Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satu agenda nasional adalah mewujudkan penguatan pada pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang ditandai dengan prevalensi penyalahgunaan narkoba. Dalam RPJMN telah ditetapkan laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan narkoba di indonesia sebesar 0,05% per tahun. Saat ini pengguna/ pecandu narkoba di Indonesia sudah hampir mencapai 5,9 Juta jiwa. Untuk itu perlu “gebrakan” dalam menanggulangi darurat narkoba. Jokowi dengan program pemerintahannya menggalakkan kembali pemberantasan narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya. Pada 2016, BNN menetapkan 7 sasaran strategis dengan 13 indikator kinerja. Sasaran strategis yang paling rendah capaiannya, dan dianggap gagal kinerja pencapaiannya pada 2016 adalah sasaran strategis yang terkait dengan proses rehabilitasi penyalahguna dan pecandu narkoba yakni 58,89%. Dalam perjanjian kerja BNN tersebut ditetapkan target tahun 2016 jumlah mantan penyalahguna dan pecandu narkoba yang tidak kambuh kembali sebanyak 16.000 orang. Dari sasaran tersebut realisasi per tahun 2016 hanya 9.423 orang.
Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah terbatasnya instansi/lembaga atau pelayanan kesehatan yang memiliki kemampuan untuk melakukan proses rehabilitasi medis pengguna narkoba secara tuntas. Hal ini dikarenakan terbatasnya sumber daya manusia maupun pembiayaan dalam pengembangan pusat-pusat rehabilitasi medis pengguna narkoba di daerah-daerah. Menurut data dari BNN, dari 1314 lembaga/instansi yang didampingi oleh BNN dalam peningkatan kemampuan rehabilitasi pengguna narkoba, baru 265 lembaga/instansi yang mampu merehabilitasi pengguna narkoba tidak kambuh kembali.
Rehabilitasi merupakan salah satu poin penting dalam penanggulangan narkoba, karena dengan adanya rehabilitasi diharapkan dapat memutuskan tali supply dan demand penggunaan narkoba. Pengguna/pecandu narkoba yang proses rehabilitasinya tidak berhasil akan berpotensi untuk meningkatkan demand narkoba, sementara sesuai dengan amanat undang-undang tidak semua pengguna/pecandu dijatuhi hukuman penjara. Untuk itu, proses rehabilitasi pengguna/pecandu narkoba harus dilaksanakan secara tuntas sehingga tidak ada demand yang muncul kembali dari mantan pecandu/pengguna narkoba.
Saat ini penanggulangan narkoba dibebankan ke pundak BNN dari pusat hingga daerah. Maka dirasa perlu adanya sinergi dari semua pihak agar mampu mendukung kinerja BNN lebih optimal, terutama di bidang rehabilitasi pengguna/pecandu narkoba. Dalam pengembangan tersebut, sebaiknya pemerintah daerah melibatkan instansi pelayanan kesehatan, baik rumah sakit maupun puskesmas untuk mengembangkan pusat-pusat rehabilitasi baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga pecandu/pengguna narkoba dapat direhabilitasi di daerahnya masing-masing. Hal ini penting mengingat negara Indonesia berbentuk kepulauan yang luas dan pecandu/pengguna narkoba juga tersebar di berbagai wilayah, maka aksesibilitas pelayanan akan sangat mempengaruhi proses rehabilitasi pecandu/pengguna narkoba.
Dari sisi pembiayaan rehabilitasi pasien narkoba, saat ini sudah diatur dalam Permenkes Nomor 50 Tahun 2015 tentang petunjuk teknis pelaksanaan wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika. Dalam Permenkes tersebut, disampaikan bahwa Kementrian Kesehatan bertanggungjawab terhadap pembiayaan untuk proses rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika yang datang secara sukarela dan sudah mendapatkan putusan pengadilan untuk menjalani rehabilitasi medis di fasilitas rehabilitasi medis yang ditetapkan oleh Menteri. Pembiayaan dari Kementrian Kesehatan ini tentu sangat terbatas untuk menanggulangi pengguna narkoba yang jumlahnya jutaan. Untuk itu, perlu dipikirkan alternatif lain semisal CSR dari perusahaan-perusahaan swasta untuk ikut membantu mengembangkan pusat rehabilitasi pecandu/pengguna narkoba baik berupa rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya, sehingga ikut mendukung juga berkurangnya supply & demand terhadap konsumsi narkoba (BWP).
Sumber:
bnn.go.id
LAKIP BNN
Peraturan Menteri Kesehatan No 50 Tahun 2015