JAKARTA (HN) Evaluasi dan pembenahan terkait pelayanan rumah sakit (RS) dinilai mendesak dilakukan. Salah satu aspek menyangkut kesiapan RS menciptakan lingkungan ramah anak.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty mengatakan, kesiapan untuk menciptakan lingkungan ramah anak ini perlu dimasukkan dalam poin penilaian akreditasi RS.
“Kami tentu harus mengoordinasikannya terlebih dulu ke Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. Namun, poin itu sebaiknya dimasukkan,” ujarnya kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Rabu (13/9).
Pernyataan Sitti merespon kasus meninggalnya Tiara Debora Simanjorang. Tiara diduga meninggal akibat keengganan RS Mitra Keluarga Kalideres memasukkan bayi usia 4 bulan ini ke Pediatric Intensive Care Unit karena uang muka perawatan tak mencukupi.
Sitti menjelaskan, selain menyiapkan fasilitas, RS juga harus ditekankan untuk piawai dalam melakukan pendekatan ketika melayani pasien anak. Dokter dan perawat harus memberikan pelayanan sesuai kondisi pasien yang bersangkutan.
“Hal seperti itu kerap tidak dilakukan. Padahal, pelayanan terhadap anak dan orang dewasa berbeda. Dokter dan perawat harus lebih persuasif,” tuturnya.
Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit Pusat Slamet Riyadi menjelaskan, penilaian akreditasi diberikan sesuai kualitas teknis dan administrasi rumah sakit. Proses akreditasi dilakukan setiap tiga tahun sekali.
“Penilaian tersebut mencakup kemampuan pelayanan medis, keperawatan, dan obat-obatan. Komisi Akreditasi Rumah Sakit juga menilai berapa lama pasien harus menunggu giliran berobat hingga kemudahan mendapat pelayanan,” kata Slamet.
Menurut dia, proses pemberian akreditasi terhadap RS Mitra Keluarga Kalideres kini terancam dengan kasus meninggalnya bayi Tiara.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merekomendasikan sanksi teguran tertulis kepada RS Mitra Keluarga Kalideres. Hukuman ini juga bisa semakin berat setelah hasil audit medik dikemukakan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi menjelaskan, RS Mitra Keluarga Kalideres terbukti melakukan dua kesalahan pada layanan administrasi dan keuangan yang diberikan tanpa memperhatikan status pasien. Kebijakan internal pun dinilai belum berjalan baik. Sebab, ada aturan uang muka yang tidak sesuai Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009.
“Kasus ini harus menjadi pelajaran semua pihak. Pengawasan dan sosialisasi harus terus ditingkatkan,” tegas Oscar.
Sumber: harnas.co