Reportase
Seminar Nasional PERSI XV, Seminar Tahunan Patient Safety XI, Hospital Expo XXX
Hari 3, 20 Oktober 2017
Paripurna 7
Pemberdayaan Pasien Dalam Implementasi Patient Safety
Paripurna 7 ini diawali dengan topik Perkembangan Keselamatan Pasien di Indonesia dan Dunia. Narasumber pertama adalah Prof. Dr. dr. Herkutanto Sp.F, SH, LLM, yang saat ini merupakan Ketua Komite Nasional Keselamatan Pasien dan Guru Besar Tetap FKUI. Salah satu isu yang makin berkembang terkait dengan keselamatan pasien adalah situation awareness yaitu bagaimana seorang tenaga kesehatan sadar akan lingkungannya karena dalam pengambilan keputusan klinis baik keputusan asuhan medis dan asuhan keperawatan akan menimbulkan misjudgment, misdiagnosis dan mistreatment. Situation awareness ini dimulai dari bagaimana kita memahami lingkungan kita, selanjutnya memahami tim kita, lalu memahami bagaimana peralatan kita dan terakhir yang paling penting adalah bagaimana keadaan kita. Hal ini ternyata menjadi sorotan utama pada saat ini, bagaimana ini menjadi pencetus dan mendukung faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan keselamatan pasien.
Strategi yang digunakan dalam implementasi Patient Safety ke depannya dilakukan dengan 3 tataran yaitu tataran makro mengenai bagaimana masalah akreditasi dan regulasi-regulasi dipertahankan serta adanya evaluasi apabila masih ada kekurangan, pada tataran meso berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kapasitas institusi dalam hal ini rumah sakit yang kelas B dan C sedangkan untuk kelas A tetap dipertahankan, dan yang terakhir pada tataran mikro adalah bagaimana para profesional meningkatkan pengetahuannya tentang keselamatan pasien.
Pada topik selanjutnya yaitu Membangun Budaya Keselamatan Pasien Untuk Mencapai Rumah Sakit Sebagai Highly Reliable Organization/HRO. Narasumber adalah Prof. Dr. dr. Abdul Kadir, Sp. THT(K), MARS, Ph.D yang saat ini merupakan Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais. Suatu organisasi seperti rumah sakit untuk menjadi Highly Reliable Organization maka tentunya diharapkan rumah sakit itu mampu menjalankan kegiatan pelayan atau aktivitas rumah sakit walaupun dalam keadaan susah tetap mampu menjalankan kegiatan pelayannya dengan baik dan meminimalkan resiko yang dapat terjadi. Falsafah untuk menjadi rumah sakit yang Highly Reliable Organization pertama yaitu pembelajaran dan evaluasi secara terus menerus untuk kejadian yang tidak diharapkan dan tak terduga, pembelajaran disini dapat diartikan sebagai capacity building. Hal ini tidak hanya pada tingkat pejabat struktural serta pimpinan tetapi orang lapangan seperti perawat, apoteker serta tenaga medis yang diwajibkan melakukan pembelajaran secara terus menerus. Kedua adalah bagaimana organisasi dapat bisa menjadi lebih baik dimana setiap kesalahan dan kejadian yang terjadi di rumah sakit dapat dijadikan pembelajaran, kemudian dianalisis dan dievaluasi dengan cara menyusun kembali SPO, melakukan revisi SPO dan reedukasi, sehingga kejadian tersebut tidak terulang kembali. Ketiga antisipasi terhadap kejadian yang mungkin menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi. Saat ini apabila sebuah rumah sakit melakukan suatu kesalahan maka dapat dengan mudah disebarkan ke media sosial yang dapat berdampak munculnya stigma negatif dan merugikan pihak rumah sakit. Maka sebelum hal tersebut terjadi dilakukan pencegahan terhadap hal tersebut serta melakukan manajemen risiko apabila terjadi risiko-risiko yang tidak diharapkan.
Pada akhir sesi, materi yang dipaparkan yaitu Implementasi Patient Safety di Rumah Sakit Sesuai Dengan Jakarta Declaration dengan narasumber dr. Adib Abdullah Yahya, MARS. Perkembangan pasien saat ini dulunya bersifat pasif, serta adanya kepercayaan terhadap dokter yang sangat tinggi, hubungan bersifat paternalistik yaitu kedudukan dokter tidak sederajat dengan pasien dikarenakan pasien dalam posisi tidak tahu apa-apa tentang penyakitnya dan memasrahkan penuh upaya penyembuhannya pada dokter. Kemudian situasi ini berubah dengan terbukanya informasi serta kemudahan dalam mengakses informasi. Pasien terkadang lebih mengetahui tentang perkembangan penyakitnya sendiri sehingga dari pihak pasien merasa mempunyai informasi. Saat kedua belah pihak merasa sama-sama mempunyai informasi maka akan muncul perasaan sederajat yang kemudian akan melakukan defense practice dimana pasien merasa membayar dan berhak mendapatkan apa yang dia butuhkan, sedangkan pihak dokter merasa bisa menolak pasien. Hal ini tentu dapat merugikan kedua belah pihak terutama pasien. Indonesia saat ini sedang mencoba untuk mengubah kondisi hubungan pasien dan dokter. Adapun langkah yang dilakukan yaitu meningkatkan peran pasien dengan cara memposisikan pasien sebagai partner dalam lingkup sebuah tim yang terdiri dari beragam tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Apabila terjadi kegagalan bukan merupakan kesalahan perorangan tetapi kegagalan tim begitupun sebaliknya apabila terjadi kemenangan merupakan kemenangan dari tim.
Reporter : Ikhsan Amir.