Reportase
Pertemuan Teknis
Pengembangan Pola dan Pengelolaan Sistem Rujukan
di Kab/Kota Daerah Istimewa Yogyakata
15-16 November 2017
Pada hari pertama “(15/11/2017) Pertemuan Teknis Pengembangan Pola dan Pengelolaan Sistem Rujukan di Kab/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dibuka resmi oleh Kepala Dinas Kesehatan DIY (drg. Pembajun Setyaningastutie, M.Kes). Pertemuan kali ini membahas evaluasi sistem pengelolaan rujukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil diskusi harapannya berupa pedoman yang mampu memenuhi pemenuhan berbagai pihak dan diharapkan dapat dilanjutkan untuk aspek legalitasnya. Akan disinkonkran antara sistem rujukan di Kab/Kota dengan sistem rujukan provinsi serta pedoman dari Universitas Gadjah Mada. Hal ini ditujukan agar tidak ada komplain akan sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada sesi pertama ini membahas tentang Kebijakan Penerapan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Berbasis Klasifikasi Penyakit dan Kompetensi yang disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan DIY. Sejak Maret 2017 mencoba sistem rujukan yang telah dibuat bersama. Permenkes No. 1 Tahun 2012 tentang sistem rujukan perorangan. Hingga saat ini telah menjadi dasar dari sistem rujukan tersebut di dalam regulasi yang dipakai, disebutkan beberapa aturan; 1) rujukan berjenjang harus teratur dari sekunder, 2) berlaku regionalisasi rujukan di Kab/Kota. Faktanya, antar rumah sakit tidak bersaing namun merupakan mitra. Diharapkan masing-masing rumah sakit bisa dipetakan kemampuannya, yang pada akhirnya dapat menjadi unggulan dari masing-masing rumah sakit.
Di dalam sistem yang telah diterapkan, terdapat 10 rumah sakit tipe B di DIY, sehingga aspek regionalisasi menyebabkan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan berbeda-beda, serta tidak sebanding dengan kemampuan rumah sakit tersebut. Pada akhirnya terjadi peristiwa perpindahan ke rumah sakit tipe B sesuai keinginan masyarakat. Sistem rujukan yang ada untuk pasien yang tidak dalam emergency ataupun bencana alam. Berdasarkan sistem rujukan klasifikasi kasus dan kompetensi, sebaiknya memang rumah sakit memberikan pelayanan sesuai kompetensinya. Keluhan atas pelayanan di rumah sakit sebenarnya telah menurun, namun jika ada permasalahan yang timbul sebenarnya hanya permasalahan komunikasi antara pemberi fasilitas kesehatan dengan masyarakat. Diharapkan ada kebijakan dimana seluruh SDM di rumah sakit mampu memberikan informasi pada masyarakat (masyarakat umum, instansi, dan lain-lain). Sebagian besar rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta telah memenuhi sistem, namun untuk updating sangat rendah. Pembaharuan dari masing-masing rumah sakit akan dipantau oleh dinas kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan berupa informasi kepada masyarakat dapat berjalan dengan maksimal.
Sesi kedua membahas tentang Kebijakan Sistem Rujukan Pengembangan Pola Rujukan Kabupaten/ Kota dengan pembicara Dr. dr. Youth Savitri, MARS selaku Kasubdit Pengelolaan Rujukan dan Pemantauan RS, Kemenkes RI. Dalam perkembangannya, rumah sakit milik pemerintah dengan pengembangannya adalah rumah sakit yang memiliki kemampuan tertentu. Hal yang dianggap penting adalah peningkatan mutu. BPJS mengendalikan biaya tapi tidak mengendalikan mutunya. Permasalahannya adalah bagaimana meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bersama. Kerjasama dilakukan dengan tenaga kerja kesehatan, sehingga ketika peraturan di BPJS diberlakukan, tidak akan menimbulkan masalah. Ketika input dapat dilakukan sesuai dengan prosedur atau pola yang telah ditetapkan, maka output akan lebih sesuai dengan keinginan. Fokus pengembangan yang akan dilakukan yaitu 1) standarisasi sesuai ijin yang diusulkan dan 2) pelayanan kesehatan di rumah sakit tujuan. Setiap rumah sakit memiliki standar yang berbeda namun diharapkan ke depan memiliki keunggulan masing-masing. Diharapkan pedoman dapat diterapkan dalam pemenuhan kapasitas SDM sebagai rumah sakit dengan keunggulan tertentu.
Sesi ketiga dengan pembicara Prof. Laksono Trisnantoro membahas Konsep Pengembangan Sistem Rujukan Berdasarkan WEB yang diwakili oleh dr. Sudi Indra Jaya. Salah satu program prioritas Kementerian Kesehatan RI adalah peningkatan akses ke fasilitas kesehatan. Sebagai penguatan layanan JKN yang telah berlangsung sejak 2014 maka perlu adanya penguatan RS Rujukan Nasional, RS Rujukan Provinsi, dan RS Rujukan Regional melalui peningkatan sarana prasarana sesuai standar. Sesuai dengan Kepmenkes HK.02.02/MENKES/390/2014 dan HK.02.02/MENKES/391/2014 disusun berbagai kriteria mengenai rumah sakit rujukan maka dibentuk wadah berupa website yang dapat menampung kebutuhan tersebut. Ke depannya, website ini akan mempermudah tenaga medis maupun masyarakat awam untuk mengakses informasi terkait layanan kesehatan.
Sesi keempat tentang Pengembangan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan di DIY disampaikan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan DIY. Pengelompokan pelayanan kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain PPK 1 adalah puskesmas, klinik pratama, dan dokter praktek, PPK 2 adalah RS tipe C, tipe D, dan klinik utama, PPK 3 adalah RS tipe B dan tipe A. Pengelompokkan tersebut atas beberapa pertimbangan. Daerah Istimewa Yogyakarta tidak memiliki rumah sakit rujukan provinsi sehingga rumah sakit rujukannya adalah Rumah Sakit Kota Yogyakarta, padahal masih banyak rumah sakit tipe B yang lain. Regionalisasi membuat prosedur sangat rumit hingga mencapai rumah sakit puncak. Oleh karena itu, pedoman pengelolaan penyakit perlu dibuat secara detail agar dapat digunakan secara bersama-sama. Pedoman ini masih terkesan kaku, sehingga perlu dilakukan revisi agar dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Oleh: Sabran, MPH
Materi