Libatkan Polisi dan Kejaksaan
Sejak program kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN) diluncurkan pemerintah, banyak keluhan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terhadap berbagai rumah sakit pemberi layanan, termasuk di Sumbar. Hal ini disikapi (BPJS) dengan membentuk satuan tugas (Satgas) Anti Fraud.
Komposisi tim Satgas ini nantinya akan melibatkan sejumlah instansi seperti pihak kepolisian, kejaksaan, pemerintahan, masyarakat dan sebagainya. Tim ini ditargetkan bisa rampung hingga akhir tahun ini.
“Ada sejumlah instansi yang kami libatkan di Satgas ini. Tim inilah nantinya yang akan memantau dan mengawasi petugas medis dalam memberikan pelayanan kepada pasien, khususnya peserta BPJS di rumah sakit,” ujar Kepala BPJS Cabang Solok, Adriansyah ketika berkunjung ke Graha Pena Padang Ekspres, kemarin.
Dia juga tidak menampik masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang mengeluhkan pelayanan yang didapatkan di rumah sakit. Sehingga berdampak buruk pada lembaga BPJS. Saat ini pihaknya terus berbenah dengan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Setelah adanya tim tersebut nantinya, para petugas medis tidak bisa main-main lagi. Karena jika pelayanan yang diberikan kepada peserta BPJS tidak sesuai dengan harapan pemerintah melalui kementerian kesehatan, maka tidak tertutup kemungkinan, kasus ini bisa dibawa ke ranah hukum.
Selain itu, persoalan itu juga disebabkan masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui kebijakan-kebijakan baru yang dilahirkan BPJS. Untuk itu, saat ini pihaknya gencar menggandeng media dalam melakukan publikasi dan sosialisasi.
Misalnya, dalam hal pelayanan, peserta BPJS yang berobat juga harus mengikuti prosedur untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut ke rumah sakit, dengan meminta rujukan dari puskesmas, dokter keluarga ataupun klinik-klinik yang telah bekerja sama dengan BPJS.
Kemudian, di rumah sakit yang dirujuk, sesuai dengan MoU dengan pihak rumah sakit, pasien BPJS harus mendapatkan kelas sesuai dengan haknya, jika pasien harus mendapatkan rawat inap. Jika tidak ada tempat yang sesuai dengan kelasnya, maka pihak rumah sakit harus menaikkan kelas rawat inapnya.
Jika masih penuh, maka pihak rumah sakit harus meminta persetujuan peserta BPJS untuk turun kelas rawat inap. Kalau pasien tidak bersedia, maka pihak rumah sakit harus membantu mencarikan tempat ke rumah sakit lainnya, sesuai dengan hak pasien.
Bagi peserta BPJS yang kondisinya sudah mulai membaik, seharusnya juga mendapatkan rujukan balik ke puskesmas, dokter keluarga atau klinik-klinik tempat pasien mendapatkan rujukan. Ini sebagai bentuk terapis yang harus dijalankan peserta, misalnya seperti ikut senam dan sebagainya.
“Masih banyak peserta BPJS yang belum memahami prosedur seperti ini. Untuk itu, kami terus berupaya mensosialisasikannya, termasuk kebijakan-kebijakan baru lainnya,” sebut Adriansyah diamini Kepala Unit Hukum Komunikasi Publik dan Kepatuhan, Theo Suwanda dan stafnya, Melda Sari.
Dia berharap, pebaikan pelayanan seperti ini hendaknya dibarengi dengan kesadaran para peserta BPJS Kesehatan, terutama peserta mandiri untuk menunaikan kewajibannya membayar premi setiap bulannya.
Saat ini ada kebijakan baru bagi peserta BPJS yang menunggak. Sebelumnya hanya dikenakan denda keterlambatan sebesar 2,5 persen dari nilai premi, sekarang tidak lagi. Melainkan akan dikenakan denda dari pelayanan yang didapatkan peserta.
Jika dikalkulasikan, memang jumlahnya lebih besar jika dibandingkan dengan denda keterlambatan, namun itu tujuannya tak lain adalah untuk mendorong pemegang kartu BPJS Kesehatan dalam menunaikan kewajibannya.
Redpel Padang Ekspres, Suryani menyambut baik keinginan BPJS Kesehatan untuk terus membenahi pelayanannya. Karena saat ini, tidak sedikit masyarakat peserta BPJS yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang didapatkannya.
“Memang sudah saatnya, BPJS memperbanyak sosialisasi ke masyarakat agar masyarakat betul-betul paham dengan aturan, mekanisme dan kebijakan-kebijakan yang dilahirkan BPJS,” ungkapnya diamini Redaktur, Zulkarnaini. (*)
Sumber: m.padek.co