Kementerian Kesehatan memaparkan data bahwa anggaran yang disalurkan melalui BPJS Kesehatan untuk mengatasi kanker di Indonesia meningkat dari Rp 1,5 triliun pada 2014 menjadi lebih dari Rp 2,3 triliun pada 2016. Naiknya biaya ini tidak terlepas dari meningkatkan jumlah kasus kanker, dimana pada 2014 tercatat “hanya” ada 700 ribu kasus pada peserta BPJS dan pada 2016 naik menjadi 1,3 juta kasus. Hal ini yang mendasari kanker menempati urutan ketiga sebagai penyakit yang menyerap anggaran kesehatan terbesar. Di tingkat global, WHO memperkirakan pada 2018 terdapat 9,5 juta kematian akibat kanker, atau 26 ribu kematian per hari. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 1 milyar kematian pada 2030. Fakta ini memperjelas bahwa kanker merupakan ancaman kesehatan tidak saja di Indonesia namun di seluruh dunia.
Hari Kanker sedunia yang diperingati pada 4 Pebruari 2019 mengambil tema ! am and I will[i]. Ini merupakan panggilan bagi komitmen dari setiap penduduk bumi untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman global penyakit kanker serta mengedukasi masyarakat bagaimana melawan kanker melalui deteksi dini, penerapan gaya hidup sehat, serta secepatnya mencari pertolongan medis jika terdapat gejala kanker.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat harus proaktif untuk bisa menolong dirinya sendiri melalui:
- menerapkan gaya hidup sehat, termasuk menghindari penggunaan produk – produk tembakau, memperbahyak aktivitas fisik, mengatur pola makan, membatasi konsumsi alhokol dan berhati – hati dengan paparan sinar matahari;
- memahami tanda dan symptom kanker serta pedoman deteksi dini kanker karena seringkali kasus yang ditemukan sedini mungkin makin memudahkan terapi
- membagikan cerita pengalaman pribadi dalam mengatasi kanker, berkomunikasi dengan para pembuat keputusan dan melibatkan diri dalam kelompok – kelompok yang memberikan dukungan bagi penderita kanker untuk membantu mendapatkan perubahan yang positif bagi seluruh penderita kanker
- jika memungkinkan, gunakan aktivitas kerja maupun aktivitas sehari – hari lainnya selama menjalani terapi kanker sebagai peluang untuk hidup senormal mungkin, menjaga rutinitas, stabilitas, kontak sosial dan juga pendapatan.
Dalam hal ini, jelas rumah sakit sebagai salah satu fasilitas yang dapat menangani kasus kanker secara komprehensif memiliki peran penting dalam menyukseskan gerakan I am and I will tersebut. Rumah sakit dalam menyediakan program deteksi dini kanker bagi kelompok berisiko tinggi dan memberikan edukasi pada masyarakat melalui berbagai jejaringnya.
Rumah sakit juga dapat membentuk komunitas penderita kanker yang sedang aktif menjalani terapi, maupun komunitas penyintas, dan memfasilitasi kegiatan mereka untuk menyebarkan pengalaman serta gaya hidup yang lebih sehat untuk mencegah kanker. Dalam jangka panjang, rumah sakit dapat menjalankan cancer registry untuk mengontrol kasus kanker yang ditangani sehingga membentuk database[ii][iii]. Nantinya database ini berguna untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup pasien dan pengambilan kebijakan berbasis bukti di tingkat rumah sakit maupun nasional.
Namun untuk bisa menjalankan cancer registry ini, rumah sakit harus memiliki staf terlatih, data yang terdefinisi dengan baik, jelas dan runut, kontrol data sistematis untuk menjaga kualitas, dan seorang manajer mutu[iv]. Sebuah penelitian di Afrika menemukan bahwa cancer registry yang berbasis di RS sangat bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan pada kasus kanker dimana cancer registry berbasis populasi tidak tersedia. [v]
Agar dapat menjalankan peran sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani kasus kanker secara komprehensif, RS harus memiliki tim[vi] dan seperangkat alat medis yang telah disarankan oleh WHO[vii].
Menurut American Cancer Society, pasien kanker harus ditangani oleh tim yang terdiri dari multi disiplin. Beberapa tenaga professional dalam tim tersebut bahkan perlu mendapatkan pelatihan khusus yang berfokus pada kanker jenis tertentu; terapi kanker tertentu; area, sistem atau bagian tubuh tertentu; masalah kesehatan tertentu terkait dengan kanker; dan mengelola (mengkoordinir) terapi kanker pada pasien. ACS membuat daftar tenaga profesional kesehatan yang dapat terlibat dalam tim penanganan kasus kanker:
- dokter (anestesiologi, kanker kulit, dokter pengbatan osteopatik, endokrin, gastroenterologist, gynecologic oncologist, gynecologist, hematologist, hospitalist, medical oncologist, dokter ahli naturopatik, neonatologist, nephrologist, spesialis bedah saraf, spesialis mata, onkologis, spesialis bedah mulut, bedah tulang, otolaryngologist, spesialis nyeri, PK dan PA, kanker anak, spesialis anak, bedah plastik dan rekonstruksi, dokter layanan primer, ahli jiwa, spesialis paru, radiolog, spesialis bedah dan spesialis urologi.
- case manager
- chaplain (yang membantu kebutuhan spiritual pasien)
- perawat spesialis (termasuk terapis enterostemal, home health nurse, perawat anestesi, perawat klinis, perawat navigator, perawat terapi radiasi
- ahli gizi teregister maupun nutritionis
- perencana atau coordinator discharge
- dosimetrist (yang menghitung dosis radioterapi yang dibutuhkan oleh pasien)
- konselor genetik
- spesialis palliative care atau hospice care atau tim
- ahli terapi okupasi, terapi fisik, terapi respirasi, terapi seks, terapi wicara,
- tim paliatif
- asisten dokter
- psikolog
- terapi radiasi
- pekerja sosial
Selain tim dan peralatan, rumah sakit kanker yang baik umumnya memiliki fasilitas riset yang memadai sebagai bagian dari upaya menemukan inovasi penanganan kanker dengan teknologi terbaru. Dalam daftar rumah sakit terbaik di Amerika yang dirilis oleh Becker Hospital Review[viii] memuat RS kanker terbaik, yang umumnya memiliki institut penelitian kanker yang komprehensif untuk melakukan berbagai multiple clinical trials dan penerapan standar safety yang berada di atas rata-rata nasional.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah menunjuk sebelas rumah sakit sebagai rujukan kanker nasional. Seluruh rumah sakit ini akan bekerjasama dalam jejaring pelayanan kanker, sehingga beban RS Kanker Darmais dan RSCM sebagai pusat penanganan kanker selama ini menjadi terdistribusi dan layanan kanker menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia. Fasilitas yang menyediakan layanan kanker harus memenuhi standar sesuai dengan Panduan Penyelenggaraan Pelayanan Kanker di Fasilitas Pelayanan Kesehatan[ix] yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
(Putu Eka Andayani)
[ii] http://gg.gg/ncbi-hospital-based-cancer-registry
[iii] http://gg.gg/ncbi-cancer-register
[iv] http://gg.gg/role-of-cancer-registry
[vii] http://gg.gg/hospital-medical-devices