluh destinasi pariwisata prioritas tersebut diarahkan untuk menjadi 10 Bali baru.
Layanan wisata medis di Indonesia juga sudah diperkuat dengan Permenkes 76 Tahun 2015 tentang pelayanan wisata medis. Namun yang menjadi persoalan dari regulasi tersebut adalah sebagian besar rumah sakit umum di Indonesia telah menerima pasien JKN. Sebagai perbandingan di Thailand, rumah sakit yang menyediakan layanan wisata medis dipisahkan dari layanan JKN. Melihat kondisi tersebut, apakah Indonesia akan berhasil mewujudkan wisata medis secara domestik maupun global ? Mengingat bahwa selama lebih dari setengah abad, meningkatnya perjalanan lintas negara telah dipengaruhi oleh meningkatnya kemakmuran secara global, kemajuan teknologi yang inovatif, dan demografi yang berkembang.
(Elisabeth Listyani).
Sumber :
Finch S. Thailand top destination for medical tourists. CMAJ. 2014;186(1):E1–E2. doi:10.1503/cmaj.109-4655.
International Medical Travel Journal, https://www.imtj.com/news/600000-patients-indonesia-seek-treatment-abroad/.
Paparan Kebijakan Pelayanan Medical Tourism di Indonesia, Kemenkes RI, 2018.
Paparan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Nasional, BKPM.
sirs.yankes.kemkes.go.id/fo/, data Maret 2019.
Medical Tourism Magazine, 35th Edition, 2016.