Reportase
Seminar Nasional PERSI XV, Seminar Tahunan Patient Safety XI, Hospital Expo XXX
Hari 2, 19 Oktober 2017
Simultan 2
Efisiensi Pengelolaan Sarana Kesehatan
Pada Simultan 2 ini diawali dengan topik Upaya Pemenuhan Sarana di Rumah Sakit Pemerintah. Narasumber pertama adalah dr. Heru R. Aryadi. MPH yang saat ini merupakan Ketua ARSADA. Rumah sakit daerah adalah rumah sakit dengan jumlah terbesar diantara rumah sakit milik pemerintah yaitu sekitar 76.83% sehingga dalam pemenuhan sarana dan prasarana rumah sakit harus mengikuti siklus anggaran pemerintah daerah. Menurut kebijakan umum, dalam APBD harus terdapat kesepakatan antara kepala daerah dengan DPRD, selanjutnya menyusun prioritas dan plafon anggaran sementara (KUA PPAS) dimana pada tahap ini juga harus adanya kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD. Mekanisme ini tidaklah dapat dilompat begitu saja. Dalam proses pembuatan APBD setelah penetapan Peraturan Daerah maka APBD tidak dapat langsung dilaksanakan, karena harus disahkan oleh tingkatan pemerintah yang lebih tinggi, dimana rumah sakit kabupaten / kota harus disahkan oleh Gubernur, sedangkan rumah sakit provinsi harus disahkan oleh Menteri Dalam Negeri. Apabila dalam proses pengesahan ternyata ada koreksi di tingkat atas maka akan menjadi kendala untuk rumah sakit daerah tersebut. Bagaimana ketika tidak terjadi kesepakatan dengan anggaran di daerah? Tentu ada mekanisme aturan dalam perundangan yaitu kepala daerah tersebut menyusun rancangan kepala daerah tentang APBD menggunakan angka-angka tahun sebelumnya, kemudian di bagian evaluasi ditetapkan rancangan peraturan daerah tersebut. Upaya pemenuhan sarana di rumah sakit pemerintah dapat dipenuhi dari APBN, APBD, KPBU dan bagi rumah sakit yang menerapkan PK BLU Daerah dapat berasal dari jasa layanan, kerja sama dan utang.
Pada topik selanjutnya yaitu Upaya Pemenuhan Sarana di Rumah Sakit Swasta. Narasumber dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes, yang saat ini merupakan Ketua Presidium ARSANI Asosiasi Rumah Sakit Nirlaba Indonesia. Kelebihan rumah sakit swasta dimana dapat mengatur sistem pengadaan secara otonom, berbeda halnya dengan rumah sakit pemerintah yang sangat dipengaruhi oleh berbagai macam regulasi, waktu, dan proses yang serba ditentukan oleh pemerintah. Selanjutnya mudah berkolaborasi antar rumah sakit swasta, dapat memilih barang di luar e–catalog apabila barang dan kualitasnya sesuai dengan yang diharapkan, untuk sistem pembayaran mempunyai kelonggaran, kemudian yang terakhir dimana jejaring antar pemilik dapat menjadi salah satu manfaat. Kendala yang dihadapi rumah sakit swasta yaitu permodalan dan arus kas, dimana tidak semua rumah sakit swasta mempunyai modal yang kuat terutama rumah sakit nirlaba walaupun labanya tidak diberikan ke pemilik tetapi kenyataannya lebih memprihatinkan daripada rumah sakit non profit. Akses pembelian dengan harga e–catalog dimana saat ini hanya sekitar 78 rumah sakit yang dapat membeli obat melalui proses e-catalog. Informasi berkaitan supplier alternatif tidak sampai ke daerah sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit sangat susah. Pencegahan dan penindakan fraud dalam proses pengadaan. Kemudian masih adanya sistem pengawasan yang belum terstruktur, dan terakhir standar fasilitas dan sarana rumah sakit swasta banyak yang belum terstandar.
Strategi dalam menyesuaikan sarana yang ada di rumah sakit swasta yaitu harus benar menentukan desain dan kapasitas rumah sakit, pemilihan sumber daya yang lebih efisien apakah itu swakelola atau alih daya (outsource), kerja sama pembelian dimana pengadaan bersama beberapa rumah sakit dapat meningkatkan daya tawar, kemudian peluang mendapat harga lebih baik menggunakan supplier alat kesehatan tunggal dan yang terakhir mengurangi variasi fasilitas.
Pada akhir sesi, materi yang dipaparkan mengenai Pandangan KARS Dari Sudut Manajemen Fasilitas dan Keamanan Rumah Sakit. Narasumber dr. Luwiharsih M.Sc, yang saat ini merupakan Kepala Bidang Diklat KARS dan Kepala Kompartemen Mutu PERSI. Kepatuhan rumah sakit dapat dilihat dari izin-izin yang dapat dipenuhi oleh rumah sakit, saat ini yang harus dipenuhi rumah sakit ada 3 yaitu izin operasional, pembuangan limbah, dan SIP dokter. Apabila izin tersebut belum lengkap maka sertifikat administrasi dapat ditunda dan diberikan dispensasi untuk melengkapinya dalam jangka waktu 3 bulan. Jika dalam jangka waktu tersebut rumah sakit tersebut masih belum dapat memenuhi syarat tersebut maka berpotensi rumah sakit tersebut gagal terakreditasi. Menurut pandangan KARS, sebuah rumah sakit seharusnya menyediakan fasilitas yang aman dan suportif bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung, Selanjutnya fasilitas fisik, peralatan medis, dan peralatan lainnya harus dikelola secara efektif dan lebih ditekankan bagaimana pengelolaannya melainkan bukan bagaimana untuk membelinya. Dan yang terakhir manajemen rumah sakit harus mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah kecelakaan, cedera dan memelihara kondisi aman.
Reporter : Ikhsan Amir.