Reportase Hari Kedua
Pertemuan Review Jejaring RS Rujukan Nasional, Provinsi, dan Regional Wilayah Timur
Pertemuan hari kedua semakin menarik bagi para peserta karena Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Dirjen Yankes Kemenkes RI) dapat hadir pada kesempatan ini. Acara hari kedua dibuka dengan laporan panitia oleh dr. Tri Hesty Widyastoeti, Sp.M selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan. Acara dilanjutkan dengan pembukaan secara resmi oleh Dirjen Yankes Kemenkes RI, dr. Bambang Wibowo, Sp. OG(K), MARS.
Suasana Seminar Hari Kedua (dok. Kemenkes RI)
Paparan pertama oleh Dirjen Yankes Kemenkes RI berjudul “Arah Kebijakan Pemerintah dalam Pemantapan RS Rujukan Nasional, Provinsi, dan Regional”. Dalam pembukaan presentasinya, Bambang menyoroti adanya variasi dalam pemerataan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah. Berbagai intervensi dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk inovasi kebijakan seperti: program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), program Nusantara Sehat, program pengembangan Telemedicine, dan sebagainya. RS Rujukan telah menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) yang jumlahnya cukup besar. Jangan sampai rumah sakit hanya menerima haknya tetapi tidak menjalankan kewajiban sebagai RS Rujukan.
Variasi kompetensi dan mutu pelayanan kesehatan serta tantangan dari aspek geografis diharapkan dapat difasilitasi melalui webinar. Kompetensi fasilitas kesehatan dalam manajerial dan kompetensi klinis dapat ditingkatkan dengan bantuan IT. Diharapkan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas bagi masyarakat dapat terwujud. Bambang memberikan penekanan pada contoh adanya rumah sakit yang belum memenuhi kompetensi sesuai klasifikasi kelas rumah sakit dan belum menunjukkan kaliber serta reputasi sebagai RS Rujukan, termasuk sikap serta perilaku para manajer dan para klinisinya. “Hal ini harus dibangun dengan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis yang baik dalam rangka memenuhi harapan masyarakat”, pesan Dirjen Yankes.
Foto bersama Narasumber dan Peserta (dok. Kemenkes RI)
Presentasi kedua disampaikan oleh dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FAsCC, FESC, FSCAI sebagai perwakilan tim Pengampu Jejaring Kardiovaskular Nasional dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Isman memulai presentasinya dengan menyampaikan keputusan menteri kesehatan yang menetapkan RSJPDHK sebagai pusat jantung nasional. Jejaring kardiovaskular yang dikembangkan oleh RSJPDHK juga disampaikan dalam sesi ini. Isman mengatakan bahwa pendampingan dilakukan untuk RS Pemerintah sedangkan RS Swasta tidak dilakukan pendampingan.
Pemetaan kompetensi di bidang kardiovaskular dilakukan dengan kode warna yang berjumlah 5 buah. (1) Merah yang menunjukkan RS telah mandiri melaksanakan bedah jantung dan cathlab dengan tim SDM dan fasilitas yang memadai, (2) Ungu yang artinya sudah ada SDM SpJP dan SpBTKV, memiliki fasilitas cathlab namun bedah jantung belum dikerjakan. (3) Hijau berarti memiliki SDM SpJP dan fasilitas cathlab namun tidak ada dokter SpBTKV (4) Kuning yang menunjukkan hanya ada SDM SpJP tanpa fasilitas cathlab untuk tindakan intervensi, dan (5) Biru yang berarti tidak ada dokter spesialis jantung maupun sarana prasarana kardiovaskuler.
Isman juga menjelaskan bahwa pendampingan dilakukan sampai rumah sakit menjadi mandiri. Rumah sakit yang mandiri artinya menjadi Pusat Jantung Terpadu (PJT) dan dapat melakukan tindakan bedah jantung (selama 5 tahun) dan intervensi (selama 2 tahun) tanpa didampingi RSJPDHK. Contohnya adalah RSUD Zainoel Abidin di Aceh dan RSUD Abdul Wahab Sjahranie di Samarinda. Kedua rumah sakit ini tetap melaporkan tindakan yang dilakukan ke RSJPDHK. Laporan dari tindakan yang dilakukan dilihat survival rate-nya. Apabila meningkat lebih dari 10% maka akan dilakukan visitasi.
