Barkah Wahyu Prasetyo dan Miftakhul Fauzi
Limbah rumah sakit merupakan semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk cair, padat, maupun gas yang berbahaya karena dapat bersifat racun dan juga radioaktif. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkirakan tumpukan limbah medis di rumah sakit seluruh Indonesia mencapai 8.000 ton. Hal itu dinilai karena pengolahan limbah medis yang belum memenuhi syarat.
Rumah sakit-rumah sakit yang memiliki incenerator yang memenuhi syarat tentunya dapat mengelola limbah medis sendiri. Bagi rumah sakit-rumah sakit yang tidak memiliki incenerator telah melakukan upaya dalam menangani limbah medisnya, seperti melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengelola limbah medis. Akan tetapi dikutip dari halaman website Persi masih terjadi penemuan limbah medis di tempat pembuangan sampah umum, bahkan di jalanan di Cirebon Jawa Barat. Sampah yang berupa kantong infus hingga tabung berisi darah pun berserakan di jalanan dan menyita perhatian publik.
Fenomena gunung es pengelolaan limbah rumah sakit menyeruak di akhir rahun 2017. Hal ini dipicu ditemukannya limbah medis yang tercecer di TPA Kota Cirebon. Jejak limbah yang ditemukan dalam kasus ini menyeret 34 rumah sakit. Kejadian ini menyadarkan kepada khalayak ramai, bahwasanya limbah B3 rumah sakit belum dikelola secara tepat. Berdasarkan survey data persi kepada 95 rumah sakit yang dilakukan PERSI, fakta yang tak kalah mengejutkan adalah sebagian besar rumah sakit (hampir 70%) tidak memiliki pengelolaan limbah padat. Dari 30% yang memiliki alat pengolah limbah padat (incenerator) baru 55% yang memiliki izin. Hal ini menyadarkan bahwa sebagian besar limbah rumah sakit tidak tertangani dengan tepat.
Pengelolaan limbah yang tidak sesuai, sangat membahayakan bagi pasien, keluarga pasien, staf rumah sakit dan masyarakat sekitar. Potensi penyebaran berbagai penyakit semisal HIV, Hepatitis B, dan penyakit menular lainnya akan meningkat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya solusi bersama dari semua pihak. Salah satu solusi permasalahan jangka pendek yang telah dilakukan adalah melibatkan industri semen yang memiliki pembakaran tinggi dalam produksinya untuk dimanfaatkan sebagai pembakar limbah B3 rumah sakit. Kementrian lingkungan hidup telah menunjuk PT Indocement, PT Holcim, PT Semen Padang dan PT Cemindo untuk membantu pemusnahan limbah medis rumah sakit di Indonesia.
Pengelolaan limbah medis sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pada Pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan. Akan tetapi jika tidak mampu mengelola limbah B3, dapat diserahkan kepada pihak ketiga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah.
Dalam prakarsa pengelolaan limbah medis jangka panjang perlu difikirkan untuk membuat pusat-pusat pengelolaan limbah medis di seluruh wilayah indonesia, mengingat rumah sakit tersebar di seluruh pulau di Indonesia. Sementara, pengelola limbah maupun pabrik semen saat ini banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa & Sumatera saja. Rumah sakit didorong dan dibantu untuk menyediakan pengelolaan limbah medis secara mandiri dan layak sesuai peraturan kementerian lingkungan hidup, serta perlu adanya pusat-pusat pengelolaan limbah di setiap provinsi di Indonesia.
Sumber:
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
- persi.or.id