Isman menutup presentasinya dengan menggambarkan situasi pelayanan di RSJPDHK. RSJPDHK memiliki 97 dokter spesialis dengan 40-an dokter SpJP dan 12 dokter SpBTKV. Terkait penanganan jantung, door to balloon time rata-rata 70 menit di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hal ini sesuai dengan standar internasional dimana targetnya adalah 90 menit pasien harus tertolong. Isman juga menyampaikan bahwa budaya yang dikembangan adalah patient centered, sehingga pada saat visit dokter jantung akan bersama dengan dokter gizi serta perawat.
Setelah rehat siang, pertemuan dilanjutkan dengan materi dari Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD mengenai “Pengembangan Kepemimpinan Struktural dan Klinis sebagai Penopang Layanan Rujukan Nasional”. Materi dimulai dengan survei online yang dilakukan oleh Laksono kepada para klinisi di RS Rujukan Provinsi dan Regional. Peta layanan rujukan nasional pada website dipaparkan dengan detail oleh Laksono sembari menunggu hasil survey dari para klinisi. Pada saat survei sudah berjalan sekitar 15 menit, tim PKMK FKKMK UGM menampilkan hasil sementara survei online tersebut. Hasil survei berupa judul dan topik pelatihan yang ingin diikuti oleh dokter spesialis di RS Rujukan Provinsi dan Regional. Hasil sementara menunjukkan 24 responden yang telah mengisi survei. Survei online ini menjadi data bagi para klinisi di RS Rujukan Nasional dan RS Vertikal dalam menyusun agenda webinar mereka.
Laksono menjelaskan konsep rantai nilai (value chain) di RS sebagai dasar konsep pemikirannya. Dalam konsep rantai nilai, terdapat dua aktivitas yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Aktivitas utama di RS adalah pelayanan klinis yang dipimpin oleh para dokter spesialis. Aktivitas pendukung di RS terdiri dari berbagai macam aspek seperti: SDM, keuangan, teknologi informasi, dan lain-lain. Aktivitas pendukung ini dipimpin oleh pemimpin struktural yang dikenal sebagai direksi RS.
Para pemimpin klinis dalam konsep ini antara lain adalah Ketua Komite Medik, Kepala SMF-SMF, Kepala Instalasi yang berbasis klinik, dan Kepala Keperawatan. Proses klinik merupakan inti dari aktivitas pelayanan yang dilakukan rumah sakit. Pemimpin klinis (Clinical Leader) adalah lokomotif utama dalam aktivitas klinis di layanan rujukan. Kinerja RS Rujukan ditentukan oleh para klinisi ini. Direksi RS berfungsi mendukung para klinisi.
Menutup sesinya, Laksono mengingatkan bahwa Dinas Kesehatan di daerah memang kurang berperan langsung dalam aspek klinis pengelolaan pasien, namun koordinasi antara RS Rujukan dengan Dinas Kesehatan sangat penting dalam rangka perbaikan sistem rujukan di daerah.
Pada sesi sore, dilakukan pembagian kelas antara direksi dan tim IT. Direksi atau perwakilan yang hadir mengikuti materi penyusunan rencana operasional bersama Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD. Tim IT mengikuti paparan tentang pengembangan kemampuan telekonferensi dan webinar serta pengisian instrument survey online yang disampaikan oleh Sarwestu Widyawan, ST, MPH.
Kelas Tim IT (dok. Kemenkes RI)
Sesi untuk direksi berlangsung hingga sore hari. Kelompok direksi berlatih bersama untuk menyusun dokumen rencana operasional. Dokumen ini dapat menjadi data pendukung dalam pengajuan anggaran dana alokasi khusus serta menjadi acuan dalam langkah pengembangan layanan rujukan. Layanan rujukan yang telah diidentifikasi disampaikan pada pertemuan hari ketiga.
Sesi untuk tim IT berlanjut hingga malam hari. Sarwestu menjelaskan bagaimana mengisi survei online monitoring dan evaluasi rumah sakit. Pada malam hari, narasumber dan fasilitator dari PKMK FKKMK UGM melakukan uji coba webinar dengan para peserta. Perwakilan Tim IT RS Rujukan yang belum pernah mengikuti webinar langsung mencoba dan mempraktekkan untuk diterapkan di rumah sakitnya.